Kayla tercengang. Jantungnya terasa berhenti berdebar. Napasnya tercekat. Ia tidak percaya pada pendengarannya. Apa yang dikatakan Dokter Mala tadi?
"Apa katamu?" tanya ibunya juga ikut terperanjat.
"Tapi, aku juga tidak menginginkan putrimu menderita karena sakitnya. Aku minta maaf... " Dokter Mala menjelaskan dengan nada pasrah.
Ibu Kayla sudah tidak mampu berkata-kata. Dokter Mala hanya bisa memeluk dan mencoba menenangkan pikirannya.
Kaki Kayla mendadak lemas. Ia memutar tubuh dan harus bersandar di tembok supaya tidak jatuh. Apa yang dikatakan Dokter mala tadi... ? Penyakit... ? Kanker darah?
Merasa pusing seakan-akan seluruh darah di tubuhnya terserap keluar. Tangannya dingin dan selain itu Kayla tidak merasakan apa pun. Bahunya tegang, dadanya berat sekali. Paru-parunya tidak mau berfungsi. Ia tidak bisa bernapas.
Kepalanya terasa berat.
Tida
See you, next part ➡️
Kelas begitu sepi. Pada hal sebentar lagi bel masuk akan segera berbunyi, tidak ada siapa pun di sana. Kayla tahu betul hari ini bukan tanggal merah, tidak libur. Apa yang sebenarnya terjadi? Apa kah telah terjadi sesuatu? Aneh sekali benar-benar aneh... Kayla menarik gagang pintu kelas. Membuka pintu perlahan. Pertama yang masuk menjulurkan kepala terlebih dahulu, menengok ke berbagai arah. Kedua bola mata memutar ke sana kemari. Aman... gadis itu melangkahkan kaki kanannya. "Happy birthday, Kayla." teriak semua orang yang berada di kelas. Tina membawakan kue. Kayla hampir saja meniup lilinnya yang lain tersenyum, sampai membuatnya tersenyum bahagia dan terharu. Tina menjauhkan kue darinya. "Buat permintaan dulu dong." Kayla sedikit cemberut, sebelum membuat permintaan ia mencari sesuatu. Ke mana perginya lelaki itu? Sudahlah, jika dia hadir pasti akan memb
Sudah berapa lama ia berdiri di sini? Menikmati kesunyian dan kesendiriannya. "Sudah gue duga lo akan datang, kemari." Suara itu memecahkan kabut hitam disekeliling Kayla. Ia mengangkat wajah dan menoleh dengan cepat. Napasnya tercekat ketika mendapati Mexsi berdiri di sampingnya. Kayla terpana. Apakah ia sedang bermimpi? Mungkin saja. Mexsi menatapnya dengan mata yang lembut, tersenyum kepadanya sama seperti senyuman Morgan... sangat disukainya. Lalu Mexsi mengulurkan tangan kanannya dan membelai lembut kepala Kayla. Gadis itu bisa merasakan sentuhan tulusnya. Ternyata ini bukan mimpi. Mexsi sungguh ada di sampingnya, tersenyum kepadanya, berbicara kepadanya. "Lo tahu... gue hampir mati, jika gue gak segera menemukan lo?" ungkap Mexsi sambil menghembuskan napas. "Gue hampir kehabisan napas, karena lelah mencari." Begitu mendengar lelaki itu dan mendengar suaranya, mendadak saraf Kayla kembali bekerja. Berbagai sentuhan perasaan memban
Malam dipenuhi bintang. Terdapat bulan sabit di atas sana, indah sekali. Sungguh malam yang sangat sempurna, akan menyesal jika Kayla harus menolak ajakan Mexsi. Namun, dia yakin. Semakin dekat dengan Mexsi semakin merasakan perasaannya, perasaan yang dipendam terlalu dalam, hampir meluap keluar. Jam 19.00. Terdengar suara derem knalpot motor Mexsi yang berderu-deru. Seketika menghancurkan lamunan Kayla, menengok ke jendela. Mexsi sudah berada di depan pintu, sebelum mengetuk pintu. Pintu terbuka, terlihat gadis cantik memakai dres berwarna merah muda. Rambutnya terurai. Warna bibirnya sungguh menggoda, merah muda alami. "Ehem... " ibu Kayla mendehem. Keduanya terkejut menatap ibu Kayla. "Jadi, kamu berlama-lama di dalam kamar... ini alasannya. Merias diri karena akan pergi deng- "Sebelum ibunya membongkar dirinya yang berhias cukup lama, dan sebelum membuat kedu
Mexsi menelpon ke sekolah. Ia menunggu di sana, membeli kacamata hitam dan memakai topi. Tino merasa kehausan, meminta pada Mexsi. Merasa kasihan lelaki itu pergi mencari minum untuk Tino. Belum lama Mexsi pergi seorang gadis dari kejauhan berlari ke arah Tino. Tino terkesiap kaget, gadis itu berada dihadapannya. Kini pertanyaannya berubah bukan tentang Mexsi. Tetapi gadis yang menghampirinya diparkiran. Wajahnya benar-benar mirip dengan Kayla, tapi dia tahu betul gadis itu terbaring lemah di rumah sakit, kepala Tino bagai dihantam beton. "Where are you going?" tanya gadis itu. "I'm stupid and speechless indonesia," jawab Tino apa adanya. Sangat menjelaskan bahwa ia tidak bisa berbahasa asing. "Hahah... dari indonesia?" gadis itu sedikit tertawa. Hanya satu anggukan pelan. "Lo gak bilang bisa bahasa Indonesia, tapi bahasa inggris gue bagus kan?"
