Share

7. WANITA TERHEBAT

"Hardin pelan-pelan masukinnya! Kalau kamu kasar begitu tidak akan masuk-masuk jadinya,

"Iya sabar, lubangnya kecil sekali,"

"Ayo cepat, nanti Yumna keburu bangun,"

"Sabar Trina! kamu sih enak main perintah-perintah, aku yang usaha dari tadi,"

"Makanya itu kacamatanya di pakai, biar kelihatan,"

Hardin mengambil kacamata minusnya dan mulai berkutat kembali dengan kegiatannya.

"Nahkan masuk juga," ucap Hardin lega. Dia memberikan benang dan jarum yang sudah dia tautkan kepada Katrina.

Katrina langsung mengambil alih barang-barang itu dari tangan suaminya dan mulai melanjutkan jahitannya.

Baju Yumna yang baru saja dia beli di toko baju kemarin ternyata sobek di bagian dalam. Katrina tidak sempat memeriksanya dulu pada saat membelinya sebab dia sedang terburu-buru saat itu. Jadilah kini dia sibuk berkutat dengan barang-barang itu sebelum Yumna bangun.

Yumna sedang demam jadi dia sedikit rewel. Kalau balita mungil itu sudah bangun, Katrina dijamin tidak akan bisa mengerjakan kegiatan apapun selain menggendong Yumna. Sebab jika tidak di gendong Yumna akan menangis terus menerus.

Yumna adalah anak almarhumah Anggia, adik Hardin yang meninggal setelah melahirkan. Sementara Yumna tidak memiliki Ayah karena dia adalah anak hasil perkosaan yang dialami Adik Hardin dahulu. Jadilah kini Katrina dan Hardin yang mengurus Yumna, meski kadang suka bergantian juga dengan Omah di Bandung.

"Aku sudah menyuruhmu untuk menyewa baby sitter dan pembantu rumah tangga supaya bisa membantumu menjaga Yumna dan mengurus rumah, tapi kamunya yang ngeyel tidak mau, ujung-ujungnya aku yang kena getahnya. Dikit-dikit Hardin, apa-apa Hardin, huhh.. Kapan aku bisa istirahat kalau begini? Belum lagi pekerjaanmu di malam hari. Kadang aku yang merasa bersalah jadinya, di satu sisi aku butuh, tapi di satu sisi aku kasihan melihatmu yang tertidur lebih cepat karena lelah. Pokoknya besok aku akan suruh Dimas untuk mencarikanmu baby sitter plus pembantu rumah tangga, supaya kamu tidak akan kelelahan lagi di malam hari kalau aku membutuhkanmu,"

Katrina mencibir. Hardin ini bisanya hanya mengeluh saja setiap hari. Padahalkan wajar saja jika seorang istri meminta bantuan suaminya untuk mengerjakan pekerjaan rumah. Dasar pemalas! Maki Katrina membatin.

"Ya terserah kamu sajalah. Akukan cuma tidak ingin kita hidup berlebihan. Aku ingin kita hidup yang sederhana-sederhana saja. Lagipula aku sudah terbiasa mengerjakan semua pekerjaan rumah sejak kecil, jadi aku tidak kaget lagi." balas Katrina membela diri.

"Tidak kaget bagaimana? Rumah sebesar ini akan sangat sulit mengurusnya jika tak memakai jasa pembantu rumah tangga. Sederhana sih sederhana, tapi kalau ujung-ujungnya aku juga yang harus mengerjakan perkerjaan-pekerjaan itu, lalu apa kata dunia? Seorang CEO Tampan dan Gagah yang kini menjadi pemilik Company Grup di Indonesia ketika di rumah harus mencuci pakaian, mengepel lantai, menyetrika, bahkan kadang aku juga yang memasak," Hardin menepuk jidatnya dengan satu tangan matanya mendelik ke atas. Heran dengan kelakuan istrinya yang bisa dibilang kelewat irit. Katrina seringkali bilang daripada uangnya di pakai untuk menyewa pembantu ada baiknya uang itu di pakai untuk bersedekah. Padahal jelas-jelas dia tahu Hardin sudah membangun tiga yayasan yatim piatu sebagai bekal tabungan mereka di akhirat nanti. Tapi tetap saja dia keras kepala. Membuatnya jengkel.

Katrina tertawa kecil. Tampang suaminya kalau sedang marah terlihat lucu.

