“Maaf kalau hamba harus memperlakukan tuan seperti ini.”. terdengar ucapan dari lelaki yang mengenakan topeng tengkorak itu berkata kepada Bintang. Walau diam Bintang sebenarnya heran mendengar ucapan sosok bertopeng tengkorak itu. Tapi perhatian Bintang kini beralih pada satu sosok tubuh yang tampak digotong masuk kedalam penjara.
“Guru”
“Pertapa.”. hampir bersamaan raden Santang dan Bintang langsung mendekat, begitu berada dekat disosok Pertapa Lembah Naga yang terlihat terluka parah akibat pertarungan dengan pemimpin Panji Tengkorak tadi. “Maaf raden”. ucap Bintang seraya langsung memeriksa keadaan Pertapa Lembah Naga.
“Tuk...tuk...tuk.”. terlihat Bintang langsung menotok beberapa bagian ditubuh Pertapa Lembah Naga, sementara raden Santang hanya memperhatikannya dengan penuh seksama. Begitu selesai menotok beberapa jalan darah ditubuh Pertapa Lembah Naga, Bintang langsung menyalurkan hawa murninya ke
“Baik, hamba akan tinggal disini, tapi hamba punya satu permintaan”. Ucap Bintang.“Katakan saja tuan, bila hamba sanggup, pasti akan hamba lakukan”. ucap sikakek lagi mantap.“Hamba ingin tuan melepaskan kapal beserta awak kapal hamba, biarkan mereka kembali melanjutkan perjalanan”. Ucap Bintang. Sikakek terlihat terdiam, dan ;“Baik, permintaan tuan akan hamba kabulkan. Besok hamba akan melepaskan seluruh awak kapal dan kapal tuan”. ucap sikakek lagi dan Bintang dapat menarik napas lega mendengar hal itu.***Pagi akhirnya datang, sang mentari mulai menapakkan kakinya diufuk timur, sinarnya yang kuning keemasan memancar terang menerangi mayapada alam.Sementara itu di pesisir pantai tempat kediaman gerombolan bajak laut Panji Tengkorak, tepatnya didalam penjara dimana sosok raden Santang dan Pertapa Lembah Naga ditawan.“Sejak semalam Bintang belum pulang, apa yang terjadi”
Pagi datang menjelang, saat Bintang baru saja terbangun dari tidurnya. Sejenak Bintang memperhatikan keadaan disekitarnya dapat dilihatnya sebuah hidangan panas sudah tersaji tak jauh dari tempat tidurnya. Bintang tersenyum melihat hal itu. Beberapa hari berada di markas gerombolan bajak laut Panji Tengkorak, Bintang benar-benar merasakan dirinya bagaikan seorang raja, segala sesuatunya serba dilayani.Sejenak Bintang bangkit dari tempat tidurnya berjalan menuju kearah jendela kamarnya dan membukanya ; “Kreaakk..”. pintu jendela itu terbuka, sinar matahari memancar masuk kedalam ruangan itu, tapi bukan itu yang menarik perhatian Bintang, melainkan suara riuh yang datang dari arah luar yang kini menarik perhatian Bintang.Setelah mencuci wajahnya, Bintangpun segera beranjak keluar kamarnya untuk melihat apa yang terjadi diluar sehingga suaranya begitu riuh. Disudut pantai pulau tersebut terlihat puluhan bahkan ratusan orang tengah berlatih ilmu kanuragan, te
Sore datang menjelang, hamparan sinar mentari yang sudah memerah terlihat diufuk barat, angin bertiup perlahan meniup layar kecil rakit Bintang yang berlayar dilautan luas. Diatas rakit terlihat Bintang terduduk lesu.“Sial! Aku lupa menanyakan tadi kepada Panji kemana arah menuju negeri Malaya.”. gerutu Bintang, Bintang benar-benar baru menyadari kecerobohannya, kini Bintang terpaksa hanya harus mengikuti tiupan angin membawanya kemana Bintang tak tahu.Sejauh mata memandang hanya dataran laut yang terlihat disekelilingnya, untungnya Panji tadi telah memberikan bekal makanan yang cukup kepadanya.“Sepertinya malam ini aku akan menginap disini.”. desah Bintang pasrah dengan keadaan dirinya. Belum lagi Bintang menarik napas panjang, tiba – tiba ;“Duarr….pppyaarrr…..duarrr…. ppyarrrr….”.Di kejauhan terdengar 2 ledakan hebat yang tentu saja sangat mengejutkan Bintang, dengan serta
Sosok Panglima Sobeki memang sangat menyeramkan, tuuhnya yang tinggi besar ditambah wajahnya yang penuh brewok semakin membuat penampilannya semakin angker. Ditangannya tampak melingkar tameng besi yang menutupi tubuhnya sampai kelengan tangannya.“Ayo keluarkan jurus terhebatmu Laksamana Ho-Tian”. ucap Panglima Sobeki lagi seraya mengangkat kedua tangannya, mempersilahkan Laksamana Ho-Tian untuk menyerangnya terlebih dahulu.Laksamana Ho-Tian sendiri terlihat melirik kearah sosok Putri Yuan yang ada disebelahnya, ada kekhawatiran yang jelas terlihat diwajahnya, mungkin dia tak perduli dengan nyawa sendiri, tapi keselamatan Putri Yuan Ming Zhu yang sangat dikhawatirkannya saat ini.“Jangan khawatirkan diriku laksamana, aku masih bisa mengatasi ke-4 orang ini.”. terdengar suara lembut dari Putri Yuan yang seakan mengerti akan kekhawatiran Laksamana Ho-Tian tentang dirinya.Sementara itu Panglima Sobeki terlihat geram melihat Laksama
