PAGI KEMBALI DATANG, semua sudah berkumpul dihalaman depan rumah Bintang. Tiba-tiba saja seorang tumenggung datang menghadap. Dan langsung menjura hormat.
“Ada apa Sahdewa?” tanya Mahapatih Suryo Barata cepat.
“Ada serombongan orang yang saat ini tengah menuju Bukit Bayangan mahapatih” ucap tumenggung Sahdewa memberikan laporan.
“Berapa orang jumlah mereka?”
“Seratus orang mahapatih”
“Baik, ayo kita sambut mereka” ucap Mahapatih Suryo Barata cepat seraya pergi untuk menuruni Bukit Bayangan.
Tak lama kemudian Mahapatih Suryo Barata sudah kembali bersama keseratus orang rombongan tersebut. Di sebelah mahapatih terlihat seorang kakek yang mengenakan pakaian serba putih seperti layaknya seorang pertapa. Melihat kedatangan rombongan ini, Bintang dan keluarga terlihat dengan cepat menyambut.
“Guru” Bintang menjura pada sosok kakek pertapa itu. Sikakek
Weeerrr !!! Sosok Bintang keluar dari gerbang api disebuah tempat yang sangat asing bagi Bintang. Tempat itu terdiri dari lembah yang terlihat sangat angker keadaannya, di kiri dan kanan terdapat jurang curam, Bintang dapat melihat jurang disebelah kanan, tampak sebuah lautan yang terbentang luas disepanjang jauh mata memandang, diarah bawah terlihat batu-batu curam lautan yang bergemuruh karena ombaknya yang dahsyat, yang lebih mengerikan lagi, beberapa badai topan beliung tampak terbentuk dibeberapa tempat. Sementara itu di dasar jurang sebelah kiri, tampak tak keliatan dasarnya karena tebalnya kabut yang menutupi tempat itu. Gllaaarrr !!! Halilintar menggelegar dahsyat hingga membuat Bintang mengalihkan pandangannya kearah langit, tampak langit sudah menghitam dengan gumpalan awan hitam yang berkumpul menutupi langit. Guntur halilintar bergejolak silih berganti, belum lagi badai topang yang terbentuk semakin banyak hingga angin berhembus sangat kencang ditempat itu, mengibar-ngib
BUKIT BAYANGAN tampak sibuk sekali dengan segala persiapannya. Dari kalangan pendekar, prajurit kerajaan Setyo Kencana maupun masyarakat awam tampak saling bahu membahu bergotong royong dengan segala macam aktifitasnya. Dari memasak, berlatih peperangan, memanah, pertarungan dan lain-lain. Semuanya sibuk dengan kegiatannya masing-masing.Seorang prajurit berpangkat Tumenggung tampak datang menghadap Mahapatih Suryo Barata yang saat itu juga tengah berkumpul dengan yang lain.“Ada apa Tumenggung Ranggalawu?”“Sepertinya Blambang Sewu sudah mulai bergerak mahapatih” ucap Tumenggung Ranggalawu“Kapan perkiraan mereka akan sampai kemari?”“Perkiraan hamba, dua malam lagi mereka akan tiba mahapatih” ucap Tumenggung Ranggalawu. Mahapatih Suryo Barata tampak mengangguk lalu kemudian diam.“Baik. Beritahukan semua ini kepada para prajurit dan para pendekar agar mereka segera bersiap-siap!”
Di sebelah kiri tampak sosok pemuda yang menggunakan kuda gagah berwarna hitam, raut dan penampilannya juga gagah seperti gusti prabu Blambang Sewu, mengenakan mahkota dan jubah perang yang terbuat dari emas. Raut wajahnya terkesan sombong angkuh, dialah pangeran Blambang Sewu. Sementara itu disebelah kanan, sosok seorang laki-laki tua. Lelaki tua ini tampak mengenakan sebuah jubah hitam, rambut dan jangguntnya terlihat sudah memutih, tapi pandangan matanya begitu tajam dan menakutkan. Melihat perawakan dan penampilannya dia tak lain adalah Jadeblin, orang kepercayaan Raja Kegelapan.Di depan, di kaki Bukit Bayangan, tampak 1.000 orang prajurit yang membentuk 2 barisan terlihat. Kedua formasi barisan yang terdiri dari 500 orang prajurit itu tampak berdiri dengan gagah, dengan tangan memegang busur dan anak panah. Di setiap barisan hanya 300 orang yang memegang anak panah, sisanya tampak memegang tameng dan tombak. Di barisan paling depan, tampak sosok Mahapatih Suryo
