Share

5. SANG MALAIKAT

Reyhan yang seharian itu berada di Flat sempat meminta izin pada Jodie untuk mengajak Gibran bermain di luar. Tentu dengan syarat, Reyhan harus meninggalkan KTP, Paspor, Visa dan dompetnya pada Jodie. Sebab Jodie tidak bodoh untuk percaya begitu saja pada laki-laki asing yang baru dikenalnya.

"Iya kalau benar orang baik-baik, kalau nyatanya lo itu seorang penculik bagaimana?" Begitulah kiranya yang ada dipikiran Jodie saat itu.

Dan hal itu cukup membuat Reyhan tersinggung. Meski pada akhirnya dia menuruti juga persyaratan itu. Reyhan hanya kasihan pada Gibran. Sepertinya bocah itu ingin sekali main di luar.

Sekitar dua jam Reyhan mengajak Gibran bermain di luar, mereka kembali dengan setenteng mainan yang dibelikan Reyhan untuk bocah lelaki tampan itu.

Sekembalinya Reyhan bersama Gibran, Reyhan sempat menguping pembicaraan Jodie dan seorang wanita di dapur. Sepertinya wanita itu Luwi. Sementara Gibran langsung berlari ke kamar, dia senang sekali hari ini Reyhan mengajaknya berjalan-jalan keluar dan membelikannya mainan baru. Gibran pun asyik dengan mainannya di kamar tanpa menyadari bahwa Luwi sudah pulang.

"Astaga, Luwi! Gimana ceritanya lo bisa sampai begitu bodoh pinjam uang sebanyak itu dari Max? Padahal lo taukan, dia itu gila!" Jodie tampak panik. Sedari tadi dia terus berjalan mundar-mandir di dapur. Tak henti-hentinya menyesali kebodohan sahabatnya sendiri.

Luwi menangis. Dia terus tertunduk diam dalam duduknya. Sesungguhnya dia juga tidak menginginkan hal ini terjadi. Tapi keadaan yang memaksanya.

"Coba sekarang lo ceritain ke gue, gimana awalnya sampai semua ini bisa terjadi?"

"Lo ingetkan waktu gue sakit tipes? Gue dikeluarin dari kerjaan gue yang lama gara-gara terlalu lama nggak masuk. Sementara Gibran harus terus minum obat, semaleman dia nggak tidur karena mengeluh sakit, gue nggak tahan liatnya. Sementara mau minta bantuan lo, gue juga sungkan. Gue sadar kalo gue sama Gibran udah banyak ngerepotin lo selama ini. Jadilah gue datengin tetangga-tetangga sekitar sini, buat pinjam uang dan di saat yang sama ada seorang laki-laki tua yang menawarkan bantuannya ke gue, tanpa berpikir panjang gue langsung terima, saat itu yang ada di otak gue cuma Gibran. Gimana pun caranya Gibran harus cepat minum obat. Tanpa pernah terpikir kalau ternyata laki-laki tua itu orang suruhan Max! Kalau gue tahu dari awal, gue juga nggak akan menerimanya," tutur Luwi menjelaskan. Dia masih sesenggukan.

"Kita bener-bener berada dalam masalah besar sekarang! Darimana kita bisa dapetin uang sebanyak itu? Sementara gue cuma ngandelin uang kiriman dari Ayah tiri gue. Itu pun nggak jelas nominalnya." Jodie menyandarkan tubuhnya di dinding dapur. Menatap nanar ke arah Luwi.

"Udahlah. Semuanya salah gue. Gue yang akan bertanggung jawab. Lagipula, Max cuma mau gue bayar semuanya sama tubuh gue,"

Reyhan terperangah mendengar hal itu. Sepertinya masalah mereka benar-benar serius.

"Lo jangan ceroboh, Luwi! Max itu psikopat, dia bisa aja bunuh lo di ranjang! Lo tahu sendirikan udah berapa banyak wanita yang jadi korban Max? Dan pada akhirnya, mereka cuma punya dua pilihan, kalau nggak bunuh diri, rumah sakit jiwa menanti!"

Bahu Luwi merosot mendengar hal itu. Tapi mau lari kemana pun sekarang tidak akan bisa. Max itu orang yang memiliki pengaruh kuat di kota ini. Tak ada satu pun orang yang mau berurusan dengan Max. Dan saat kamu sudah berhasil masuk ke dalam perangkap liciknya, maka kamu hanya perlu menunggu saat Max akan benar-benar mendatangimu dan melakukan apapun yang dia inginkan terhadapmu. Bagaimanapun, yang namanya hutang itu harus dibayarkan?

