“Larasati”. terdengar sosok itu bergumam menyebutkan satu nama, dan kemudian terlihat tangannya meraih sesuatu dari tangannya yang ternyata sebuah gelang akar yang berbentuk melingkar.
“Mudah-mudahan dia masih mengingat gelang ini”. ucap sosok itu lagi
“Wuuuttt”. sosok sang gadis yang tengah duduk menikmati indahnya sinar rembulan malam itu terlihat terperanjat saat tiba-tiba saja sebuah benda jatuh tepat dipangkuannya. Sejenak gadis itu memperhatikan benda tersebut lalu kemudian pandangannya terlihat mencari-cari sesuatu diantara kegelapan malam.
Cukup lama dia terlihat mencari-cari sesuatu, tapi tak ditemukan seorangpun yang ada ditempat itu selain dirinya, setelah menyadari kalau tidak ada siapapun ditempat itu, gadis itu terlihat kembali menatap benda yang kini sudah ada ditangannya. Sebuah gelang akar yang berbentuk melingkar. Keningnya berkerut dengan tatapan penuh arti. “Gelang ini...”. ucapnya lagi sesaat, dia coba mengingat benda itu dibenaknya, kare
Pagi sudah datang menjelang, sinar mentaripun sudah memancarkan sinarnya yang mengahangatkan tubuh sejak dari tadi. Semburat cahaya kuning keemasan sudah terlihat memancar menyeruak di ufuk timur. Saat itu dirumah patih Suryadana. Beberapa orang tengah duduk seperti tengah membicarakan sesuatu hal yang penting. Mereka diantaranya adalah patih Suryadana sebagai tuang rumah, patih Ronggo, senopati Suryatama putra dari patih Suryadana dan senopati Jakabaya putra angkat dari patih Ronggo. Selain mereka juga ada Bintang dan Paman Randu. “Maaf kalau malam tadi saya pulang duluan kang. Keadaan di kotaraja ramai sekali malam tadi”. ucap Bintang lagi mengemukakan alasannya kepada Suryatama yang menanyakan kehilangan dirinya tadi malam sewaktu kejadian dipasar tersebut. “Tidak apa-apa Bintang” “Saat ini keadaan dikotaja semakin ramai saja, banyak pendekar-pendekar dari berbagai golongan yang datang. Tampaknya kali ini pembukaan senopati agul akan berlangsung sengit“. U
Matahari sudah mulai menapak puncaknya, sinarnya mulai terasa hangat menerpa kulit. Air tampak mengalir dengan tenang ditepian sebuah sungai. Sebatang pohon yang tumbang ditepian sungai terlihat membentang, tapi bukan itu yang menarik pemandangan yang ada ditempat itu, melainkan sesosok tubuh yang tampak tengah berdiri bersandar pada pohon tumbang itu. Sosok itu tampak mengenakan sebuah kerudung dikepalanya, hanya matanya saja yang terlihat menyemburat diantara kerudungnya. Sosok itu tampak mengenakan pakaian yang lumayan mewah yang sebagian dirinya tertutup oleh kerudung panjang yang dikenakannya, dari bentuk tubuhnya dapat dipastikan kalau sosok itu adalah seorang wanita. Ini dapat terlihat dari bentuk tubuhnya yang ramping ideal. Begitu tinggi semampai. Bahkan ujung rambutnya yang panjangpun terlihat sedikit menjuntai diantara balik kerudungnya. Sesekali sosok berkerudung ini terlihat mengedarkan pandangannya kearah sekelilingnya, seolah-olah tengah mencari-cari sesuatu.
Malam kembali datang menerpa kegelaman alam. Sang rembulapun sudah kembali menampakkan dirinya. Memberikan sinarnya yang lembut ke alam mayapada. Bintang-Bintangpun tampak berpijar menemani sang bulan diperaduannya. Keindahan malam itupun terlihat begitu dinikmati sepasang muda-mudi yang tengah dimabuk asmara yang melepas hasrat ditepian sebuah danau kecil yang ada ditepian sebuah hutan yang berada disebelah utara kotaraja. Seekor kuda tampak tertambat tak jauh dari keduanya, seakan menjadi saksi cinta keduanya. Ini jelas terlihat dari keadaan keduanya, dimana sosok gadis muda belia berwajah cantik nan jelita tampak bersandar manja pada sosok pemuda yang ada disebelahnya, sesekali terlihat keduanya saling melumat mesra dan memeluk erat diantara keduanya. Melihat keduanya, tentu kita dapat mengenalinya, mereka tak lain dan tak bukan adalah Bintang dan Larasati adanya. Setelah seberapa lama. “Kang. Apakah kakang benar-benar sayang dan cinta sama Laras?”