“Formasi cangkang kura-kura.” ucap Jadeblin mengenali formasi yang digunakan oleh pihak lawan.“Hah! Apa mereka kira formasi seperti itu bisa melawan peluru senapan” ucap pangeran Blambang Sewu dengan angkuhnya.“TEMBAK!” Pangeran Blambang Sewu berteriak memberikan perintah.Doorr ! Doorr ! Doorr ! Doorr ! Doorr !!!!Seratus senapan meletus bersamaan kearah prajurit Setyo Kencana yang sudah membentuk formasi cangkang kura-kura.Drang ! Drang ! Drang ! Drang ! Drang !!!Wajah pangeran Blambang Sewu berubah terkejut saat melihat peluru-peluru yang dilepaskan dari senapannya seperti membentur besi, rupanya tameng yang digunakan oleh prajurit Setyo Kencana membentuk perisai cangkang kura-kura terbuat dari besi baja yang tak mampu ditembus oleh peluru senapan.“Isi lagi!” perintah pangeran Blambang Sewu lagi.Dengan cepat para prajurit pemegang senapan kembali mengisi dan memompa senap
Dua sosok bayangan berkelebat kedepan formasi pasukan Blambang Sewu. Rupanya sosok Budha Hitam dan Dewa Api es yang tak sabar untuk melibatkan diri. Tepat di saat itu, hujan anak panah kembali datang.“Biar aku yang tangani.” ucap Budha Hitam seraya merangkum kekuatannya. Dewa Api es hanya tersenyum sinis.Saat hujan anak panah sudah semakin dekat.“Sirna!” tiba-tiba saja Budha Hitam mengeluarkan sebuah ucapan dengan membuka kedua telapak tangannya kedepan.Tak ada angin dan tak ada hujan, tiba-tiba saja ratusan hujan anak panah langsung Sirna menjadi debu. Hal ini bukan saja mengejutkan pihak Setyo Kencana, tapi pihak Blambang Sewupun cukup terkejut melihat kesaktian yang diperlihatkan oleh Budha Hitam.“Jangan takut, lepaskan terus anak panah!” perintah Tumenggung Sahdewa mencoba memberikan semangat kepada para prajurit.Mendengar perintah itu, para prajurit kembali me
Gusti prabu Blambang Sewu tampak terdiam, lalu menatap kearah Jadeblin yang masih berada didekatnya. Jadeblin masih tampak terdiam ditempatnya, diamnya Jadeblin merupakan suatu persetujuan bagi gusti prabu Blambang Sewu.“Baik, kerahkan 3.000 prajurit untuk menyerang!” perintah gusti prabu Blambang Sewu.“Baik ayahanda”“Prajurit. Ayo serang!” perintah Pangeran Blambang Sewu lagi memberikan perintah.“Serangg!”“Serangg!”“Serangg!”3.000 prajurit Blambang Sewu langsung menyerbu kedepan. Hentakan kaki mereka terasa membuat tempat itu bergetar dengan hebat.Sementara itu dipuncak Bukit Bayangan, sosok putri jelita tengah menunggu, putri jelita yang tak lain adalah putri Ahisma Raya.3.000 prajurit Blambang Sewu yang menyerbu dengan penuh semangat tak menyadari, bahaya tengah mengancam mereka. Jebakan yang telah dipersiapkan oleh putri Ahisma
Kemenangan sementara pihak Setyo Kencana langsung disambut dengan sorak sorai para prajurit Setyo Kencana yang melihat prajurit Blambang Sewu yang berlari kalang kabut ketakutan.Gusti prabu Blambang Sewu sendiri sangat terkejut melihat kenyataan yang terjadi didepan matanya.“Jadeblin. Bagaimana ini?” tanya gusti prabu Blambang Sewu kepada Jadeblin yang ada disebelahnya.“Ini benar-benar taktik perang yang luar biasa gusti prabu, tidak sembarang orang yang mengetahui taktik perang seperti ini” ucap Jadeblin mengagumi taktik perang lawan.“Budha Hitam. Dewa Api es, kalian maju duluan untuk membuka jalan!” perintah Jadeblin“Baik tuan Jadeblin” ucap Budha Hitam dan Dewa Api es bersamaan.Budha Hitam dan Dewa Api es segera melangkah kedepan, menuju Bukit Bayangan. Ditempatnya, Ahisma Raya tampak menatap dari kejauhan. Tadi Ahisma Raya sudah melihat bagaimana ke
Sosok yang satu lagi adalah sosok seorang wanita muda berparas cantik nan jelita dengan pipi merona merah yang terlihat mengenakan pakaian putih yang berlapis dengan pakaian sutra berwarna merah. Rambutnya yang panjang terlihat ditatanya dengan begitu indah dengan sebuah mahkota emas beruntai permata ungu tersampir dikeningnya yang indah, sepasang anting mutiara tersampir indah dikedua belah telinganya, dilehernya yang jenjang dan indah itu tersampir sebuah kalung berlian bermata ungu, bibirnya yang merah merekah begitu menggoda untuk setiap lelaki yang memandangnya, sosoknya yang begitu anggun dan cantik ditambah penampilannya yang begitu memikat, membuat sosok putri Liu-xue begitu mempesona. Mengenakan sebuah jubah indah yang melekat dipunggungnya.Kehadiran kedua wanita ini tentu saja sedikit mengejutkan bagi Budha Hitam dan Dewa Api es.“Huh! rupanya dua bidadari cantik yang datang” ucap Dewa Api es tertawa.“Kalian orang-