“Ha ha ha...! tangkap Putri Yuan Ming Zhu”. terdengar Panglima Sobeki memberi perintah. Laksamana Ho-Tian tak bisa berbuat apa-apa, karena saat ini luka dalam yang dideritanya cukup parah.“Tak ada senjata yang mampu menembus tubuhku Laksamana Ho-Tian. Dan sampaikan pesanku pada jendral ming untuk segera mengakhiri pemberontakannya kalau masih ingin melihat nyawa putrinya selamat.”. ucap Panglima Sobeki lagi seraya beranjak meninggalkan kapal Laksamana Ho-Tian. Jatuhnya Laksamana Ho-Tian dan Putri Yuan membuat perlawanan prajurit Laksamana Ho-Tianpun ikut terhenti. Belasan teman mereka tewas, yang tersisa hanya beberapa orang saja lagi.“Laksamana Ho.”. beberapa orang awak kapalnya terlihat segera membantu Laksamana Ho-Tian untuk bangkit berdiri, tapi ; “Huakkk.”. baru saja Laksamana Ho-Tian bangkit, tiba-tiba saja Laksamana Ho-Tian roboh setelah memuntahkan darah dari mulutnya. Sementara itu ke-4 kapal Panglima Sobeki su
Malam datang, dan sang bulanpun bersinar cerah malam itu, Bintang-Bintang bertaburan terang menemani sang bulan diperaduannya, laut terlihat tenang. Kapal Laksamana Ho-Tian terlihat maju menyusuri ombak. Sementara itu Bintang sendiri telah dijamu oleh Laksamana Ho-Tian diruangnya.“Hamba tidak tahu bagaimana harus mengucapkan terima kasih kepada tuan, karena tuan Bintang telah menyelamatkan hamba.”. ucap Laksamana Ho-Tian.“Sudahlah tuan laksamana, tak perlu diungkit-ungkit lagi. Sudah seharusnya kita saling tolong menolong bukan”.ucap Bintang lagi tersenyum.“Hamba ingin bertanya, tapi itupun jika tuan Bintang berkenan untuk menjawabnya, jika tidak hamba tidak akan memaksa.”. ucap Laksamana Ho-Tian lagi“Silahkan saja tuan laksamana, hamba akan menjawabnya semampu hamba”“Kalau boleh hamba tau, tuan berasal darimana? penampilan dan cara bicara tuan sangat berbeda sekali?”. ucap Laksamana
Purnama datang, sinarnya terang menerangi alam mayapada, bintangpun ikut bertaburan menemaninya, tapi angin bertiup kencang malam itu, ini dapat kita lihat dari kibaran tenda-tenda yang tersusun rapi diatas padang gurun yang luas.Di salah satu tenda, terlihat sesosok tubuh yang terikat diatas sebuah tempat pembaringan, tapi hanya kedua tangannya yang terikat, anehnya sosok tubuh itu tampak tidak banyak berbuat apa-apa, hanya kepalanya saja sesekali yang terlihat bergerak kesana kemari. Dari sosok dan wajahnya yang tertutup oleh sebuah cadar dapat dipastikan kalau sosok itu adalah seorang gadis.Entah apa yang terjadi, tapi terlihat sekujur wajah gadis itu tampak mengeluarkan cucuran keringat.“Percuma saja putri, tenaga dalam tidak akan bisa melenyapkan racun Tu bù shénjīng sōngchí (pelemas syaraf kaki) dan selama satu minggu ini tubuh tuan putri tidak akan bisa digerakkan.”. tiba-tiba saja sebuah suara terdeng
Apa yang terjadi ? tak jauh dari tempat itu, satu sosok bayangan biru berkelebat menembus kegelapan malam. Begitu cepatnya sampai sulit untuk melihat bayangan sosok tersebut diantara kegelapan malam.Malam terus berjalan, seiring dengan berkelebatnya sosok bayangan biru itu meintasi gurun pasir tersebut, tak lama kemudian sosok bayangan biru itu berhenti diantara bebukitan terjal yang ada dihadapannya.Kini barulah terlihatlah sosok raut wajah dari sosok bayangan biru tersebut, raut wajah yang amat kita kenal yang tak lain adalah Bintang.Apa yang terjadi pada tenda perbekalan pasukan mongol itu memanglah bagian dari rencana Bintang untuk menyelamatkan sang putri, begitu semua perhatian tertuju keluar, Bintang segera berkelebat masuk dan membawa sosok sang putri kedalam pangkuannya.Sang putri sendiri sejak dari dibawa dari dalam tenda, hanya mampu memejamkan matanya karena begitu cepatnya kelebatan orang yang membawanya, dia merasakan dirinya seperti dib