Gempa hebat yang terjadi semalam, ternyata tidak saja terjadi di Lembah Obat, tapi hampir terjadi diseluruh alam jagat raya ini, hingga keesokan harinya terjadi kegegeran dan kegemparan diseluruh alam jagat raya ini karena terjadinya gempa bumi yang sama sekali tidak diduga dan tidak diraba kedatangannya. Seketika saja berita tentang gempa bumi hebat itu menjadi bahan pembicaraan dimana-mana, berbagai persepsi diutarakan oleh setiap orang, tapi yang mana yang benar, tidak ada seorangpun yang dapat menjamin kebenaran akan hal itu.
Tapi sebagian tokoh-tokoh yang sudah mumpuni, gempa hebat yang terjadi semalam bukanlah gempa biasa, melainkan suatu pertanda besar yang akan terjadi di alam jagat raya ini. Tapi merekapun masih tetap bertanya-tanya tentang hal itu. Tidak ada seorangpun yang dapat merabanya secara pasti. Bagi beberapa yang tahupun hanya menyimpannya menjadi rahasia dirinya sendiri.
Oleh karena pristiwa besar yang mengundang seribu macam pertanyaan dan praduga, para tokoh-tokoh aliran putih sepakat untuk mengadakan pertemuan guna membahas peristiwa menggegerkan itu, dan sebagai pimpinan yang dipercaya oleh-oleh tokoh-tokoh aliran putih dunia persilatan, tiga datuk memutuskan agar mengadakan pertemuan di Bukit Langit, tempat kediaman Datuk Langit.
Dan seperti yang telah disepakati bersama, maka pertemuan di Bukit Langit kali ini dihadiri oleh begitu banyak pendekar dari berbagai tempat, karena sebagian dari mereka tentu saja ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi dibalik gempa besar yang terjadi beberapa waktu yang lalu.
Tidak sedikit para pendekar yang memiliki nama-nama yang sudah cukup terkenal dan termasyur dirimba persilatan ikut menghadiri pertemuan tersebut, dan tiga datuk sebagai tuan rumah tentu saja menyambut semua tamu mereka dengan sangat terhormat. Hingga kini keadaan di Bukit Langit berubah menjadi ajang pertemuan antara tokoh-tokoh aliran putih.
Dan kini diatas Bukit Langit, tepatnya disebuah padang rumput yang luas, terlihat jejeran para pendekar-pendekar aliran putih yang duduk teratur, sementara yang berada paling depan, adalah tiga sosok kakek-kakek yang mengenakan pakaian hampir sama antara satu dengan yang lainnya, ketiganya tampak mengenakan pakaian tebal yang menutupi sekujur tubuh mereka, dikepala ketiganya tampak sebuah topi panjang dan tinggi, penampilan dan perawakan mereka hampir saja sama persis, hanya warna pakaian mereka saja yang tampak berbeda. Yang berada disebelah kiri adalah sosok seorang kakek yang mengenakan pakaian berwarna merah, diantara tiga datuk dia dikenal dengan sebutan Datuk Api, sedangkan yang berada paling kanan, adalah sosok seorang kakek yang mengenakan pakaian berwarna kecoklatan, diantara tiga datuk, kakek ini dikenal dengan sebutan Datuk Angin, sedangkan yang berada paling tengah adalah sosok kakek yang wajahnya begitu menampilkan karisma dan wibawanya sebagai pimpinan tiga datuk, dia mengenakan pakaian berwarna putih bersih, diantara tiga datuk dia menyandang nama sebagai Datuk Langit. Pimpinan dari tiga datuk.
Suasana di atas Bukit Langit terdengar riuh, semua pendekar tampak sibuk dengan pembicaraannya masing-masing, tiga datuk terlihat saling pandang satu sama lain, dan terlihat Datuk Api dan Datuk Angin menganggukkan kepalanya memberikan tanda kepada Datuk Langit yang juga terlihat mengangguk.
Datuk Langit terlihat berdiri, Datuk Api dan Datuk Anginpun ikut angkat berdiri. Melihat ketiga datuk berdiri, keriuhan suara ditempat itu seketika berhenti, suasana menjadi hening, semua perhatian terlihat tertuju kearah ketiga datuk. Datuk Langit terlihat mengangkat tangannya.
