“Fuuhhh...”. terdengar helaan nafas panjang dari bibir pemuda yang tengah berendam dikolam kecil itu, dari sikap duduknya, jelas pemuda itu tengah melakukan tapa brata, entah sudah seberapa lama hal itu dilakukannya, yang jelas ke-4 orang yang tengah menunggunya terlihat sudah tidak sabar. Ke-4 sosok itu tak lain adalah Kakek Benua, Kakek Sigila Tuak, Bintang dan Satria. Tak seberapa lama kemudian terlihat sang pemuda sudah mulai membuka kembali kedua matanya.
Kini pemuda itu dapat melihat dengan jelas bagaimana ke-4 sosok yang tengah berdiri dihadapannya dan juga saat itu tengah menatap kearahnya.
“Bagaimana keadaanmu sekarang Rama. ?”. kakek Benua angkat bicara terlebih dahulu seraya mendekati sosok pemuda yang disebut kakek Benua dengan sebutan Rama.
“Sudah cukup baikan kek, terima kasih”. ucap pemuda itu lagi berusaha tersenyum walau dengan agak dipaksakan.
“Jangan berterima kasih padaku Rama, aku dan ayahmu sudah bersahabat saja lama, jadi untuk
Beberapa hari kemudian, keadaan Rama Anggada semakin membaik, luka diwajah dan disekujur tubuhnya sudah mulai sembuh, dan tenaganyapun sudah mulai pulih, semua ini tentu berkat perawatan Satria yang secara telaten dan teliti mengobati Satria siang dan malam. Dan pagi itu dia dapat bernafas dengan lega bahkan sudah bisa mengenakan pakaiannya kembali, hari itu bersama-sama mereka sarapan pagi, Rama sudah bisa mengenali siapa-siapa yang ada bersamanya, terlebih Bintang, karena selama beberapa hari ini Bintanglah yang selalu menemaninya bicara dan membangkitkan kembali semangatnya untuk tetap bertahan hidup. Nama besar Bintang tentu sudah sering didengarnya, tapi selama beberapa hari ini bersama Bintang, Rama baru mengetahui kalau Bintang bukan saja seorang pendekar yang memiliki nama besar, tapi juga sangat bersikap dewasa dan banyak memberikan petuah-petuah yang sangat mendukung semangat hidupnya kembali, hal inilah yang membuat Rama Anggada begitu amat menghormati Bintang.
Setelah memesan makanannya, Bintang kembali mengedarkan pandangannya kearah rombongan para pengemis yang kebetulan duduk tak jauh dari tempat duduknya dan Bintang berusaha mempertajam pendengarannya tapi sayang riuhnya suara yang ada didalam warung itu membuat Bintang tidak dapat mendengar dengan jelas apa yang tengah dibicarakan oleh rombongan para pengemis itu, hingga tak lama kemudian pesanan Bintangpun akhirnya datang. Sebelum sempat menikmati hidangan yang dipesannya, tiba-tiba saja pandangan Bintang dapat melihat sosok lelaki tua yang tadi diketahuinya sebagai pemilik perahu baru saja memasuki warung tersebut dan sekali lagi sangat disayangkan keadaan warung itu sudah penuh oleh pengunjung hingga tidak ada lagi tempat kosong. “Aduh ki londot, semua tempat sudah penuh. ?”. ucap sang aki pemilik warung lagi terlihat menyambut kedatangannya. “Ah, tidak apa-apa ki lanut, aku senang melihat kemajuan warungmu sekarang..” “Bagaimana dengan usaha perahu penyebe
“Lalu apakah gusti Patih Suwandaru masih berada di istana kerajaan Bintan ?”. “Oh tidak den, gusti Patih Suwandaru sekarang sudah membuka sebuah perguruan silat yang bernama Perguruan Tongkat Dewa yang berada didesa Jetayu diutara dan kira-kira 1 ½ hari perjalanan dari Kerajaan Bintan.”. ucap ki Lanut lagi sehingga membuat Bintang mengangguk-anggukkan wajahnya. “Ya sudah kalau begitu den, kita bisa berangkat sekarang”. ucap ki Lanut lagi, dan Bintangpun menganggukkan kepalanya. Tak seberapa lama setelah Bintang dan ki Lanut beranjak meninggalkan warung itu, tiga sosok tubuh yang berada dibalik sebuah tirai bambu terlihat ikut bangkit berdiri dan setelah membayar pesanannya diapun ikut melangkah keluar. Tak perlu menunggu lama, perahu ki Lanut sudah tampak berisi penuh oleh penduduk lokal maupun orang-orang persilatan yang ikut menyeberang ke pulau Bintan. Maka perjalanan itupun dilakukan. *** Kotaraja Bintan ternyata cuk
