Share

8. MAX SI PSIKOPAT

London, Inggris.

Sebuah Restoran yang letaknya di Shaftesbury Avenue London itu terlihat ramai malam ini.

Letaknya yang sangat strategis yang berada di pinggir jalan raya membuat resto ini di lalui banyak kendaraan dan banyak orang yang berlalu lalang berjalan kaki di sekitarnya. Mungkin hampir ribuan orang setiap harinya yang melewati kawasan tersebut.

Menu yang di hidangkan antara lain mie goreng, satay, soto lamongan, kue dadar dan banyak lagi. Di buat dengan bumbu- bumbu asli indonesia tentunya.

Semua staffnya memakai baju batik, termasuk supervisornya. Saat pengunjung sedang menyantap makanan, supervisor atau managernya pasti akan datang menghampiri para pengunjung dan menanyakan review tentang makanan yang di sajikan. Apakah makanannya semuanya ok atau tidak. Seperti halnya di restoran-restoran bagus biasanya.

Dan hal itu yang kini tengah di lakukan oleh Mr.William selaku manager di restoran tersebut.

Dia melangkah ke sebuah meja paling ujung dimana seorang waitress baru saja mengantarkan menu makanan yang dipesan oleh salah satu pengunjung.

Mr.William tersenyum sumringah pada pengunjung yang dianggapnya spesial itu. Pantas hari ini restorannya ramai, ternyata salah satu orang terpandang di kota ini tengah sudi untuk mampir ke restorannya.

"Selamat malam tuan Max, senang sekali anda berkenan singgah di restoran kami. Bagaimana hidangannya? Apa sudah oke dan sesuai dengan selera anda?"

"Well, semuanya baik, tidak ada masalah." Max menyunggingkan senyum tipisnya. Matanya tak lepas menatap sosok waitress yang sedari tadi sibuk mundar-mandir mengantarkan menu makanan dan membersihkan meja.

"Jika ada kesalahan yang dilakukan oleh petugas-petugas kami, saya selaku manager di sini memohon maaf yang sebesar-besarnya." lanjut Mr.William senyumnya terus mengembang.

"Aku boleh minta sesuatu?" tanya Max kemudian.

"Ya, tentu saja tuan, dengan senang hati,"

"Aku mau booking tempat ini hingga tutup. Jadi tolong kosongkan tempat ini dalam setengah jam. Kalau tidak, akan kupastikan ijin usaha restoran ini dicabut terhitung mulai besok!"

"Ta-tapi tuan, saat ini kebetulan resto kami sangat ramai. Mungkin butuh waktu lebih dari setengah jam untuk mengosongkan tempat ini," Mr.William terlihat panik.

"Baiklah kalau kamu tidak bersedia. Aku akan hancurkan langsung restoran murahan milikmu ini!"

"Ja-jangan tuan. Baiklah saya akan langsung beritahu pada karyawan saya untuk berhenti menerima pesanan." Mr.William langsung memerintahkan seluruh karyawannya untuk menghentikan pengunjung yang akan masuk dan menghentikan penerimaan pesanan.

Dan semua karyawan itu harus bekerja keras untuk itu.

Luwi belum mengetahui keberadaan Max di restoran itu. Dia masih terus melanjutkan pekerjaannya dengan cepat. Padahal dia sudah sangat kelelahan. Mungkin karena ini hari weekend jadi pengunjung benar-benar membludak.

Luwi terlihat sempoyongan saat dia harus membawa senampan piring kotor dari sebuah meja yang baru saja dia bersihkan.

Kepalanya pusing, sampai dia tidak menyadari bahwa Max kini berada tepat di samping meja yang sedang dia bereskan.

"Kamu sakit, Luwi?"

Luwi tersentak. Hampir saja dia menjatuhkan piring dan gelas di nampan yang hendak dia bawa. Tubuh Max yang tinggi kini berdiri tepat di sampingnya. Bahkan sangat dekat. Membuat Luwi ketakutan.

