Share

PART 2

 Aku masih belum menghubungi Linda lagi setelah dia protes karena acara jalan-jalan kami kubatalkan. Dia pasti marah saat ini, tapi biarlah. Jauh lebih gampang meredakan amarah Linda daripada Metta. 

 

 Metta yang selama ini menjadi istri pertamaku yang manja cenderung lebih kolokan jika sedang marah. Kadang butuh waktu sampai berhari-hari untuk membuatnya kembali tersenyun lagi. 

 

 Namun Linda lain, selama hampir tahun menjadi istri keduaku, dia sepertinya lebih tau diri. Asalkan semua kebutuhannya dan Tiara kupenuhi dan sampai tidak telat, biasanya dia tidak pernah terlalu protes. Tetkadang jika marah, aku hanya cukup memberikannya sejumlah uang untuknya bersenang-senang, dan dia pun akan kembali ceria lagi.

 

 Mengurus Linda memang segampang itu. Bahkan saat hari libur yang selalu kuputuskan untuk menjadi hariku dengan Metta dan Ibas, dia pun nampak tak pernah keberatan. Juga saat aku bilang padanya untuk jangan pernah menghubungiku saat aku sedang berada di rumah bersama Metta, dia pun selalu menurut. 

 

 Mungkin itulah sebabnya yang membuatku bisa sangat rapat menyembunyikan perkawinan kami yang sudah berjalan selama 3 tahunan ini dari Metta dan orang-orang sekitar kami. Karena Linda tidak terlalu banyak merepotkanku. 

 

 "Pah, ponsel kamu mana?" 

 

 Pagi itu Metta tiba-tiba mengagetkanku yang sedang menikmati secangkir kopi sebelum berangkat ke toko. 

 

 "Buat apa?" tanyaku keheranan dan sedikit gugup. Metta biasanya tak pernah menanyakan tentang ponselku selama ini. 

 

 "Pinjem bentar ya, aku mau nelpon Rima, penting. Pulsaku habis, Pah," katanya santai. 

 

 "Bentar ya? Aku cek dulu pulsaku masih apa enggak," dalihku, padahal sebenarnya aku cuma ingin mengecek aplikasi perpesananku untuk memastikan bahwa sudah tidak ada lagi chat ku dengan Linda di sana. 

 

 Metta yang kemudian duduk di kursi depanku nampak memandangiku dengan tatapan penuh selidik. 

 

 "Ngapain sih, Pah? Hapusin apa tuh?" sindirnya dengan sedikit mencondongkan tubuh ke arahku. Refleks aku sedikit menghindar darinya. Namun kulihat wajahnya nampak tenang-tenang saja melihat reaksiku.

 

 "Apa sih? Curigaan amat kamu, Mah," candaku pura-pura sewot. 

 

 "Nih, udah," lanjutku kemudian sambil menyerahkan ponselku padanya setelah kupastikan semuanya bersih dari Linda. 

 

 Setelah itu, kulihat Metta pun sibuk menelpon sahabatnya, Rima, cukup lama. Entah apa yang sedang mereka bicarakan. Aku tak terlalu peduli. Aku justru hanya fokus memikirkam ulahnya barusan. 

 

 Selama ini Metta tak pernah iseng meminjam ponsel milikku seperti ini. Apalagi mencurigaiku seperti tadi. Metta makin lama makin aneh saja, tiap saat bikin aku sport jantung. Nampaknya aku harus lebih waspada nih lain kali. Pokoknya sebelum sampai rumah, semua hal tentang Linda sudah harus bersih dari ponselku, batinku. 

 

 "Lho, Pah, ini kok ada foto istri adikmu di ponselmu? Siapa namanya istrinya almarhum Seno itu? Linda ya?"

 

 Pertanyaan Metta yang tiba-tiba membuatku segera tersadar dari lamunanku tentangnya. Sejak kapan dia selesai menelpon? Kenapa sekarang malah sudah mengacak-acak galeri ponselku seperti itu? Dan itu apa? Dia menemukan foto Linda dan Tiara di dalam ponselku. Matilah aku. 

 

 "Eh, apa Mah?" tanyaku gugup. 

 

 "Ini, foto si Linda kan?" tanyanya lagi sambil mendekat ke arahku dan menunjukkan sebuah foto di layar galeri ponselku. 

 

 Saat kemudian kulihat dua sosok dalam layar itu, keringat dingin mulai keluar dari sekujur tubuhku.

 

 "Oh iya, itu Linda sama anaknya," gumamku akhirnya, sambil tak habis pikir, bagaimana mungkin ada foto Linda dan Tiara di galeri ponselku? Seingatku aku tak pernah memotret mereka dengan ponselku sama sekali. 

 

Belum habis keherananku, Metta sudah bertanya lagi.

 

 "Kok ada di ponselmu sih, Pah?"

 

 "Iya, itu kan foto lama, Mah."

 

 "Foto lama? Memangnya kapan papa ketemu mereka? Bukannya dulu waktu Seno meninggal itu istrinya belum punya anak ya? Kok ini anaknya sudah segede ini? Apa dia sekarang sudah punya suami lagi?" cecarnya padaku, membuatku sontak gelagapan. 

 

 "Iya, Mah. Kapan ya waktu itu ketemu." Aku pura-pura berpikir. 

 

 "Agak lupa aku, Mah. Pokoknya dia waktu itu main ke rumah ibu bawa anaknya itu. Dan ibu pengen aku memotret mereka. Jadi aku potret pake ponselku deh," ujarku mengarang.

 

 "Oh gitu ya?" gumamnya sambil mengangguk-anggukkan kepala.

 

 "Cantik ya anaknya. Ini anaknya Seno atau anak  dari suami barunya ya, Pah? Tapi ... kok mirip sama kamu sih, Pah?" katanya lagi sambil menatap layar ponselku dan tertawa lebar. Tawa yang seperti sedang disengaja untuk mengejek. 

 

 Saking kagetnya aku dengan ucapannya, hingga aku hanya bisa terbengong menatapnya yang kemudian mengembalikan ponsel itu padaku masih dengan tertawanya yang sangat menjengkelkan. Dan lagi-lagi dia meninggalkanku sendirian penuh tanda tanya. 

Komen (5)
goodnovel comment avatar
Rani Hermansyah
yang berkenan mampir ya dikarya recehku istri yang tak dirindukan
goodnovel comment avatar
Mustika Dyah S
Rumah gubuk reyot Aku , bagi Aku Istana Tahta mewah Kerajaan Surgawi Dunia Aku ! .
goodnovel comment avatar
Mustika Dyah S
Beli Kucing d dlm karung ! SDH kenyang makan , masih minta jatah lapar !. Memancing Di Air Keruh ! Bukalah topeng Mu tunjukkan Wajah asli mu ! Anjing menggonggong Kafilah berlari ! Domba berbulu Srigala ! Menikam~menusuk dr belakang punggung ! Domba berbulu Serigala ! Rumah gubukKu Istana Surgaw
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status