Dan Max sudah melakukan segala cara halus untuk mendapatkan Luwi, kali ini caranya berhasil. Luwi sudah berada dalam genggamannya. Maka tak akan pernah dia membiarkannya untuk terlepas lagi.

Dua wanita itu masih terus memutar otak dan berpikir keras saat Reyhan tiba-tiba menghampiri mereka di dapur.

Luwi buru-buru menyeka air matanya.

Dia menoleh ke arah Reyhan yang kini berdiri di ambang pintu dapur. Reyhan juga menatapnya. Untuk sesaat pandangan mereka bertemu.

Entah mengapa, Reyhan merasa sangat sedih melihat keadaan Luwi. Wajahnya pucat dan terlihat lelah. Lingkaran hitam di matanya tampak samar. Mata itu terlihat agak sayu. Seperti orang yang kurang tidur. Meski, semua hal itu tidak mengurangi kecantikan wanita itu sedikit pun.

"Ini yang namanya Reyhan yang tadi sempet gue ceritain ke lo. Laki-laki yang katanya sih, Kakak lo dari Indonesia," Jodie kembali buka suara. Dia berjalan ke arah Reyhan. Reyhan reflek menjauh. Membuat Jodie bingung.

"Kenapa lo? Gue cuma mau lewat aja kok!" ucap Jodie geram. Laki-laki ini pengecut sekali! Pikir Jodie membatin.

"Gue tinggal ya, biar kalian bisa ngobrol berdua," Jodie pun pergi meninggalkan mereka berdua di dapur.

Reyhan memperkenalkan dirinya pada Luwi. Begitu pun sebaliknya.

Kini Reyhan dan Luwi memilih untuk bercakap di luar. Di teras lebih tepatnya. Banyak sekali yang ingin Reyhan tanyakan pada Luwi. Sama halnya dengan Luwi yang merasa begitu penasaran pada Reyhan. Padahal selama ini yang Luwi ketahui dia itu hanya seorang anak Tunggal. Ibunya sudah lama meninggal karena mengidap penyakit kanker rahim. Hal itulah yang menyebabkan Luwi tidak memiliki saudara kandung.

"Ayahmu, hmm... Maksud aku, Ayah kita, beliau yang menyuruhku datang kesini untuk menjemputmu," suara Reyhan terdengar ragu. Suasana terkesan canggung. Membuat Reyhan merasa tidak nyaman.

Bertemu dengan adik tiri di usia dewasa dan tahu bahwa ternyata adik tirimu itu memiliki rupa secantik bidadari, tentu hal itu akan membuatmu merasa kagum. Meski pada kenyataannya Reyhan masih sadar dan mampu untuk mengontrol perasaannya. Mereka hanya perlu sedikit waktu untuk bisa saling mengenal satu sama lain, maka rasa canggung ini pasti akan hilang dengan seiring waktu. Tentu saja begitu.

"Tapi selama ini, Ayah tidak pernah membahas tentang kamu padaku," Luwi pun sama. Dia merasa canggung berada berdekatan dengan laki-laki asing meski dia tahu laki-laki ini adalah Kakaknya, tapi tetap saja Luwi tidak bisa membohongi perasaannya. Dia malu berdekatan dengan Reyhan. Sebab Reyhan itu sangat tampan. Luwi sendiri sampai terheran-heran, kok bisa sih ada laki-laki semanis dia? Dan yang pasti Luwi merasa yakin dengan hatinya kalau laki-laki ini adalah orang yang baik.

"Ibuku adalah seorang penyanyi di klub malam di Jakarta, di sanalah Ayah mengenal ibuku. Hingga akhirnya ayah berhasil memikat hati ibuku dan menjadikannya Istri sirinya. Dan saat Ayah menikahi ibumu, ibuku tidak terima dan meminta cerai, dia sakit hati karena ayah tidak mau menikahinya secara hukum seperti ayah menikahi ibumu. Hingga akhirnya ibuku pergi melarikan diri dan kembali ke desa asalnya. Dia tinggal di sana bersama kakak laki-lakinya sampai aku dilahirkan. Dan di sanalah kemalangan demi kemalangan menimpa ibuku hingga akhirnya ibuku meninggalkan aku untuk selama-lamanya. Dan baru-baru ini aku memberanikan diri untuk kembali ke desa itu sampai akhirnya ada salah satu warga setempat yang mendapat amanah dari ayah. Ternyata selama ini dia berusaha mencari ibuku dan juga aku. Dan jadilah aku disini sekarang,"

Luwi pun mengerti sekarang. Tapi ada satu hal yang membuat Luwi jadi gagal paham, bukankah Ayahnya itu orang berpengaruh di Indonesia, kenapa dia justru meminta bantuan pada anak yang jelas-jelas sudah dia telantarkan? Mengapa dia tidak menyuruh orang lain dan membayarnya, ayahkan memiliki banyak uang? Dan juga kenapa baru sekarang setelah satu tahun dia kehilangan kontaknya dengan Luwi. Kemana saja sang Ayah selama ini? Luwi benar-benar tidak habis pikir.

