"Selamat datang, Ara." sambut Scott dengan hanya menggunakan pakaian kimono saja. Mataku tertuju ke bulu tipis yang memenuhi dadanya yang lumayan bidang. Balutan kimono juga memperlihatkan kakinya yang tampak berotot.
"Kok bengong?"
Aku tersentak dari lamunanku. Bisa dibilang Pria di depanku atletis dengan otot yang tidak terlalu besar. Tapi cukup membuat debaran kencang di dalam dada ini.
"Eh, Iya." Ucapku tergagap. Aku menghela nafas sejenak. berusaha mengontrol diriku sendiri.
"Silakan duduk." Pintanya.
Aku pun beringsut duduk bersamaan dengannya. Tapi Pria itu terlihat mengendurkan tali handuk kimono itu sehingga sekilas aku tidak sengaja aku melihat pakaian dalamnya yang berwarna hitam. Tapi Pria itu sama sekali tidak merasa risih dalam kondisi setengah telanjang di depan seorang wanita sepertiku.
"Ini Mas pola desain yang sudah saya persiapkan untuk seragam rumah sakit yang sebelah kanan laki-laki dan sebelah kiri perempuan. Apak
Aku terisak di sisi Naili yang terbaring di brangkar rumah sakit. Dokter menyatakan bahwa kondisi Naili semakin memburuk karena kepalanya yang terbentur lantai dengan sangat keras sehingga membuat tubuh bagian kanannya juga lumpuh. Itu artinya dia lumpuh total sekarang!Duh Gusti, kasihan sekali Naili. Seandainya aku tidak tergiur dengan tawaran palsu Scott, tentu aku bisa menjaga Naili, sehingga musibah ini tidak sampai terjadi. Tapi apa mau dikata. Nasi sudah menjadi bubur.Tiba-tiba seorang suster datang menghampiriku."Permisi Madam, Madam harus membayar biaya administrasi di kasir ya.""Biayanya kira-kira berapa ya Sus?""Maaf, saya kurang tahu Madam. Silakan ibu datang ke kasir sekarang ya." Dia membalikkan badan untuk keluar dari rumah sakit.Dengan perasaan was-was, aku pun mendatangi kasir. Ikut mengantri di barisan antrian. Aku merogoh dompet dari tasku dan membukanya. Terlihat uang dua ribuan dan lima ribuan yang lusuh terikat den
Sekarang aku berada di dalam sebuah ruangan pribadi di Mansion itu. Ruangan itu sangat megah dan mewah. Aku tidak bisa menyembunyikan rasa kagumku. Pemilik Mansion ini jelas orang yang sangat kaya raya. Mungkin selain bisnis hotel, dia juga memiliki bisnis-bisnis lain.Pria yang membawaku tadi menyuruhku untuk tinggal di dalamnya. Menunggu sampai Bosnya datang. Entah apa alasannya. Apa aku akan dijadikan sebagai pembantu atau gimana? Tapi justru di dalam ruangan pribadi itu ada pelayan Pribadi yang dengan sigap melayaniku.Aku benar-benar dalam kebingungan. Sampai tidak terasa dua bulan sudah aku berada di dalam mansion itu.Dalam kebingunganku, beberapa kali pria berbadan besar dan tampan datang ke dalam ruangan itu. Mereka seperti berusaha untuk menarik perhatianku. Tanpa ragu mereka terang-terangan memintaku untuk melayani mereka. Tapi tunggu dulu, kenapa pria-pria itu diizinkan untuk masuk ke ruangan ini? apa memang tugasku disini untuk melayani mereka
“Mas Haris.” Alya tidak menyangka jika Haris suaminya berada di balik korden yang disingkap oleh Manto. Suami yang hilang sejak beberapa hari yang lalu ternyata disekap oleh Manto. Kini, dia hanya berdiri mematung di samping Manto. Manto yang mengundangnya di hotel ini. “Hrmmmppp! Hrmmmppp!” Haris terus meronta. Matanya memancarkan kemarahan yang teramat dalam. Sedangkan Alya hanya menangis. “Sudahlah Haris, menyerahlah! Berikan istrimu yang cantik ini kepadaku! Hutang judimu kuanggap lunas. Sama-sama enak kan?” Tawa Manto menggema. Haris hanya meraung dengan suara tertahan. Dia tidak rela istrinya direbut oleh laki-laki lain, apalagi tua bangka tidak tahu diri seperti Manto. Alya membuang wajahnya. Dia tidak sanggup menatap mata nyalang Haris. Semua berawal dari beberapa hari yang lalu, ketika tiba-tiba Manto datang ke rumahnya. “Pak Manto,” Alya terkejut dengan kedatangan pria bertubuh gelap dan gempal. Perutnya yang buncit tampak menyembul dari kancing bajunya yang terlepas.
