"Setya? Kenapa, Ayah?"
"Setya tak mungkin membiarkan Utari bebas begitu saja, Nak. Kamu tau, bagaimana marahnya dia saat tau kamu dilukai?"
Pak Wiguna yang tiba-tiba teringat pada Setya, menjelaskan pada Kamila, bahwa Setya tak akan mungkin mengizinkan untuk membebaskan Utari begitu saja. Terlebih, Setya sudah mempercayakan masalah ini untuk diurus olehnya.
"Masalah Setya, biar Kamila yang bicara padanya nanti, Ayah. Kamila yakin, Setya pasti akan mengerti. Benar, kan, Bun." Kamila menengok ke arah bu Indri, yang dibalas anggukan dari wanita itu. Kamila juga kembali meyakinkan pak Wiguna untuk segera membawa Utari kembali ke rumahnya.
"Baiklah, Nak. Ayah akan mengurus pembebasan Utari. Ayah tutup telponnya, ya." Pak Wiguna akhirnya menyetujui perkataan Kamila, meskipun keputusan ini akan membuat Setya kecewa kala mengetahuinya.
"Terima kasih banyak, Ayah." Dengan hati lega, Kamila kembali berucap terima kasih pada Wiguna, sebelum Wiguna menut
Dengan sedikit rasa takut, Kamila memberanikan diri untuk menjawab panggilan vidio dari Setya. Khawatir, jika Setya bertanya perihal perkembangan kasus Utari. Kamila takut salah bicara, jika Setya menyinggung hal itu."Hai, Kamila. Apa kabarmu?" tanya Setya dari seberang sana, sesaat setelah Kamila menjawab panggilannya."Emm...seperti yang kamu lihat, Setya. Aku sangat baik," ujar Kamila menyunggingkan senyum tipisnya, dengan pandangannya yang tidak fokus ke layar ponsel, karna malu dengan Setya."Iya. Aku melihatnya. Bagaimana lukanya? Apa masih perih?"Untuk kesekian kalinya, Kamila mendapatkan pertanyaan yang sama hari ini. Kamila merasa sangat bersyukur, sebab dikelilingi oleh orang-orang yang perduli padanya."Ya. Sudah tidak apa-apa. Ayah juga sudah memberi salap. Nanti sebelum tidur, aku akan mengoleskannya.""Kamu sedang apa? Apa sudah sholat?"Kamila berusaha mengalihkan pembicaraan, agar Setya tak membahas perih
BruuuukSuara gebrakan pintu terdengar dari arah luar. Kamila dan juga Setya, yang masih berada di dalam panggilan vidio itu, lantas terkaget mendengarnya."Hei, buka pintu ini! Cepat!" Suara parau itu memanggil, seraya menggedor-gedor daun pintu.Kamila hapal benar, siapa pemilik suara yang berteriak di balik pintu. Itu adalah suara kakek Parmin. Lelaki tua bangka yang sudah sejak seminggu tidak pulang ke rumah."Setya, itu kakek," ujar Kamila mengadu pada Setya.Mendengar nama pria tua yang sangat dibencinya itu, Setya tak mampu lagi menahan amarahnya. 'Untuk apa dia kembali?' decitnya."Setya, aku akan membukakan pintu. Tunggu sebentar, ya." Kamila berniat untuk membuka pintu untuk kakeknya itu."Kamila. Hentikan! Apa yang akan kamu lakukan? Bagaimana jika dia bertindak kasar padamu!" Setya berusaha mencegah Kamila untuk membukakan pintu.Tak menghiraukan Setya, Kamila meletakkan ponselnya di atas meja, dan bergegas pe
"Kamila, ini ada apa, Nak?" Bu Indri langsung menghampiri Kamila sesaat setelah sampai di rumah Kamila.Bu Indri sangat khawatir akan keadaan putrinya itu. khawatir jika kakek Parmin menyakitinya lagi Namun, semua tertepis, kala melihat keadaan kakek Parmin yang cukup memprihatinkan."Tidak apa, Bun. Hanya saja, kakek ... tolong obati kakek," mohon Kamila."Iya Nak. Tenanglah. Ayah akan segera memeriksa keadaan kakek. Kamila tenang, ya," ujar bu Indri menenangkan Kamila, yang diikuti anggukan gadis itu.Pak Wiguna tampak dengan sigap mengeluarkan alat-alat medisnya untuk mensterilkan luka kakek Parmin, yang terlihat cukup serius. Bekas goresan kaca di sekitar kelopak mata kakek Parmin, menjadi sasaran utama pemeriksaan pak Wiguna.Pelan, pak Wiguna mulai menanyakan kakek Parmin tentang apa yang sudah menimpa beliau, "Pak Parmin, ada apa ini sebenarnya? Mengapa sampai terluka parah seperti ini?""Tidak, Nak. Tuhan sedang menegur s
Adzan subuh membangunkan Kamila. Meski dengan mata yang masih terasa berat karna tidur terlalu larut malam tadi, Kamila tetap memaksakan dirinya untuk bangun dari tempat tidur.Kamila ke luar dari kamar, untuk mengambil air wudhu. Karna melewati kamar kakeknya, Kamila melihat dulu ke arah kamar itu. Perlahan, Kamila masuk dengan menyibak tirai yang dipakai sebagai penutup pengganti pintu kamar."Kakek," panggil Kamila saat tak melihat siapapun di dalam kamar.Namun, suara gemericik air di kamar mandi, menjadi tanda bahwa sang kakek berada di sana."Eh, Kamila. Sudah bangun, Nak," sapa kakek Parmin pada Kamila setelah ia keluar dari bilik kecil."Iya, Kek. Kamila mau ambil wudhu," ucap Kamila tersenyum."Sholatnya bareng sama kakek, ya. Kakek mau mulai sholat lagi. Kamila ajari kakek, ya. Kakek sudah lupa." Kakek Parmin meminta Kamila untuk menuntunnya mendirikan sholat setelah sekian lama ia tak melakukannya.Kamila mengangguk m