Dan sebuah kalimat yang dilontarkan Reyhan setelahnya menjawab semua pertanyaannya itu.

"Ayah sedang di penjara karena sebuah kasus korupsi yang menjeratnya. Dia sudah tidak memiliki apapun lagi sekarang."

"Apa? Di penjara?" tanya Luwi kaget. Dia benar-benar tidak menyangka dan sama sekali tidak terpikirkan olehnya hal itu bisa terjadi menimpa sang ayah. Satu hal yang selalu menjadi alasan mengapa ayahnya melupakannya, itu karena ayahnya malu memiliki anak seperti Luwi. Hanya itu yang ada dipikiran Luwi. Tak ada yang lain.

Hal itu jelas membuatnya sangat terpukul. Luwi mulai menangis. Dia sangat sedih mendengar nasib ayahnya sekarang.

"Aku sendiri awalnya heran, mengapa bisa ayahmu sampai meminta pertolonganku, kenapa tidak meminta tolong pada saudara kalian saja, pamanmu, Tantemu, atau keluargamu yang lain, kenapa harus aku? Kenapa mereka semua itu seolah tidak memiliki hati nurani untuk menolong ayahmu yang sudah jelas membutuhkan pertolongan mereka?" Reyhan kembali bersuara.

Sementara Luwi sangat paham dengan hal itu.

"Ayahku adalah orang yang arogan, angkuh, sombong dan sok berkuasa. Itulah sebabnya banyak keluarga yang tidak menyukai kepribadiannya. Bahkan ayah itu tidak segan-segan mengeluarkan kata-kata kasar pada keluarganya sendiri. Mungkin itulah sebabnya di saat ayahku jatuh tak ada satu pun yang bersedia menolong,"

"Oke baiklah. Mengenai Ayah kupikir cukup sampai di sini kita membahasnya. Ada hal yang lebih penting yang ingin aku ketahui darimu, berapa usiamu sekarang?" tanya Reyhan kemudian.

"Hah? Umurku? Memangnya kenapa?" tanya Luwi, dia tidak mengerti kenapa tiba-tiba Reyhan mempertanyakan umurnya.

"Ya, jawab saja?"

"26 Tahun,"

Masih seumuran dengan Katrina. Ternyata dugaan Reyhan benar.

"Di usiamu yang baru 26 tahun, kamu sudah memiliki anak berusia 10 tahun? Umur berapa kamu hamil saat itu? 16 tahun? Benar begitu?"

"Aku masih kelas tiga SMP ketika aku hamil Gibran," jawab Luwi, kepalanya menunduk. Dia menelan salivanya sendiri. Berusaha menahan pikiran buruk masa lalu itu agar tidak kembali merasuki pikirannya.

Reyhan hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya. Haruskah dia percaya dengan hal ini? Sungguh luar biasa pergaulan anak-anak jaman sekarang.

"Karir Ayah sedang berada di puncak saat aku hamil. Itulah sebabnya ayah mengirimku kesini untuk menghilangkan jejak atas kehamilanku. Dia sangat malu. Dia menyuruhku untuk aborsi tapi aku tidak mau. Aku takut. Pasti rasanya sakit sekali. Belum lagi sesudahnya, aku searching di g****e, aborsi itu resikonya besar. Bisa mengancam nyawa. Makanya aku menolak perintah ayah. Itulah sebabnya ayah langsung membuangku ke sini, di negara asing ini."

"Dan kamu hanya sendirian selama ini?"

"Tidak mungkin aku hanya sendirian, mana bisa di usiaku yang baru 16 tahun aku harus mengurus diri sendiri, belum lagi setelah aku melahirkan Gibran. Aku tinggal di sini bersama seorang pembantu yang disewa ayah. Dan dia terpaksa aku berhentikan saat satu tahun yang lalu aku memutuskan untuk pulang ke indonesia bersama Gibran. Tapi sialnya aku malah kecopetan. Semua harta bendaku raib tanpa sisa. Jadilah aku dan Gibran gelandangan sampai aku kembali bertemu dengan Jodie. Dia tetanggaku di rumah sewaanku yang lama. Tapi sejak ibunya meninggal, dia pindah dari rumah ayah tirinya dan memutuskan tinggal sendiri di flat ini,"

"Lalu, bagaimana dengan laki-laki yang menghamilimu? Kenapa ayah tidak memintanya untuk bertanggung jawab?"

Luwi terkejut.