"Max? Kamu disini?" ucapnya gemetaran.

"Aku sudah sejak tadi duduk disini. Tapi kamu terlihat sangat serius bekerja sampai tidak melihatku,"

"Maaf. Aku buru-buru. Pekerjaanku masih banyak." Luwi berjalan cepat meninggalkan Max. Perasaannya mendadak tidak enak. Bukankah waktu jatuh tempo hutangnya masih empat hari lagi? Untuk apa dia kesini? Tanya Luwi dalam hati. Sepertinya Luwi harus cepat-cepat menghubungi Reyhan sebelum apa-apa yang dia takuti benar-benar terjadi.

*****

Suasana resto terlihat tenang. Jauh berbeda dari sebelumnya. Semua jalur pintu masuk menuju Resto itupun sudah ditutup seluruhnya. Cahaya lampu yang sebelumnya terang benderang kini terlihat sedikit temaram. Menghadirkan kesan romantis. Belum lagi alunan musik endless love yang terdengar mengalun syahdu di telinga.

Max dengan senyum lebarnya tengah asyik menikmati wajah seorang wanita yang kini duduk dihadapannya. Meski wajah itu terlihat begitu ketakutan. Tapi Max seolah tidak merasakannya. Atau lebih tepatnya dia tidak perduli.

Di dalam ruangan besar itu kini Max dan Luwi hanya duduk berdua mengisi tempat paling tengah di dalam resto itu.

Beberapa macam hidangan dan aneka minuman telah tersedia memenuhi meja di hadapan mereka.

"Ayo makan, Luwi. Kamu pasti laparkan setelah seharian bekerja?" ucap Max. Suaranya terdengar lembut, tapi Luwi tetap ketakutan. Betapapun baiknya Max kepadanya, itu hanya bisa dia lakukan dihadapan orang lain atau di tempat-tempat umum. Tapi, di saat kamu sudah dia bawa ke dalam kamarnya, maka lihatlah, Max yang terlihat sangat baik dan lembut itu akan berubah menjadi sesosok monster mengerikan yang siap menerkammu. Bahkan dia tidak akan segan-segan menyiksamu secara brutal demi memenuhi hasrat seksualnya yang menyimpang itu. Meski Luwi belum pernah mengalaminya langsung, hanya mendengar selentingan-selentingan saja, tapi hal itu tidak mengurangi rasa ketakutan dalam dirinya. Terlebih trauma masa lalunya yang menjadi alasan utama bagi Luwi untuk tetap waspada terhadap Max.

"Terima kasih, Max. Tapi aku tidak lapar. Aku ingin pulang,"

Max Tersenyum. Dia berpindah posisi duduk, ke sebelah Luwi. Membuat Luwi menggeser bangku yang dia duduki, menjauh.

"Aku hanya ingin makan malam bersamamu. Sebelum jatuh tempo hutangmu, aku tidak akan menyentuhmu. Tenang saja."

"Tapi, Max. Mungkin besok aku akan membayar hutang-hutangku itu, kamu tidak perlu khawatir. Jadi, aku pikir masalah kamu akan membawaku ke rumahmu empat hari lagi, itu kita batalkan saja."

Reyhan sudah berbicara pada Luwi perihal perbantuannya untuk melunasi semua hutang-hutang Luwi jika sahabatnya di Jakarta sudah mentransfer uang itu ke rekening Reyhan. Dan hal itu membuat Luwi lega. Tapi malam ini, melihat kehadiran Max secara tiba-tiba justru membuat Luwi kembali cemas.

Perkataan Luwi jelas membuat Max sangat terkejut. Dia yakin betul bahwa Luwi tidak akan bisa melunasi hutang-hutang itu. Lalu, sekarang darimana dia mendapatkan uang sebanyak itu? Jelas hal ini tidak bisa dibiarkan. Max sudah sangat bersabar menanti hari itu, dimana dia bisa menikmati tubuh Luwi dengan leluasa. Dan jika kali ini harus gagal lagi, maka Max tidak akan segan-segan untuk melakukan cara kasar.