“Saudara-saudaraku satu golongan......sebagaimana kita ketahui bersama, pertemuan yang kita adakan kali ini ditempat ini adalah untuk membahas tentang pristiwa yang terjadi beberapa waktu yang lalu, yaitu gempa dengan kekuatan yang amat besar yang telah menggoncang bukan saja ditanah jawa ini, tapi juga hampir merata diseluruh alam jagat raya ini, dan tentu hal ini bukanlah hal yang biasa terjadi....... oleh karna itulah pertemuan ini akan membahas mengenai masalah tersebut, mungkin ada kiranya saudara-saudara yang dapat sedikit memberikan gambaran tentang arti dari peristiwa besar tersebut kepada kita semua........”. ucap Datuk Langit lagi sejenak menghentikan ucapannya, perhatiannya kini tampak terarah pada sosok-sosok yang berdiri dihadapannya, bukan hanya Datuk Langit yang melakukan hal itu, tapi semua para pendekar ikut melakukan hal yang sama, semuanya saling memandang satu sama lain untuk mengetahui siapa diantara mereka yang dapat memberikan sedikit gambaran tentang pristiwa tersebut, tapi setelah cukup lama dinanti, tidak ada seorangpun yang memberikan tanggapan atas ucapan Datuk Langit, sebenarnya saat ini dihati setiap para pendekar memiliki jawaban masing-masing atas ungkapan Datuk Langit tadi, tapi tentu saja mereka tidak berani mengungkapkannya karena hal itu barulah dugaan mereka saja, kalau saja mereka mengatakannya tanpa memberikan alasan yang tepat, tentu hal ini akan sangat mempermalukan mereka.
Cukup lama, tidak ada yang membuka suara mengenai hal itu, hingga akhirnya ketiga datuk terlihat menarik napas panjang, akankah pertemuan kali ini tidak akan menghasilkan apapun. “Tunggu.....!!”. tiba-tiba saja sebuah suara terdengar diiringinya dengan berkelebatnya satu sosok bayangan melesat dan turun tepat ditengah-tengah mereka. Semua mata kini langsung tertuju kearah sosok yang kini telah berada ditengah-tengah mereka, rupanya sosok tersebut adalah sosok seorang kakek yang berpakaian putih, tapi bukan hal itu yang aneh pada sosok kakek yang satu ini, wajahnya terlihat begitu memerah, sementara ditangannya tampak sebuah bumbung tuak yang sesekali dituangkannya kedalam mulutnya, dapat dipastikan kalau merahnya wajah sikakek tentu karena minuman tuak yang ada ditangannya, rambutnya terlihat memutih, padahal wajahnya masih belum begitu tua, kedua matanya terlihat seperti orang yang tengah mengantuk, bahkan gaya berdirinya saja seperti orang yang mau jatuh. A
Matahari masih bersinar dengan teriknya siang itu, sinarnya yang panas menyengat seakan ingin membakar semua apa yang ada diatas permukaan bumi ini, hingga tak heran banyak orang lebih memilih untuk tetap berada didalam rumah mereka karena mereka tak tahan akan panasnya sinar matahari pada siang itu. Diantara teriknya terpaan sinar sang surya, sebuah lembah terlihat berdiri dengan suburnya, sejauh mata memandang, pohon-pohon berbagai jenis dan ragam tumbuh dengan suburnya dilembah tersebut, dari jenis yang mudah ditemui hingga sampai jenis yang amat langka sekalipun ada dilembah itu, hingga tak heran orang-orang dunia persilatan memberikan nama Lembah Obat kepada lembah tersebut, tapi keberadaan Lembah Obat ini hanya segelintir orang saja yang mengetahuinya. Sehingga bisa terbilang sangat jarang ada orang yang dapat mencapai tempat itu. Siang itu, dua sosok tubuh tampak berjalan menaiki Lembah Obat, keduanya adalah dua sosok kakek-kakek yang mengenakan serba putih, g
“Benua, kedatanganku kemari bersama Datuk Langit adalah karena......”. “Aku sudah tahu maksud kedatangan kalian semua, kalian pasti ingin menanyakan tentang pertanda gempa besar yang terjadi beberapa waktu yang lalu.......” “Benar, kedatangan kami memang ingin menanyakan tentang hal itu Peramal 5 Benua......”. ucap Datuk Langit lagi “Ah, jangan terlalu berbasa basi seperti itu datuk, panggil saja namaku seperti yang lainnya.......” “Weleh....weleh, kau memang hebat Benua, tak heran namamu sebagai Peramal 5 Benua tidak diragukan lagi......”. “Bujul buneng, sudah-sudah, sekarang katakan pada kami Benua, apa sebenarnya arti pertanda dari gempa besar itu, aku sudah tidak sabar untuk mendengarnya......”. “Memang gempa besar yang terjadi beberapa waktu yang lalu bukan kejadian biasa, tapi nanti saja aku akan menjelaskannya pada kalian, karena kita masih akan kedatangan seorang tamu lagi.....”. ucap Benua lagi hingga membuat semua yang ada di
