Hari ini Hardin sengaja pulang lebih awal, karena besok adalah weekend, Hardin berniat untuk mengajak Katrina dan Yumna piknik keluarga. Rasanya sudah lama sekali mereka tidak pergi bersama-sama.
Hardin baru saja memasuki rumahnya di Podomoro ketika seorang anak laki-laki tiba-tiba berlari berhambur ke arahnya dari arah kolam renang. Diikuti oleh seorang perempuan yang mengendarai kursi roda di belakangnya.
"Ayo Mama, kejar Gibran." Teriak Gibran dengan sebuah pesawat tempur ditangannya. Langkah Gibran terhenti tepat di hadapan Hardin.
"Gibran? Kamu disini?" ucap Hardin kaget sekaligus senang. Dia membungkuk mengimbangi tubuh Gibran.
"Gibran jangan lari-larian terus,"
Ini hari kelima Reyhan di Jakarta. Dan sampai detik ini Reyhan belum juga menemukan cukup bukti kuat untuk membongkar kedok Dimas atas kelicikan yang dia perbuat.Bahkan semenjak kedatangan Reyhan disini Reyhan tidak menemukan sama sekali kekacauan apapun. Semua berjalan lancar dan normal tanpa halangan. Tak ada kendala, apalagi masalah yang serius. Reyhan sudah menanyakan kepada beberapa karyawan, tapi mereka semua bilang bahwa kemarin-kemarin memang sempat terjadi masalah tapi Pak Dimas sudah menyelesaikan semuanya.Dan anehnya sampai saat ini Kisya belum juga menunjukkan batang hidungnya di perusahaan. Bahkan setelah Reyhan mencoba menghubungi wanita itu, tapi tak pernah ada jawaban. Dan hal itu jadi membuat Reyhan justru berbalik curiga pada Kisya. Sebenarnya apa yang sudah terjadi disini? 
Hari ini Luwi dan Gibran sudah kembali ke kontrakannya di Cicadas.Hardin sendiri yang mengantar mereka. Meski Gibran sempat protes, karena dia merasa kerasan tinggal di Podomoro, sebab di sana sangat banyak mainan juga ada kolam renang. Gibran betah tinggal di sana meski kdia hanya bisa main di dalam pekarangan rumah itu, bagi Gibran itu sudah sangat membuatnya bahagia.Dan apa yang dirasakan Gibran justru berbanding terbalik dengan apa yang dirasakan Luwi.Sebenarnya sudah sejak dua hari yang lalu Luwi meminta ijin untuk pulang. Tapi, Katrina tidak juga mengijinkan mereka pergi dengan alasan Reyhan belum kembali ke Bandung. Dan untungnya semalam Reyhan menelepon akan pulang ke Bandung besok. Jadi Luwi cepat-cepat menjadikan kesempatan baik itu sebagai ala
Reyhan meninju keras dinding rumah sakit dengan kepalan tangannya. Menghadirkan sensasi nyeri yang tak tertahankan. Bahkan kini buku-buku jari itu terlihat lecet dan sedikit berdarah. Dia tidak tahu harus kemana lagi meluapkan emosinya saat ini. Dia sungguh frustasi. Dia sudah mendengar semua percakapan antara Luwi dan Hardin di halaman kontrakan tadi. Tapi sampai detik ini, baik Luwi maupun Hardin sendiri tidak ada yang mau berkomentar apalagi menjawab dengan jujur pertanyaan-pertanyaan yang Reyhan ajukan pada mereka. Itulah sebabnya Reyhan melampiaskan amarahnya pada dinding-dinding rumah sakit itu. Dia kecewa pada Luwi yang masih saja tidak mau berterus terang dan berkata jujur padanya, pada Kakaknya sendiri. Dan justru seolah menutupi s
Jodie keluar dari pintu lift. Dia mencari ruang rawat inap dengan nomor 005. Tapi seorang laki-laki di ujung lorong rumah sakit itu yang sedang duduk tepekur seorang diri justru lebih menarik perhatiannya."Puaskan lo sekarang?" ucap Jodie sinis. Dia berdiri tepat di hadapan laki-laki itu sambil melipat ke dua tangannya di depan dada.Hardin mendongakkan kepalanya. Menatap tanpa ekspresi ke arah wanita bernama Jodie dihadapannya. Tangisnya sudah reda sejak tadi. Jejak-jejak air matanya masih terlihat samar di balik wajahnya. Bahkan kelopak matanyapun masih terlihat berkaca-kaca."Satu bulan yang lalu, Luwi yang harus bertaruh nyawa demi seorang pecundang yang bisanya cuma bersembunyi dari kesalahannya sendiri. Dan hari ini, Gibran yang harus jadi korban ata