Pertanyaan itu seolah membawanya kembali pada kejadian masa lalunya yang selama ini sulit sekali dia lupakan. Saat seorang laki-laki yang dia pikir mencintainya justru hanya seorang laki-laki bajingan yang hanya memanfaatkan kepolosannya demi memuaskan nafsunya.

Tapi Luwi sadar, betapa pun jahatnya laki-laki itu, betapa pun kasarnya kata-kata yang telah dia ukir di hati Luwi, Luwi tetap mencintainya. Sangat-sangat mencintainya. Laki-laki itu adalah cinta pertamanya. Dan sampai saat ini, jauh di dalam lubuk hatinya yang terdalam Luwi dengan segala kebodohannya masih terus berharap cinta pertamanya itu bisa terbalas. Hingga kemudian menjadi pelabuhan terakhir dalam kisah hidupnya yang menyedihkan. Padahal jelas-jelas Luwi tahu, semua itu kini hanya menjadi mimpi baginya.

"Luwi? Kamu baik-baik saja?" Reyhan menangkap hal yang tidak wajar dari ekspresi wajah Luwi. Dan hal itu membuatnya cemas. Terlebih saat dia kembali mengingat bahwa Jodie pun sangat membenci laki-laki itu.

Luwi tersadar dan dia pun kembali melanjutkan ceritanya.

"Ayah tidak setuju jika memiliki menantu dari kalangan bawah. Itu sebabnya ayah sendiri yang memutuskan hubungan kami. Ayah terlalu sombong dan sok berkuasa, membuatnya lupa diri."

Satu titik air mata Luwi jatuh dan menetes di punggung tangannya. Melihat itu hati Reyhan tersentuh. Ingin dia memeluk wanita di sampingnya ini. Seperti dulu dia sering memeluk Almarhumah Anggia. 

"Seandainya saja saat itu aku tahu, kalau dia bersungguh-sungguh mencintaiku dan mau bertanggung jawab, aku rela meninggalkan ayah dan hidup bersamanya. Bahkan keluarganya juga sangat baik padaku. Tapi... Dia sendiri yang tidak menginginkan aku. Dia hanya berpura-pura mendekatiku untuk kemudian mengambil semuanya dariku. Dia mengancamku, kalau aku menolak dia akan memutuskan hubungannya denganku. Aku sangat bodohkan? Cinta sudah membuatku buta. Itulah sebabnya aku lebih memilih menuruti perintah ayah. Sangat tidak mungkin aku hidup bersama laki-laki yang jelas-jelas tidak mencintaiku. Bahkan di saat dia tahu aku tengah hamil anaknya, dia tetap tidak perduli. Dia justru menghinaku, dia bilang, aku tidak lebih dari wanita murahan di pinggir jalan. Bahkan dia mengatakan kalau aku tidak bisa membuatnya puas. Aku cuma wanita cengeng yang bodoh..."

"Sudah cukup!" Reyhan menarik tubuh Luwi ke dalam pelukannya. Dia tidak tahan lagi mendengar cerita itu.

"Tidak usah dilanjutkan Luwi. Semakin kamu menjelaskan yang ada aku semakin ingin membunuh laki-laki itu! Dia bukan manusia!" Reyhan merasakan dadanya yang tiba-tiba menjadi sesak. Hawa panas seketika menjalar di sekujur tubuhnya. Amarahnya kian memuncak.

Rasanya pasti sangat menyakitkan bagi seorang wanita ketika dirinya harus dihina oleh laki-laki yang dia cintai terlebih laki-laki itu juga yang telah merampas kehormatannya, secara paksa? Dan hanya laki-laki tidak bermoral yang bisa melakukan hal itu. Bahkan dia tidak pantas disebut sebagai laki-laki.

Luwi menangis dibalik dada Reyhan. Entah kenapa rasanya sangat nyaman. Luwi merasa memiliki seorang pelindung. Seorang malaikat penjaga. Luwi merasa beban hidupnya seolah berkurang. Apa ini jawaban atas doa-doa yang dia panjatkan selama ini?

Bahwa Allah SWT akan senantiasa bersama dengan orang-orang yang teraniaya.

Luwi melingkarkan tangannya di pinggang Reyhan. Dan Reyhan semakin mempererat pelukannya pada tubuh Luwi. Tangis wanita itu semakin merebak. Rasanya dia ingin menumpahkan semuanya malam ini. Beban hidup yang menumpuk. Serta segala kesulitan yang dia hadapi selama ini. Seorang diri.

Dan kini, Luwi bahagia. Dia memiliki seorang Kakak.

Bernama Reyhan.

Seorang malaikat penjaga yang telah Allah SWT kirim dari langit.

Untuknya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status