Kemeriahan di kerajaan karang terus berlanjut, dari penobatan gusti pangeran linuhsewu menjadi gusti prabu karang sewu yang baru sampai sayembara calon senopati agul yang baru dikerajaan karang sewu yang baru. Hari ini, panas terik ternyata tidak menghalangi puluhan bahkan ratusan masyarakat karang sewu yang berkumpul di pekarangan istana, dimana ditengah–tengah kerumunan itu terdapat sebuah panggung arena besar. Di atas arena terlihat dua orang lelaki muda yang tengah menguji ilmu silatnya untuk mendapatkan gelar senopati agul kerajaan karang sewu. Sesekali terdengar sorakan dari para penduduk kotaraja saat salah satu jagoan mereka berhasil menang. Sementara itu dikursi kebesaran, duduk para pejabat dan pembesar Istana Karang sewu, termasuk Bintang yang duduk disebelah patih Ronggo. Bintang tampak mengedarkan pandangannya kearah sekelilingnya, tapi tak dapat dilihatnya sosok Larasati diantaranya, sejenak Bintang mengalihk
“Bangunlah Bintang” “Ada apa gerangan gusti prabu memanggil hamba ?” Gusti Prabu terlihat menatap kearah para pembesar yang ada disekitarnya. “Begini Bintang, 4 hari kedepan, aku ingin kau dan raden Santang mengadu ilmu kanuragan di arena sayembara”. ucap gusti prabu lagi, dan kontan saja wajah Bintang berubah mendengar hal itu. “Ampunkan hamba gusti, tapi... tapi hamba kemari bukan untuk mengikuti sayembara senopati agul gusti” “Yah... aku tahu itu Bintang, anggaplah ini sebagai hadiahmu kepadaku, bagaimana ??” Sejenak Bintang menatap kearah sekelilingnya, dimana saat itu para pembesar juga terlihat ikut menatapnya dengan penuh arti. Bintang terdiam tapi terus berpikir. “Begini saja Bintang, jika kau menang dalam pertarungan itu, maka aku akan memulihkan nama baik romomu di kerajaan karang sewu ini, bagaimana ?”. ucap gusti prabu lagi dengan mantap, dan lagi-lagi wajah Bintang berubah. “Baiklah gusti prabu”. U
Malam menyelimuti kegelapan malam, sang rembulan tampak bersinar redup malam itu, Bintang-Bintangpun tak banyak menampakkan dirinya malam itu. Angin berhembus kencang seakan semakin menambah suramnya malam itu. Sementara itu dipinggiran kotaraja karang sewu, tak banyak terlihat orang yang berkeliaran, mereka lebih memilih diam didalam rumah ketimbang harus keluyuran diluar ditengah malam yang dingin seperti ini. Di sebuah gubuk tua yang terdapat disebuah pematang sawah, gubuk yang tiada berdinding ini tampak seberkas cahaya yang berasal dari seonggok api unggun kecil yang menyala didalamnya. Dapat dilihat gubuk itu hanya sebuah tempat beristirahat petani dikala siang harinya setelah lelah bertani. Di dekat api unggun yang menyala, terlihat sepasang muda-muda yang tengah menikmati keberduaan mereka, terlihat sosok cantik jelita sang wanita yang tengah menyandarkan dirinya dipangkuan sang pemuda. Menilik dari keduanya, mereka tak lain adalah Bintang dan gusti
“Kukuruyuukkkk..”. suara kokok ayam jantan menyambut datangnya pagi, mentari udah sejak tadi menampakkan dirinya diufuk timur, menandakan pagi sudah menjelang datang sejak tadi. Karang sewu, tepatnya di kotaraja karang sewu, puluhan bahkan ratusan orang penduduk datang berduyun-duyun menuju ke Istana Karang sewu. Sebagian yang lain tampak sudah memenuhi pekarangan Istana Karang sewu, dimana ditengah-tengah perkarangan terdapat sebuah arena yang beberapa hari yang lalu digunakan untuk mencari senopati agul yang baru. Dan kini tempat itu sudah dipenuhi kembali oleh masyarakat kotaraja, baik dari kalangan orang biasa maupun dari kalangan pendekar, ini dapat dilihat dari pakaian-pakaian yang mereka kenakan. Gong! “Gusti prabu telah tiba..”. suara gong dan sebuah suara terdengar membahana, suara hiruk pikuk ditempat itu dengan serta merta menjadi hening, kini semua mata tertuju pada satu rombongan yang terlihat bar
“Ini akan jadi pertarungan yang sangat menarik”. gumam gusti prabu lagi saat melihat sosok Bintang dan raden Santang sudah saling berhadapan. “Kali ini akan kupermalukan dirimu dihadapan orang banyak Bintang.”. batin raden Santang seraya menatap Bintang dengan tatapan yang meremehkan. “Romo, hari ini aku akan memulihkan nama baik romo dikerajaan karang sewu ini”. batin Bintang lagi mengingat wajah romo dan bundannya dibenaknya. “Ayo mulai!” “Mulai! Mulai!! Mulai!!!”. sorak penonton semakin membahana ditempat itu, semangat mereka terlihat begitu membara seakan sudah tidak sabar lagi untuk segera melihat pertunjukan adu kesaktian diantara kedua putra patih ini. “Bersungguh-sungguhlah Bintang, karena aku tidak akan setengah-setengah dalam menghadapimu.”. ucap raden Santang lagi mantap. “Kau sudah siap Bintang ?”. sambung raden Santang lagi. “Silahkan raden yang duluan”. Ucap Bintang seraya mempersilahkan raden Santang unt