“Kau beruntung kali ini bocah”. ucap sang centeng lagi seraya pergi meninggalkan tempat itu dengan cepat, sepeninggalan kedua centeng itu Bintang segera memeriksa keadaan anak kecil itu dan Bintang dapat menarik napas lega saat mengetahui kalau anak kecil itu hanya menderita luka luar saja hingga membuatnya tak sadarkan diri. Kini kita tinggalkan Bintang sebentar yang tengah mengurus bocah kecil tersebut, kita ikuti langkah kedua centeng yang dengan wajah senyum-senyum setelah mendapatkan rezeki yang begitu amat tidak disangka-sangkanya itu. Tak seberapa jauh dari tempat mereka meninggalkan bocah kecil bersama pemuda yang tak mereka kenal itu, tiba-tiba ; “Sebaiknya kalian kembalikan uang yang bukan menjadi hak milik kalian itu.”. sebuah suara terlihat langsung menghentikan langkah kedua centeng ini. Sejenak kedua centeng ini terlihat memandangi keadaan disekeliling mereka untuk mencari asal suara tersebut, tapi tetap saja tak ditemukan sosok yang tengah mere
Malam kembali menyelimuti alam, diangkasa, rembulan dan beberapa buah bintang tampak masih menemani sang malam dengan setia, kesunyian begitu terasa bila malam datang menjelang, hanya sesekali suara jangkrik dan binatang-binatang malam lainnya yang terdengar menggema dibeberapa tempat. Nyala api unggun terlihat menyala terang didalam sebuah hutan, didekatnya tampak seorang bocah kecil yang terlihat asyik memandangi sebuah ayam yang terpanggang tepat diatas api unggun yang ada dihadapannya, beberapa kali terlihat sang bocah meneguk air liurnya sendiri membayangkan betapa lezatnya ayam panggang yang ada dihadapannya itu, rasanya sudah tidak lagi dia ingin segera mencicipinya, matanya tak pernah lepas dari ayam panggang yang ada dihadapannya. “Bersabarlah Nandung, sebentar lagi juga matang”. ucap seorang pemuda yang sejak tadi tersenyum memperhatikan bocah kecil yang disebutnya dengan panggilan Nandung itu. “Masih lama ya kang”. ucap bocah yang bernama Nandung i
“Siapa kang, tidak ada siapa-siapa.”. ucap Nandung lagi heran. Bintang hanya tersenyum seraya bangkit dan berjalan beberapa langkah kedepan. “Maaf, jika andika mau ikut bergabung dengan kami mari bergabung disini, kebetulan makanan kami terlalu banyak berlebih untuk kami berdua.”. ucap Bintang lagi sedikit keras hingga suara Bintang cukup menggema dikegelapan malam itu. Nandung ikut berdiri disebelah Bintang seraya menatap kearah pohon yang kini dituju oleh Bintang, tetap tidak ada seorangpun disana. “Siapa sih kang. ?”. ucap Nandung terlihat penasaran, tapi tiba-tiba saja raut wajah bocah ini berubah saat sesosok tubuh yang muncul keluar dari balik batang pohon besar itu, Nandung mencoba menyipitkan pandangannya untuk melihat lebih jelas karena malam cukup gelap saat itu untuk melihat dengan jelas. Akhirnya sosok berpakaian kuning itu terlihat berjalan mendekati sosok Bintang dan Nandung hingga akhirnya sosok itu tiba juga dihadapan Bintang dan Nandu
“Setahuku di kota raja ada sayembara adu kanuragan, kenapa andika tidak ke kota raja saja untuk melihatnya”. ucap sang gadis lagi. “Mungkin alasanku sama seperti dengan nisanak.”. ucap Bintang hingga mengejutkan sang gadis. “Maksud andika. ?”. “Ya, nisanak sendiri kenapa ada disini, bukankah seharusnya nisanak juga berada di kota raja”. jawab Bintang lagi hingga membuat sang gadis terdiam, apa yang diucapkan Bintang memang benar adanya. “Sebenarnya aku tengah mencari seseorang di pulau Bintan ini. ?”. ucap Bintang cepat saat melihat sang gadis terlihat terpojok dengan ucapannya tadi. “Seseorang, siapa ? mungkin aku mengenalnya ?”. ucap sang gadis cepat. Bintang terlihat terdiam, sebenarnya Bintang ragu untuk mengatakannya, karena Bintang sendiri belum tahu dan bagaimana keadaan orang-orang dipulau Bintan ini. “Aku dengar di kerajaan Bintan memilih seorang patih agul yang sangat terkenal kesaktiannya, dan dia telah mengundurkan diri dan
“Oh ya satu hal lagi, apakah aki tahu dimana letak Perguruan Tongkat Dewa. ?”. tanya Bintang lagi, pertanyaan Bintang kontak membuat wajah siaki berubah, bahkan Nandung ikut terkejut mendengar ucapan Bintang. Sementara si aki pemilik warung terlihat menatap Bintang dengan tatapan seksama. “Raden mencari siapa di Perguruan Tongkat Dewa. ?”. tanya siaki lagi, dari pertanyaannya jelas tersirat kecurigaan kepada Bintang. “Oh saya hanya ingin mencari Gusti Patih Suwandaru dan ingin menjadi muridnya ki”. jawab Bintang cepat untuk membuang kecurigaan. “Oh, kalau begitu baiklah, Perguruan Tongkat Dewa berada disebelah selatan dari desa ini den, raden jalan lurus saja, nanti raden akan bertemu dengan sebuah bangunan besar yang ada tulisan “PERGURUAN TONGKAT DEWA”, nah itulah tempatnya”. ucap aki pemilik warung lagi. “Kalau begitu terima kasih ki”. jawab Bintang lagis seraya memberikan sesuatu kegenggaman tangan sang aki dan betapa terkejutnya siaki pemilik war