Keyla ingin segera melepaskan diri dari pelukannya. Namun ... "Akhirnya aku menemukanmu," kata Will sambil menangis.'Will!' Gadis itu tak tahan mengangkat kedua tangannya, ia membalas pelukan lelaki itu dengan sangat lembut. Perlahan Will menurunkan tangannya, Will menatap wajah Keyla. Ia memegang kedua pundak Keyla, sambil terus menatapnya. "Apa ada yang luka? Tidak, maksudku apa mereka berhasil melukaimu? Di mana? Sakit tidak? Apa perlu kita ke rumah sakit? Aku sangat mengkhawatirkanmu ...." Will masih terus bicara dan bertanya.'Sebegitu kah kamu mengkhawatirkanku Will?' Tes! Setetes air mata meluncur turun melewati kedua pipinya. Will yang menyadari hal itu langsung terdiam, lelaki itu menangkap kedua pipi Keyla dengan sangat lembut. Perlahan menghapus air matanya, Keyla juga melakukan hal yang sama dengan Will, ia tak pernah menyangka sebelumnya. Kalau Will akan sangat mengkhawatirkan dirinya seperti itu, Keyla juga tidak pernah menyangka bahwa Will tak membencinya. Karena menin
Pada akhirnya mereka berdua duduk kembali di bangku taman. Will berdiri dihadapan mereka berdua, dengan membawa beberapa cemilan ditangannya. Keyla dan Tino pasrah, mereka berdua hanya bisa menundukkan kepalanya. Keyla menduga kalau Will saat ini sedang marah pada mereka berdua, bagaimana tidak marah! Selama ini Keyla menyimpan segalanya rapat-rapat. Ia juga salah menilai tentang Tino, habisnya ia pikir Tino masih bermulut ember. Ternyata sulit dipercaya, Tino mulai berubah. Keyla menatap Tino sedikit lebih lama dengan tatapan sendu. Will yang memperhatikan ikut terenyuh saat gadis itu ingin menangis kembali, ia harus mencari cara menghentikan tangisnya. "Baiklah, aku akan mulai bertanya pada Tino," kata Will menghancurkan lamunan Keyla."Hah, kok gue duluan?" tanya Tino dengan wajah polosnya."Jika keberatan gue bakal bilang ke Ino kalau lo udah gak cinta lagi sama dia.""Lah, bisa gitu. Iya, iya, sok mau nanya apa." Tino dibuat pasrah oleh ancaman Will."Kapan terakhir kalinya lo t
Tino terus memperhatikan keduanya, ia kembali menyipitkan matanya. "Apa jangan-jangan kalian memang mempunyai rencana untuk menikah?" celetuk Tino bertanya kepada keduanya.Keyla menggertakkan giginya memandang ke arah Tino, dengan kedua mata tak bersahabat padanya. "Gue paham sekarang, kenapa Tina benci banget sama lo!" Jerit Keyla hampir persis seperti dulu. "Gue ikut benci sama lo, anak monyet ... " Tino hanya bisa menunggingkan gigi kuningnya, merasa tak punya dosa dan juga masalah. Hanya bisa nyengir, menatap Keyla yang sedang memarahinya dengan seribu satu bahasanya. Bukannya sadar diri akan kesalahannya, ia meneteskan air matanya. Saat itulah Keyla tak mau melanjutkan perkataannya lagi. Keyla jadi tak merasa enak hati melihatnya menangis. Keyla mendekat ke arahnya. "Tino, gue udah bicara keterlaluan ya? Gue gak maksud gitu ko.""Gue baik-baik aja kok Key. Gue cuma merasa bahagia saat lo, bisa ngomelin gue, teriakin gue kaya dulu lagi. Meskipun besar kemungkinannya jigong lo be
Apakah Keyla tidak salah dengar? Baru saja lelaki itu mengatakan apa? Tidak! Ini tidak mungkin. Tidak boleh terjadi. Ia bingung harus menjawab apa, lebih baik menolak saja. Ia benar! Menolak lebih baik. Daripada memberikan harapan palsu padanya. Karena ia bukan gadis yang mudah memainkan perasaan orang lain, demi kesenangannya semata. Yap! Keyla adalah gadis yang mempunya cukup pendirian penuh. Keyla menghela napas berat, mulai menatap kedua bola matanya memberanikan diri. "Maaf Wino, gue masih belum bisa mencintai siapa pun untuk saat ini. Gue harap lo lebih pengertian sedikit." Gadis itu langsung menundukkan kepalanya, terserah saja jika Wino ingin mengatainya atau apalah. Ini keputusannya, ini jalan hidupnya. Tidak ada yang bisa melarangnya untuk melakukan apa pun bukan? Wino menggebrak meja sambil tertawa, seketika Keyla mengangkat wajahnya. Semua orang yang berada di Cafe itu hanya bisa menatap lelaki itu, banyak yang berbisik dan mengatakan kalau lelaki itu sudah kehilangan aka
Keyla langsung berdiri. Ia ingin secepatnya pergi bersama Wino, jika memang jebakan biarkan saja. Lagi pula hidupnya sudah tak berarti jika tidak mengetahui apapun, tentang kematian kakak dan ayahnya sendiri. Ia tidak akan bisa tenang."Tenangkan dirimu," kata Wino melirik ke arah piring gadis itu."Makananmu juga belum habis, lebih baik habiskan.""Coba kau pikirkan ini baik-baik, apakah kau bisa tenang dan makan dengan lahap. Ketika akan mengetahui penyebab kematian orang terdekatmu?" entah mengapa tiba-tiba saja Keyla langsung terprovokasi. Bibirnya bergetar, napasnya sulit teratur.Padahal Wino hanya ingin menyampaikan apa yang dia ketahui selama ini. Jika saja Wino memberi tahu segalanya lebih awal, mungkinkah Keyla akan merasa tertolong dan jatuh hati padanya? Selama ini lelaki itu mengawasi pergerakannya. Setelah mengetahui segalanya tentang gadis itu, ia memutuskan untuk melindunginya, dengan cara berpacaran lalu menikahinya.Siapa sangka Wino malah jatuh hati sungguhan padanya.