Suasana di rumah itu kian mencekam sejak kedatangan Hardin, Katrina serta Omah dan Opah. Tepatnya setelah mereka menceritakan maksud kedatangan mereka ke sana. Yaitu, ingin membicarakan tentang rencana pernikahan Hardin dan Luwi.Semua orang di sana terkaget-kaget mendengarnya terkecuali Nini yang memang sudah sejak awal mengetahui masa lalu Hardin.Kak Zaenab berhambur ke sisi Katrina. Dia mengelus-elus bahu Katrina yang sedari tadi hanya tertunduk dalam diam.Opah baru saja selesai dengan ceritanya. Namun sampai sepuluh menit setelah Opah selesai bicara, tak ada satupun yang terlihat berminat untuk menanggapi. Hingga akhirnya Nini selaku yang paling dituakan disana merasa wajib untuk menengahi."Kalau memang renc
Tanggal pernikahan sudah ditetapkan. Tinggal satu hal yang perlu Luwi lakukan besok, yaitu meminta restu dari sang Ayah di Lapas. Sebelumnya Luwi sudah menelepon sang Ayah dan Hadi sudah merestui, tapi Omah dan Opah bilang kalau Hardin wajib datang langsung untuk menyampaikan niat baiknya pada calon mertuanya itu. Dan Hardin baru ada waktu besok untuk berangkat ke Jakarta.Entah mengapa, sampai saat ini, hati Luwi justru masih dilema. Dia jadi merasa seperti seorang pelakor. Wanita perusak rumah tangga orang. Wanita yang sangat tidak tahu diri. Wanita bodoh. Wanita cengeng.Meski ada satu titik di dalam hati kecilnya yang tak menampik perasaan bahagia, namun tetap saja itu tidak merubah perasaan bersalahnya pada Katrina. Wanita itu sangat baik, rasanya tidak sampai hati Luwi tega menjadi orang ketiga di tengah-tengah kebah
Sebelumnya, pihak keluarga sudah meminta izin pada pihak lapas untuk meminta Bapak Wibowohadi agar bisa menghadiri prosesi akad nikah anaknya di Bandung, tapi ternyata hal itu tidak disetujui oleh pihak Lapas Cipinang.Maka jadilah, Ijab Kabul Hardin dan Luwi dilaksanakan di Mushola Lapas Cipinang.Meski terkesan sederhana, namun kecantikan Luwi dalam balutan busana kebaya pengantinnya tak mampu terelakkan.Bersanding dengan Hardin dihadapan penghulu, pasangan pengantin itu sukses mencuri perhatian para penghuni lapas.Mushola lapas yang memang ukurannya tidak terlalu besar tampak sesak oleh para keluarga inti yang ikut mengantar, di antaranya Omah dan Opah Hardin, Katrina, Reyhan, Gibran da
Tak ada yang namanya resepsi pernikahan atau acara kumpul keluarga bersama di Podomoro. Semuanya selesai begitu saja saat prosesi ijab kabulpun selesai. Hardin sendiri yang meminta supaya acara pernikahannya dengan Luwi tanpa harus resepsi. Dia tidak ingin hal itu menimbulkan buah bibir di media terlebih dia ingin menjaga perasaan Katrina.Bahkan kalau bisa Katrina dan Luwi tidak usah tinggal satu rumah. Tapi permintaan itu di bantah mentah-mentah oleh Omah dan Opah. Mereka sudah sangat paham dengan sifat Hardin diluar kepala, jika hal itu sampai dituruti yang ada akan membuat Luwi semakin terasingkan. Hardin itu umurnya saja yang dewasa tapi pikirannya tak lebih dari anak kecil. Yang ada dia tidak akan menengok Luwi sama sekali jika Katrina dan Luwi harus tinggal di rumah yang berbeda. Dan hal itu jelas akan semakin menyulitkan Luwi sendiri. Jadilah Opah dan Omah tetap menyuruh Luwi tinggal di podomoro bersama-sama dengan K