"Siapa orang yang sudah membantumu mencarikan uang?" tanya Max menyelidik. Suara lembutnya berubah seperti sebuah suara yang sedang mengintimidasi. Senyum di wajahnya hilang terganti dengan ekspresi sinis.

"Aku mencarinya sendiri. Tidak ada yang membantu," Luwi memiringkan tubuhnya ke samping, sebab tubuh Max yang perlahan mulai condong ke arahnya. Seolah ingin menerkamnya. Dan Luwi terpaksa berbohong. Dia tidak mau Reyhan ikut terlibat di dalam masalah ini.

"Mustahil! Kamu tidak mungkin bisa mendapatkan uang sebanyak itu dalam waktu cepatkan?"

"Aku serius, aku akan membayarnya besok. Percayalah,"

Max menggenggam ke dua bahu Luwi dengan ke dua tangannya. Dia menghadapkan tubuh Luwi ke arahnya.

"Aku tidak mengharapkan uangmu. Tapi dirimu, Luwi. Harusnya kamu tahu itu. Dan jika memang aku tidak bisa mendapatkanmu empat hari lagi, maka aku akan melakukannya sekarang!"

Luwi terhenyak melihat Max yang tiba-tiba berdiri.

"Kamu mau apa, Max?" tanya Luwi takut. Tapi belum sempat Luwi bisa menghindar, tangan Max sudah dengan cekatan menjambak rambutnya. Mata Luwi melotot dan dia langsung berteriak kesakitan saat Max menarik rambutnya dengan kasar hingga Luwi terjerembab di lantai dengan posisi tengkurap.

Luwi hendak bangun ketika sebuah kursi besi menghantam tubuhnya. Luwi mengerang kesakitan. Punggungnya sakit terkena hantaman benda keras itu. Tapi Luwi masih belum menyerah. Dia masih mencoba bangkit. Dia berusaha menarik taplak meja di atasnya dan berhasil, hingga seluruh benda-benda pecah belah di atas meja itu jatuh ke lantai dan menimbulkan suara yang cukup keras. Luwi berharap ada seseorang di dapur yang mendengar teriakannya. Tapi naas, seluruh karyawan sepertinya sudah di suruh pulang oleh Max. Luwi melihat arah belakang resto itu sudah gelap.

Max membalikkan tubuh Luwi hingga telentang. Lalu dia meninju wajah Luwi dengan keras hingga hidung Luwi mengeluarkan darah. Dan hal itu dia lakukan berulang-ulang sampai dia merasa puas.

"Malam ini kamu milikku, dasar jalang!" teriak Max. Laki-laki itu terlihat seperti orang yang kesetanan.

Max menyingkap rok yang dikenakan Luwi. Hingga paha mulus wanita itu terpampang jelas dihadapannya. Dia menyeringai jahat. Max hendak melucuti celana dalam Luwi ketika sebuah benda tumpul menghantam kepalanya dengan keras.

Luwi memukul kepala Max dengan sebuah botol minuman hingga botol itu pecah di kepala Max.

Laki-laki itu tersungkur ke lantai dengan darah yang mengucur dikepalanya. Dia mengerang kesakitan.

Dengan sisa tenaga yang dia miliki Luwi bangkit dan mulai berlari. Meski dia sempat terjatuh beberapa kali, akhirnya Luwi bisa keluar dari resto itu.

Dan dia berlari, lalu jatuh, tapi dia bangkit lagi. Luwi kembali berlari lagi dan jatuh lagi. Hingga akhirnya dia kelelahan.

Luwi menangis terisak sambil berjongkok di sebuah taman kota.

Kali ini dia sudah tidak kuat untuk bangkit lagi.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Intan Fadiyah Rahayu
semangat luwiii
goodnovel comment avatar
Sarang Heyo
poor luwi hikzzz
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status