Suara gedoran pintu menyentak Alya yang baru saja terlelap. Semalaman dia tidak bisa tidur. Terus kepikiran dengan apa yang akan terjadi hari ini. “Bangun Woi!” pekik suara bass diiringi gedoran yang lebih keras. Alya tergeragap. Itu pasti suara bodyguard yang disuruh menjaganya di luar kamar presidensial ini. Semalam setelah Manto puas menggagahinya, Alya dialihkan ke kamar ini. Alya beringsut membuka pintu sampai sebuah tangan besar langsung menyeretnya. Kemudian, dia digiring bak pesakitan menuju sebuah mobil. Alya tidak mampu mengelak. Dia tidak ingin Leo kenapa-napa di tangan Manto. Alya tercenung begitu sampai di depan Pengadilan Agama. Dia memang sudah menginginkan bercerai dengan suami yang tidak berguna itu. Namun, tidak pernah terbayangkan di benaknya kalau mereka harus berpisah dengan cara seperti ini. Sebuah perjanjian yang menjadikan hidupnya bak neraka. “Akhirnya kamu datang juga Alya cantik. Bagaimana apakah kamu siap menjad
Alya mengerjapkan mata begitu terbangun di sebuah kasur Queen size. Dia mendapati ruangan kamar yang begitu mewah. Bahkan melebihi kamar hotel tempatnya menginap semalam. Dia melangkah menuju jendela. Menyikap kordennya. Matanya berbinar begitu beradu dengan cahaya matahari yang masuk. Pemandangan hamparan gunung yang menakjubkan dengan miniatur kota di bawahnya. Alya menebak kalau dirinya berada di sebuah Villa yang cukup mewah di puncak. Dia menggeser dinding kaca. Seketika aroma pegunungan menerpa dirinya. Alya memejamkan mata. Menghirup sejuknya udara pegunungan yang menenangkan. Melupakan masalah yang membelenggu sejenak. Sekilas, Alya melihat sebuah Villa yang tidak kalah mewah dari Villa itu. Villa dengan konsep victorian style terlihat megah di seberang sana. Dahinya mengernyit begitu melihat kerumunan orang. Sepertinya ada sebuah acara besar yang sedang dilaksanakan di sana. Mendadak, Alya merasakan rambutnya ditarik ke be
Sedangkan di Villa mewah itu, Andrew Schimmer tampil menawan dengan jas pengantin yang dikenakannya. Pesonanya membius tamu undangan terutama kaum hawa, Lelaki berdarah Filipina, Spanyol dan Indonesia itu sangat sempurna. Belum lagi dengan tonjolan kekar memenuhi setiap jengkal tubuhnya. “Come on, Honey. Where are you?” bisik Andrew resah di ujung telefon. Aksen Tagalognya masih kental. Dia tidak memperdulikan begitu banyak kaum hawa yang menahan histeris karena kagum. Terus berjalan membelah kerumunan sambil tangannya yang masih memegang ponsel. Ara, nama tunangannya. Sebentar lagi akan menjadi istrinya. Namun menjelang ikrar janji suci, tunangannya tidak kunjung muncul. Ponselnya tidak bisa dihubungi. Sebab itu dia menghubungi keluarga Ara satu-satu. Tapi, tidak kunjung ada jawaban. “Permisi Tuan, acara akadnya mau dimulai jam berapa?” Bernando memberanikan diri untuk bertanya. Dia sudah sangat hafal dengan mimik muka Andrew yang
“Tuan, serius ingin menikahi saya?” tanya Alya yang menghentikan langkahnya. Mau tak mau Andrew juga ikut berhenti.“Kenapa kamu keberatan?” Andrew balik bertanya. Tatapannya begitu menikam hati Alya. Alya hanya tertunduk. “Bukan seperti itu maksud saya, Tuan. Sebelumnya saya berterima kasih karena Tuan sudah menolong saya tadi.” “Stop! Saya tidak menerima basa basi kamu. Mending sekarang kamu bersiap-siap karena sebentar lagi kita akan melakukan akad,” sambar Andrew yang begitu angkuhnya. Alya mengunci mulutnya rapat-rapat. Pesona pria itu sangat mematikan. Tampan tapi mulutnya pedas. Andrew mengedarkan pandangan. Begitu melihat Bernando, dia langsung melambaikan tangan, isyarat mendekat. Sang aspri dengan langkah lebarnya menghampiri sang majikan. “Bawa dia ke ruang make up. Dandani secantik mungkin. Aku tidak mau dia mempermalukanku di acara pernikahan ini.”Bernando mengernyit dahi sambil melihat ke arah wanita yang berpakaian lusuh di samping majikannya. Dia kembali menatap ke
Alya memutar mata jengah. Akhirnya, dia pasrah di posisi seperti itu. Berusaha memejamkan mata, meski terdengar suara dengkuran halus yang menguar bau alcohol cukup membuatnya tidak nyaman. Tubuh pria itu menempel ketat di punggungnya, sehingga Alya bisa merasakan dada bidang yang naik turun. Yang lebih membuat Alya merinding. Di sela-sela bau alcohol, Bau badan pria itu juga menguar kuat. Bukan seperti bau parfum pria kebanyakan, tapi perpaduan unik antara keringat dan juga parfum, Baunya sangat segar dan menggugah insting kewanitaannya. “Hmmmmm….Hmmmm….” Secara refleks Alya bergumam. Beberapa detik dia tersadar. Astaga, Kenapa aku begini sih! Ah, dia benci mengakuinya, tapi dia cukup terangsang akan hal itu. Seketika pikiran liarnya melayang kemana-mana. Membayangkan Pria itu tanpa pakaian. Badannya pasti sangat bagus dan menawan. Apalagi, Alya membuang pikiran kotornya. Tetapi, di posisi sedekat itu dengan pria gagah, mana mungkin dia bisa mengusir