"Oh ya, besok malam aku di undang ke pernikahan Dara, kamu harus ikut. Besok pagi Omah mau kesini, jadi besok kita bisa pergi tanpa harus mengajak Yumna. Kasihan diakan sedang sakit,"

"Dara Zakier Husain? Maksudmu?"

"Ya,"

"Enak dong reunian sama mantan,"

"Mantan dari hongkong! Pacaran juga nggak!"

"Hmm.. Pembohong!"

"Kenapa? Kamu cemburu?"

Katrina tertawa. "Untuk apa aku cemburu? Hatimukan sudah sepenuhnya milikku, jadi aku tidak takut kalaupun ada wanita cantik yang menggodamu. Karena aku percaya pada suamiku,"

"Yakin? Hati-hati kalau bicara, cemburu itu tidak enak loh,"

"Aku sudah lupa bagaimana rasanya cemburu," Katrina terkekeh.

Hardin beranjak dari sofa dan mendekat ke arah Katrina yang masih asyik menjahit.

"Kalau suatu hari nanti ada wanita lain yang membuatmu cemburu, katakan padaku, karena aku akan sangat berterima kasih pada wanita itu,"

"Maksudmu apa?"

"Ya, dengan begitu aku tahu bahwa istriku benar-benar mencintaiku,"

Katrina melengos. Sebelah tangannya menampik wajah Hardin yang mendekat ke wajahnya.

"Sudah kubilangkan aku tidak akan pernah cemburu pada wanita manapun yang mendekatimu. Karena aku tau, cintamu hanya untukku,"

Hardin menjadi gemas melihat tingkah Katrina. Dia langsung menubruk tubuh mungil itu hingga Katrina jatuh terlentang di atas karpet.

"Kenapa kamu begitu yakin?" bisik Hardin. Tubuhnya sudah berada di atas tubuh Katrina, bertumpu pada ke dua tangannya.

"Karena aku mencintaimu, simpelkan?"

"Kalau begitu buktikan sekarang," Hardin mencoba membuka pakaian Katrina.

"Hardin, jangan sekarang! Aku mau menyelesaikan jahitanku dulu,"

Hingga setelahnya Hardin malah menggelitiki pinggang Katrina membuat Katrina berteriak geli.

Pagi itu mereka awali dengan senda gurau yang terkesan romantis. Seperti hanya mereka berdua pemilik dunia ini.

Gamis Katrina terlihat sudah tersingkap ke atas. Memperlihatkan perutnya yang sedikit membuncit.

Hardin mencium perut itu dengan satu kecupan lembut. Katrina tersenyum geli.

Dan saat bibir mereka hendak bertaut, dering lansdcape telepon genggam Hardin berbunyi.

Ah sial!!!

Hardin melenguh tertahan, siapa orang iseng yang harus meneleponnya pagi-pagi begini. Tidak tahu apa orang sedang sibuk! Maki Hardin dalam hati.

Dan dia tidak menghiraukan telepon itu, Hardin malah berniat melanjutkan aktifitasnya bersama sang Istri. Membuat Katrina protes.

"Angkat dulu teleponnya, siapa tahu penting," ucap Katrina.

"Biarkan saja," Hardin mulai mencium leher Katrina.

"Hardin, lihat dulu siapa yang telepon, waktu kita masih panjangkan?"

"Ah! Oke! Oke! Akan aku angkat! Mengganggu saja!" Hardin mengeluh. Dia kesal. Sambil menggerutu dia berjalan ke arah sofa di ruang tamu tempat dimana dia menaruh benda pintar itu.

Dan saat dia tahu nama siapa yang tampil disana, Hardin pun langsung mengangkatnya. Rasa kesalnya tiba-tiba saja hilang.

Ternyata itu telepon dari Reyhan di London.

Suara diseberang terdengar mengucapkan salam.

Hardin menjawab salam itu.

"Waalaikum salam, what's up, Bro? Kemana aja lo baru hubungin gue sekarang? Betah lo disana?" cecar Hardin kemudian.

Suara di seberang terdengar tertawa.

"Alhamdulillah baik, lo sendiri gimana?"

"Baik juga, Alhamdulilah. Adik lo udah ketemu?"

"Udah nih. Untung sih cepet. Jadi kebetulan banget dia sekarang tinggal satu alamat sama temennya. Alamat temannya itu yang dikasih sama bokap gue waktu gue besuk dia di lapas,"

"Oh.. Ya baguslah kalau begitu. Terus kenapa sampe sekarang lo masih disana? Bawa pulanglah, kenalin sama gue. Adik lo kan, adik gue juga,"

"Dia masih ada beberapa urusan yang harus di selesaikan di sini, salah satunya hutang. Itu sebabnya gue telepon lo sekarang, gue butuh bantuan lo untuk meringankan beban adik gue atas hutang-hutangnya itu,"

"Bilang aja sama gue, lo butuh berapa, gue kirimin langsung hari ini juga," ucap Hardin yakin.