"Hah!" Teriak Tino dan Keyla bersamaan. Kedua lelaki itu langsung mencari alasan, Will bangkit. "Aku mau mau ke toilet sebentar," kata Will, awalnya berjalan secara perlahan lalu langsung lari dari sana. "Rasa jus alpukat ini benar-benar manis," kata Wino mengangkat gelasnya. Tino dan Keyla saling bertatapan satu sama lain saling mengerjap-ngerjapkan matanya beberapa kali. Lalu memandang kembali ke arah Wino, dan Will pun telah kembali. Seketika tatapan kedua orang itu teralihkan pada lelaki yang baru saja dari toilet itu. "Kenapa kalian melihatku seperti itu?" tanya Will mencoba mengalihkan suasana agar tak semakin canggung. Tino dan Keyla hanya menggelengkan kepala. "Sudah aku katakan padamu, aku baik-baik saja kan?" kata Keyla tangan kanannya menyangga pipinya. "Meskipun begitu, kau harus tetap berhati-hati terhadapnya. Jangan sampai terhasut olehnya." Tino hanya diam menyimak sambil mengangguk-angguk, sedangkan Wino menatap Will dengan tatapan dingin. Wino mendekat memegang
"Tamu, siapa?" tanya ibu Keyla sambil berjalan ke arah mereka. "Eh!" "Eh?" ucap Keyla mengangkat alisnya menatap ibunya. "Eh, eh, eh, anu ... Haha." Tino malah membuatnya sebagai candaan. Bletak! Satu pukulan Keyla mengenai kepala Tino. 'Galak bener ya, makin sini Keyla makin mirip Tina.' Keyla kesal sekali dengan lelaki tak pernah diundang ke rumahnya itu, langsung muncul bagaikan jalangkung. "Dia siapa?" tanya ibunya memandang lelaki yang berada disamping putrinya. Keyla dan Will langsung mengangkat alisnya, bagaimana mungkin ibunya tak mengenali sahabat kakaknya dan juga teman dekatnya. "Hahah, bercanda kok. Wajah kalian lucu sekali." Tawa ibunya menatap Tino yang ikut tertawa. "Saya kira Tante lupa sama saya, maksud saya Mama," kata Will sambil menarik lalu mencium tangannya. Keyla langsung menatap Will, kedua pipinya memerah menahan malu. Ibunya menatap putrinya itu, gadis yang sangat beruntung, dikelilingi banyak lelaki tampan yang sangat baik. "Bolehkan Keyla?" tanya ibun
Rambut Keyla sedikit beterbangan tertiup angin pelan. Will mengusap-usap kepala Keyla, lelaki itu sangat merindukan saat-saat bertemu dengan Kayla. Tentu saja gadis itu tidak menyukainya. "Apaan sih Will, jangan diacak-acakin rambut gue," jerit Keyla tidak terima lalu melangkah mundur menjauhinya."Maaf, gue cuma kangen sama Kayla. Tiap kali kami bertemu, gue selalu memperlakukannya seperti ini." Will memperhatikannya langsung padanya."Stop Will! Aku gak suka, terlalu berlebihan tahu gak," jerit Keyla tidak terima diperlakukan hal yang sama dengan kakanya.Keyla mulai berpikir. Mungkin saja Will selama ini tidak menyukainya, mungkin saja yang lelaki itu sukai bukan dirinya. Akan tetap saudara kembarnya yang sudah tiada, seharusnya lelaki itu menjadi sahabat kakanya bukan? Lalu apakah dia telah jatuh hati pada kakanya sebelum bertemu dengannya.Jika memang benar seperti itu. Maka Will menganggapnya sebagai orang lain, dan rasa sayangnya juga hanya ditunjukkan untuk kakanya. Bukan unt