Satu bulan berlalu... berlarut dalam kesedihan, Mexsi berubah menjadi seperti dulu lagi. Diam, dingin, cuek dan pemarah. Tino akhirnya bertobat sebagai raja jail, Ino dan Tina turut bahagia tentang perubahan Tino tapi tidak dengan Mexsi. Jika ada yang mengganggu, amarah Mexsi meledak. Sampai Tino takut menyapanya, meski duduk bersebelahan lelaki itu seperti duduk sendirian. Mexsi pergi ke tempat yang pernah didatanginya bersama Kayla. Begitu banyak kenangan meski sedikit waktu yang diberikan, kenangan gadis itu akan selalu tetap tinggal di dalam hatinya. Mengambil air minum melamun, makan melamun, bahkan sedang bicara dengan ibunya tetap melamun. Ibunya hanya bisa mencoba memberi pengertian, namun putranya tidak berubah sama sekali. *** Pelajaran akan segera dimulai, Padil akan menutup pintu kelas tiba-tiba seseorang menahan pintu. Ia masuk ke dalam, pak Selamet melotot melihatnya. Si
Hari minggu. Bagi kebanyakan orang hari minggu adalah hari santai, istirahat dan bersenang-senang. Berbeda dengan Mexsi, jam empat sore. Ia sudah ada di sana, di Taman. Duduk di atas bangku taman. Tangan kanannya memegang foto. Foto tentang ia, kakanya dan juga Kayla. Lucu sekali, jika mereka berdua masih hidup pasti adik kaka itu akan saling merebutkan cinta gadis yang mereka sayangi. Takdir sudah menentukan jalannya sendiri, kini hanya mengikuti ke mana takdir itu akan membawanya. Jika Kayla datang ke sana setiap hari minggu. Berbeda dengan Mexsi. Setiap kali pulang sekolah, ia akan menyempatkan diri ke taman itu. Berharap dapat terus mengingat hari di mana kisah cintanya di mulai, sampai pergi tak pernah kembali. "Gue boleh duduk disamping lo?" tanya Will. Pertanyaan Will membuat Mexsi sedikit terkejut. Lelaki itu menoleh menatap Will sebentar mengangguk. "Gue gak pernah nyangka, g
Diusir, ditolak, dicacih, tak dihargai. Mexsi hanya bisa terima, gadis itu terus saja mengganggu pikirannya. Datang dan pergi sesuka hatinya, masker dan topi hitam yang ia kenakan sedikit membantu komunikasinya. Mexsi menunggu Keyla keluar dari sana, banyak nyamuk yang menyerang kulitnya ia tetap tak bergeming hanya terdiam menunggu di sana. Lama menunggu akhirnya gadis itu keluar. Ada yang aneh saat Gadis itu keluar dari tempat les. Tak ada semangat rambutnya tetap berantakan seperti biasanya. Beberapa kali Mexsi perhatikan, Keyla tampak ngantuk, cowok itu khawatir saat berjalan nanti terjadi sesuatu padanya. "Apa gue anter aja," kata Mexsi akan mengambil motor. "Tapi... dia akan menolak dan bilang gue bukan anak kecil." Bicara sendiri terpaksa Mexsi mengikutinya secara diam-diam. Gadis itu berjalan sempoyongan. Saat menyebrang matanya menyipit, mobil sedang melintas. Mexsi syok melihatnya, berlari menarik tubuh gadis itu ke pinggir jalan.
Senang sekali hari ini Keyla berhasil mengerjai Mexsi dengan mudahnya. Berbeda saat berada di Singapura, meski sudah meminta bantuan temannya di sana. Tetap tidak berhasil mengerjai Mexsi, tidak salah keputusannya tinggal di Indonesia lebih lama. Menjatuhkan dirinya ke atas kasur. Keyla tersenyum bahagia, melihat buku diary kakanya yang kemarin malam belum sempat dibaca. Membuatnya sedikit penasaran. Meraih buku itu, membaca lembar demi lembar. Sampai akhir pun di dalam buku itu, masih dirahasiakan cinta pertama dan kekasihnya yang sekarang. "Siapa? Jadi, kaka benar-benar pintar. Apa gue harus giat belajar ya, nanti lah gue pikir-pikir masalah belajar." ia merebahkan dirinya di atas kasur. *** Kelas segera dimulai. Tapi di mana Mexsi? Kenapa bangkunya masih kosong? Keyla mencari-cari lelaki itu dengan kedua bola matanya. Tina memperhatikan gadis itu, mulai menghalangi pandangan Keyla.