"Seratus juta, Bro," ucap Reyhan. Sebenarnya dia tak enak hati meminta bantuan pada Hardin, karena Reyhan bukan tipe orang yang suka berhutang budi pada siapapun. Tapi kali ini dia juga buntu. Dia sendiri tidak memiliki uang sebanyak itu ditabungannya sekarang. Sebab sudah terpakai untuk memenuhi kebutuhan hidupnya selama kurang lebih dua bulan belakangan di London. Biaya hidup disini cukup mahal, jelas hal itu sangat menguras tabungan Reyhan. Dia hanya berharap kali ini Hardin bersedia membantunya, sebab dia tahu nominal angka itu tidaklah seberapa bagi Hardin.

"Hah? Seratus juta?" Hardin cukup kaget mendengarnya. Katrina langsung menoleh ke arah suaminya.

"Oke, oke, gue pasti bantu. Tapi kalau angka segitu mungkin dua sampai tiga hari baru bisa sampai ke rekening lo, ditambah ini weekend, mungkin besok gue baru bisa suruh asisten gue, Dimas untuk ngurus semuanya, nggak apa-apakan?"

"Nggak apa-apa, Luwi masih dikasih kesempatan satu minggu sama rentenir itu."

Mendengar nama itu disebut entah mengapa perasaan Hardin mendadak tidak enak. Aneh bukan? Padahal hanya sebuah nama saja. Hardin benar-benar tidak habis pikir.

"Terima kasih banyak ya? Gue janji gue akan langsung ganti dengan potong gaji gue setiap bulan nanti untuk membayarnya,"

"Ah masih kaku aja lo sama gue. Uang segitu nggak seberapa, jadi santai aja. Berarti kalau nanti masalah adik lo itu udah selesai, lo langsung bawa dia pulang ke Indonesia?"

"Itu pasti. Nggak betah juga gue lama-lama disini. Oke deh, bro, sorry ya kalau pagi-pagi udah ganggu,"

"Nggak kok, lo nggak ganggu, santai aja," Hardin tertawa garing. Dia melirik ke arah Katrina, katrina mencibir.

Sambungan telepon itupun terputus.

"Itu tadi Kak Reyhan kan?" tanya Katrina. Dia baru saja selesai menjahit.

"Iya, dia pinjam uang untuk melunasi hutang adiknya pada rentenir di sana."

"Seratus juta?"

Hardin mengangguk. Dia kembali mendekati Katrina.

"Sudah selesai menjahitnya?" tanyanya kemudian. Tatapannya menggoda Katrina.

"Sudah, kenapa?" tanya Katrina pura-pura tidak mengerti. Padahal dia sudah paham diluar kepala maksud dibalik tatapan suaminya itu.

"Pakai tanya kenapa? Ya sekarang aku ingin menagih yang tadi kamu bilang,"

"Memangnya aku bilang apa?"

"Kamu bilang, bahwa kamu mencintaiku," Hardin langsung memboyong tubuh mungil istrinya di depan dada. Membuat katrina berteriak tertahan.

Hardin membawa Katrina masuk ke dalam kamar mereka.

Pagi itu mereka habiskan dengan senam ala sepasang suami istri yang sedang dimabuk cinta. Bahkan Hardin siap jika seharian weekend ini mereka habiskan di dalam kamar. Meski setelahnya hal itu tidak bisa terjadi sebab tangisan Yumna yang akhirnya membuat aktifitas ranjang mereka harus terhenti.

Hardin tersenyum di balik selimut yang menutupi tubuh telanjangnya sebagian, matanya sibuk menatap Katrina yang baru saja selesai berpakaian dan berlari keluar kamar untuk mengambil Yumna.

Tak ada satupun wanita sehebat dirimu...Trina. Aku akan pastikan, jika suatu hari nanti aku kembali membuatmu terluka, aku tidak akan pernah bisa memaafkan diriku sendiri. Kebahagiaanmu, kebahagiaanku juga...

Ucapnya membatin.

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Intan Fadiyah Rahayu
hoh luwi lebih lebih hebatttt
goodnovel comment avatar
Sarang Heyo
persepsiku luwi lebih hebat thor
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status