[Kamila, aku akan kembali hari ini. Kita akan menikah dalam kurun beberapa hari. Persiapkan dirimu, Sayang. Aku mencintaimu.]Hati Kamila sangat bahagia membaca pesan singkat tersebut. Ingin dibalasnya, namun dia tak tau harus bicara apa. Sang pangeran akan segera kembali untuk mempersuntingnya. Masih diliputi rasa bahagia yang menyeruak begitu saja dalam hatinya, Kamila dikejutkan oleh suara ketukan pintu dari luar rumah. "Assalamu'alaikum." Seseorang mengucap salam. Kamila tau betul itu adalah bu Indri.Kamila langsung saja membukakan pintu setelah memasang hijab di kepalanya."Wa'alaikumsalam, Bun. Silahkan masuk, Bunda." Kamila mempersilahkan segera wanita paruh baya itu untuk masuk ke rumah. Meskipun dia agak heran dengan beberapa orang yang datang bersama bu Indri, karna ia tak pernah melihat orang-orang itu."Kamila. Setya akan pulang, Sayang. Kalian akan segera menikah. Bunda sangat bahagia." Bu Indri memeluk Kamila. Dielusnya lembut punggung calon menantunya itu.Kamila mem
"Hai, Cantik. Apa kau merindukanku?" sapa Setya dari sebrang sana."Hmmm ... Setya, sebenarnya ... ada yang ingin aku tanyakan." jawab Kamila yang tak ingin lagi menepis semua rayuan yang dilontarkan oleh Setya."Tanyakan saja, Sayang." Setya yang sedang bersiap untuk kembali pulang ke Desa itupun, tetap siap untuk menjawab pertanyaan dari Kamila.Kamila sebenarnya sedikit ragu untuk menanyakan hal ini pada Setya. Namun, rasa penasarannya mengalahkan segala hal."Setya. Pernikahan kita sudah ditentukan, bukan?" tanya Kamila dengan suara lembutnya."Iya, Sayang. Aku sedang bersiap untuk pulang sekarang. Kita akan menikah. Aku, dan kamu, akan hidup bahagia. Percayalah padaku." Lagi-lagi, Setya tak hentinya meyakinkan hati Kamila."Tapi ... bagaimana tentang wali pernikahanku?" Kamila mulai menanyakan hal yang sedang mengganggu pikirannya sejak tadi."Apa kamu sudah bertemu dengan ayah dan ibu?" sambungnya.Setya sudah menyangka, bahwa Kamila akan bertanya tentang hal ini. Dia juga sudah
Setya, Rizki, serta pak Jupri sudah tiba di Desa tempat tinggal Kamila serta Setya sendiri."Assalamualaikum," panggil Setya dari arah luar. Memastikan, apakah ada orang di rumah.Tak lama mereka menunggu. Seseorang menyahut dari dalam. "Waalaikumsalam." Suara lembut itu tentu tak asing di telinga Setya. Sang bunda yang akan menyambutnya.Benar saja, bu Indri membuka daun pintu lebar-lebar. Karna mengetahui bahwa anak tunggalnya akan kembali hari ini, bu Indri tak terlalu terkejut melihat kedatangan Setya. Namun, tentu saja hati wanita itu sangat bahagia melihat sang putra saat ini."Nak, kamu sudah sampai. Ada nak Rizki juga, dan, ini ...?""Oh, iya, Bun. Ini adalah pak Jupri, yang Setya ceritakan kemarin," jelas Setya, seperti mengerti apa yang akan ditanyakan oleh ibundanya.Mendengarnya, bu Indri mengangguk pelan, pertanda mengerti."Ya sudah, kalau begitu, Setya, nak Rizki, serta pak Jupri, masuklah. Kalian pasti lelah di perjalanan, bukan?" ajak bu Indri pada anak, serta kedua
Sebelumnya, Setya, Rizki serta pak Jupri, sudah menemukan solusi untuk pernikahan Setya dan Kamila. Sebab, orang tua Kamila belum berhasil ditemukan, maka pak Jupri mengusulkan, agar Kamila dinikahkan oleh wali hakim saja.Dengan berbekal nasihat dari ustadz yang mereka temui di kota, memang keputusan mereka dirasa sudah sangat benar. Karna yang pak Jupri ketahui, Ratih mengandung Kamila duku, sebelum dia menikah secara sah dengan ayah biologis Kamila. Maka dari itu, secara agama, Kamila bernasab pada ibunya. "Jadi, bagaimana, pak Wiguna? Apakah bapak dan keluarga, bisa menerima Kamila dengan statusnya yang seperti demikian?" tanya pak Jupri saat berbincang pada pak Wiguna-ayah Setya."Tentu saja, Pak. Tak ada masalah akan hal itu. Kami menerima Kamila, tanpa mempersoalkan statusnya sama sekali. Kamila merupakan anak yang baik dan sopan. Tidak mungkin, jika kami menolaknya, hanya karna kesalahan masa lalu orang tuanya," ujar pak Wiguna yakin.Sebab, sejak awal, pak Wiguna serta sang