“Apa maksud kakek, aku adalah Titisan Putra Bintang itu ?”. ucap Bintang lagi mencoba menyimpulkan apa yang telah didengarnya. Kakek Benua tidak menjawabnya, tapi kepalanya terlihat mengangguk.
Bintang semakin terkejut dan tak percaya melihat hal itu, ditatapnya kakeknya kakek Baruna, lalu pamannya paman Randu, lalu kemudian romonya, Setyo Pinangan dan terakhir ibundanya yang terlihat hanya tertunduk.
“Inilah rahasia besar yang ingin romo sampaikan padamu Bintang kau memang bukan putra kandung kami, aku menemukanmu saat aku menemani gusti prabu Karang Sewu berburu dihutan cadas putih dan sejak saat itulah aku dan istriku mengangkatmu sebagai anak kami.”. ucap Setyo Pinangan lagi akhirnya mengeluarkan ucapan itu, dan Bintang sendiri bagaikan mendengar suara petir yang amat keras dihadapannya. Dan Bintang semakin terkejut saat melihat tiba-tiba saja ibundanya berdiri dan berlari, dari kejauhan terdengar isak tangisnya.
“Kau harus bisa menerima kenyataan ini Bin
“Aa...apa.....apa yang kau rasakan Bintang?”. ucap paman Randu ikut cemas. “Paman...aku merasakan tubuhku panas, panas sekali”. ucap Bintang lagi terlihat mencoba bertahan walau dengan tubuh menggigil dan wajah Bintang terlihat berubah pucat sepucat mayat. Tapi walaupun begitu Bintang mencoba tetap bertahan agar kesadarannya tetap utuh, dan terlihat Bintang memejamkan kedua matanya untuk menghilangkan rasa pusing dikepalanya, tapi untunglah siksaan itu tidak terjadi begitu lama, perlahan tapi pasti Bintang dapat merasakan ada satu hawa dingin dan menyejukkan yang mengaliri sekujur tubuhnya dan rasa panas yang tadi begitu mendera sekujur tubuhnya kini secara perlahan mulai sirna tertindih hawa dingin tersebut. “Bagaimana sekarang Bintang.?”. ucap kakek Benua lagi. “Rasa panas itu mulai hilang kek”. Ucap Bintang lagi setelah membuka kembali kedua matanya. “Tidak salah lagi, kau memang Titisan Putra Bintang itu Bintang, tidak salah lagi”. ucap kakek Benu
Semilir angin berhembus dengan lembut dipuncak Lembah Obat, dari puncak lembah dapat terlihat satu pemandangan hijau yang ada dikaki lembah, dimana terlihat jejeran pohon-pohon yang tumbuh dengan subur ditempat itu, berbagai macam ragam tumbuh-tumbuhan hidup dengan subur di Lembah itu. Sore itu didepan sebuah gubuk tua di puncak Lembah Obat terlihat Bintang tengah duduk berhadapan dengan kakek Benua, sosok seorang kakek bertubuh kurus renta dengan pakaian yang begitu sederhana sebuah tongkat usang terlihat dipangkuannya, dikepalanya tampak sebuah batok kelapa kering yang entah sudah seberapa lama berada diatas kepalanya, wajahnya tampak begitu lusuh, rambutnyapun sudah terlihat memutih semua. “Bintang, sebagaimana kau ketahui keberadaanku dikenal dirimba persilatan bukan karena tingginya kesaktian yang kumiliki, tapi orang-orang lebih mengenalku sebagai seorang peramal jitu dan seorang tabib pengobatan oleh karena itulah aku mungkin hanya akan menurunkan sedikit ilmu
Beberapa bulan sudah Bintang berada di Lembah Obat, berbagai pengetahuan tentang ilmu pengobatan dan sedikit ilmu kanuragan telah diberikan oleh kakek Benua pada Bintang. Pagi itu di Lembah Obat. Matahari baru saja menampakkan dirinya di ufuk timur, sinarnya terasa begitu hangat dikulit, rona-rona kuning keemasan terlihat memancar keluar menerangi hampir seluruh mayapada yang maha luas ini. “Hyattt! hiyyatttt...”. tapi kesunyian pagi itu terpecahkan oleh sebuah teriakan-teriakan nyaring yang berasal dari puncak Lembah Obat, dan bila kita melihat lebih dekat, ternyata suara-suara riuh itu berasal dari mulut seorang pemuda berparas tampan, tubuhnya yang tidak mengenakan pakaian tampak terlihat jelas begitu bidang dan kekar karena sudah terlatih sejak kecil, tubuh kekar itu terlihat sudah bersimbah keringat yang membanjiri sekujur tubuhnya, sepertinya pemuda ini telah berlatih cukup lama. Rambutnya yang cukup panjang terlihat dibiarkannya diterpa angin, sepasang m