“Mengejutkan apa !! cepat katakan Benua, jangan membuatku penasaran.......”. ucap Sigila Tuak lagi cepat dengan tidak sabar. “Dia mengatakan tentang sesuatu yang mungkin sebagian dari kita pernah mendengarnya, tapi kita menganggap hal itu hanyalah sebuah cerita kosong belaka, bahkan aku sendiri pernah mengaggap kalau cerita itu juga hanyalah isapan jempol belaka, tapi ucapannya membuatku tersadar kalau apa yang selama ini kudengar itu bukanlah omong kosong.......”. ucap Benua lagi. “Bujul buneng, kau semakin membuat kami bingung Benua, cepat jangan berbelit-belit......”. ucap si Raja Cebol lagi cepat. Peramal 5 Benua hanya tampak menarik napas panjang seraya memandangi raut-raut wajah yang ada dihadapannya yang sepertinya sudah tidak sabar untuk mendengar ceritanya. “Legenda tentang kelahiran Raja Dunia Kegelapan, Pangeran Iblis........”. ucap Benua lagi. Ucapan itu cukup membuat semua tokoh-tokoh persilatan yang ada ditempat itu menjadi saling pandang satu s
Hari demi hari terus berjalan, minggu berganti bulan, bulan berganti tahun dan tanpa terasa waktu terus bergulir tanpa ada yang mampu mencegahnya. Kehidupan diatas muka bumi terus berjalan sebagaimana biasanya. Masing-masing orang bergelut dengan kegiatan dan aktivitasnya masing-masing, seakan-akan ingin berlomba-lomba dengan kecepatan sang waktu. Pulau Jawa adalah sebuah pulau yang terkenal akan kesuburan tanahnya, kemakmuran kehidupan rakyatnya, hingga tak heran pulau ini menjadi begitu banyak incaran kaum-keum penjajah dimasa yang akan datang. Pada masa itu ada banyak kerajaan besar dan kerajaan kecil yang berdiri ditanah jawa, bahkan tidak jarang kerajaan-kerajaan kecil menjadi incaran dan jajahan kerajaan-kerajaan besar, tapi begitulah keadaan yang terjadi saat itu, siapa yang kuat dialah yang berkuasa. Salah satu kerajaan yang saat ini tengah berkembang dengan pesat, bukan saja karena kemakmuran dan kekayaan alamnya, tapi juga karena kekuatan angkatan perang ya
Lima Tahun berlalu tanpa terasa, kehidupan terus berjalan seperti biasanya. Sementara itu kerajaan Karang Sewu semakin tumbuh dan berkembang menjadi sebuah kerajaan yang kuat dan sangat dihormati oleh kerajaan-kerajaan lainnya. Dan hari ini merupakan hari yang paling membahagiakan bagi orang-orang kerajaan Karang Sewu, karena tepat pada hari ini merupakan hari lahirnya kerajaan Karang Sewu ditanah jawa, sehingga tak heran pada hari ini Gusti Prabu Karang Sewu memerintahkan untuk merayakan hari itu dengan pesta yang meriah. Perayaan seperti ini memang telah biasa dilakukan oleh Gusti Prabu Karang Sewu setiap tahunnya dalam rangka memperingati kelahiran kerajaan Karang Sewu ditanah jawa hingga besar seperti saat ini. Sebagaimana pada tahun-tahun sebelumnya, pada tahun inipun dalam rangka perayaan tersebut akan diadakan pertandingan adu ilmu kanuragan bagi para putra-putra petinggi kerajaan Karang Sewu. Dan dalam adu pertandingan ilmu kanuragan inipun boleh disaksikan o
“Hidup Raden Bintang.....hidup.....!!”. tiba-tiba saja riuh suara penonton mendukung Bintang untuk menerima tantangan Raden Santang, Bintang mengedarkan pandangannya kearah para penonton yang terus memberikan dukungan padanya. Sesaat Bintang kembali mengalihkan pandangannya kearah Raden Santang yang masih berdiri angkuh diatas panggung arena, dukungan para penonton kepada Bintang tentu saja semakin membuat panas hati Raden Santang. Memang selama ini Raden Santang sangat dikenal keangkuhan dan kesombongannya terhadap para penduduk kota raja, berbeda sekali dengan Raden Bintang putra Gusti Patih Setyo Pinangan yang selalu tidak pandang derajat dalam berteman. Keriuhan para penonton kian terdengar saat melihat Bintang akhirnya menaiki panggung arena tersebut, ditempatnya Raden Santang terlihat tersenyum sinis. “Akan kupermalukan kau dihadapan Gusti Prabu hari ini Bintang.......”. batin Raden Santang lagi. Akhirnya keriuhan tersebut berubah hening, saat k
Matahari sudah terlihat mulai condong ke ufuk barat, sinarnya terlihat mulai redup, mega-mega merah mulai menghiasi cakrawala, bahkan dari arah selatan, terlihat serombongan burung yang tengah terbang bergerombol pulang kembali kesarangnya. Sementara itu dirumah Gusti Patih Setyo Pinangan. “Kau memang hebat putraku, kau memang hebat.....”. ucap seorang laki-laki berparas penuh wibawa yang tak lain adalah Gusti Patih Setyo Pinangan kepada seorang pemuda yang masih berusia belia sekitar 15 tahunan yang tak lain adalah Bintang adanya. “Benar, tapi kau juga harus berhati-hati anakku, Patih Ranang pasti tidak akan senang atas kekalahan putranya tadi siang......”. ucap seorang wanita anggun yang tak lain adalah istri Gusti Patih Setyo Pinangan. “Ah, tidak apa-apa dinda, kalau Patih Ranang berani macam-macam, dia akan berhadapan denganku......”. “Ah, kanda.......jangan bicara begitu.....”. “Bunda hanya mengingatkan, berhati-hatilah......”