“Dan yang kedua bernama Raja Iblis Rembulan selain memiliki kesaktian yang amat tinggi, kedua-duanya juga merupakan sahabat karib satu sama lain, bersama mereka melanglang buana menebar keangkara murkaan ditanah jawa ini, tidak ada yang sanggup untuk menandingi kesaktian keduanya, bahkan semua tokoh-tokoh aliran putih yang dulunya mempersatukan kekuatan dibawah pimpinan 5 datuk bersepakat untuk mengakhiri kekejaman dan kekejian yang dilakukan oleh Raja Iblis Gunung Merapi dan Raja Iblis Rembulan, tapi sayang dalam pertarungan terbesar yang pernah terjadi ditanah jawa itu, tokoh-tokoh aliran putih berhasil dikalahkan oleh tokoh-tokoh aliran hitam yang berada dibawah kendali kedua tokoh tersebut, bahkan dalam pertempuran besar itu, 2 dari pimpinan 5 datuk tewas, Datuk Bumi dan Datuk Air sehingga kini nama 5 datuk telah berubah menjadi 3 datuk, di saat-saat yang genting itu pulalah Sesepuh Raja Penidur muncul, dan itu merupakan kemunculannya pertama kali kedunia persilatan hingga banya
“Orang yang baru saja kau sebutkan tadi adalah ayahku, namaku Bujang Sakti”. ucap lelaki gemuk itu lagi. “Oh, sungguh suatu kehormatan bagi saya bertemu dengan putra Sesepuh Raja Penidur.” “Kau tidak perlu bersikap seperti itu, panggil saja namaku Bujang.”. “Ayah memang mengatakan kalau hari ini kami akan kedatangan seorang tamu agung dan kurasa orang itu adalah kisanak, kalau boleh aku tahu siapa nama kisanak ?” “namaku Bintang”. “Apakah kisanak murid kakek Benua ?” “Benar” “Ada satu syarat yang harus kisanak penuhi untuk menemui ayahku”. “Syarat, syarat apa itu.?” “Kisanak harus bisa mengalahkanku, dan jika kisanak bisa baru kuizinkan untuk menemui ayahku, bagaimana?!”. “Hem.... baiklah”. ucap Bintang lagi setuju, bagaimanapun ini adalah kesempatan yang sangat langka bagi Bintang bisa bertarung langsung dengan putra Sesepuh Raja Penidur. “Ayo jangan sungkan keluarkan seluruh kemampuanmu untuk m
“Kau hebat kisanak, biasanya tidak yang mampu berdiri bila sudah terkena Pukulan Pemecah Karangku itu”. ucap Bujang tiba-tiba saja berucap dan mengacungkan jempolnya kearah Bintang. “Pp.....Pukulan Pemecah Karang, rupanya gerakannya menahan seranganku tadi memang bukan gerakan sembarangan, tapi merupakan Pukulan Pemecah Karang, hebat, sangat hebat sekali”. batin Bintang lagi. “Sebaiknya kau sembuhkan luka dalammu dulu kisanak, besok saja kita lanjutkan pertarungan kita.”. ucap Bujang lagi dengan seenaknya seraya berbalik dan ingin melangkah pergi. “Tunggu!!”. Ucapan Bintang terlihat menahan gerakannya. Sosok Bujang terlihat berbalik. “Ayo kita lanjutkan kembali”. “Jangan memaksakan diri kisanak, besok saja kita lanjutkan pertarungan kita ini.”. “Tidak, aku belum kalah, ayo kita lanjutkan.” “Kalau kau memaksa baiklah, jangan salahkan aku kalau sekarat ditempat ini.”. ucap Bujang Sakti lagi. “Ja
“Apakah tidak berhasil juga”. batin Bintang menatap kearah sosok Bujang Sakti yang masih berdiri tegar ditempatnya. “Ayo serang aku lagi, apakah hanya itu serangan yang kau andal....” ucapan Bujang Sakti tiba-tiba saja terhenti, raut wajahnya tiba-tiba saja berubah, dan ; “Bruukkk”. tubuhnya yang besar dan gemuk tiba-tiba saja terjatuh ditempatnya, hal ini bukan saja mengejutkan Bujang Sakti sendiri, bahkan Bintang sendiri ikut terperanjat melihat hal itu. “Berhasil!!”. batin Bintang gembira melihat sosok Bujang Sakti tampak tersimpuh tak berdaya ditempatnya. “Kenapa dengan tubuhku, aku merasakan tubuhku seakan tak bertenaga”. ucap Bujang Sakti pada dirinya sendiri. “Kau telah terkena jurus Totokan 5 Benuaku Bujang”. ucap Bintang lagi saat sudah berada didekat tubuh Bujang Sakti, dan terlihat Bintang memijit beberapa bagian ditubuh Bujang Sakti, beberapa saat kemudian Bujang dapat merasakan tenaga didalam tubuhnya mulai kembali seperti semula
Pada hari hari ke 15, Bujang Sakti datang seperti biasanya membawakan makanan, setiap siang selama setiap hari, Bujang selalu datang membawakan buah-buahan kepada Bintang untuk dimakan. “Bagaimana, apakah sudah ada perkembangan?”. ucap Bujang lagi disela-sela kegiatan makannya. Bintang hanya terlihat menggelengkan kepalanya seraya ikut memakan buah-buahan yang dibawa oleh Bujang. “Sabar, ini baru hari ke-15, aku saja memerlukan waktu paling cepat 3 bulan baru bisa mendengarkannya”. “Apa....!! 3 bulan”. ucap Bintang dengan suara terkejut, Bujang Sakti hanya terlihat tersenyum mendengar keterkejutan Bintang. “Yah, 3 bulan, itupun belum sempurna betul, sebenarnya saat itu aku sangat putus asa.....dan hampir-hampir saja aku tidak kuasa untuk melanjutkannya, tapi ayah terus mendorong semangatku, ayah bilang bila aku bisa menguasai dengan sempurna aji Tatar Netra itu, aku akan menjadi pendekar yang tiada tandingannya didunia persilatan ini...”. uca