Valentino telah yakin atas apa yang dia lakukan. Ferisha memang tidak memberitahu dirinya mengenai kecurigaan istrinya itu pada salah satu orang yang dianggap benar-benar melakukan pembunuhan itu.
Akan tetapi dia ingin mengalihkan pikirannya dulu dan berujar, "Aryan, bersiap-siaplah karena aku akan segera melantik dirimu menjadi direktur pemasaran."
Aryan mengangguk kemudian dia keluar dari ruang kerja Valentino. Pria itu tersenyum dan berjalan kembali menuju ruangannya.
Setelah pria itu keluar dari ruang kerjanya, Valentino menghubungi istrinya dan mengatakan akan pulang dengan cepat.
Ferisha telah menyiapkan makanan untuk sang suami. Saat Valentino di apartemen mereka, dia itu langsung menghambur ke pelukan istrinya.
"Hei, apakah kau terlalu merindukan aku sampai kau memelukku seperti ini?" tanya Ferisha sambil mengusap punggung suaminya itu.
Ferisha melepaskan pelukannya dan menatap suaminya yang terlihat cukup sedih itu.
"Apa yang
Beberapa orang terlihat berdiri karena terlalu terkejut sedangkan beberapa lainnya masih duduk dengan ekspresi yang mulai terlihat sangat takut. Mereka saling melihat kearah orang-orang di sekitar mereka karena takut jika mereka duduk disekitar orang yang menjadi pembunuh Misky itu.Ferisha masih terlihat sangat tenang sekali tanpa apa rasa takut sedikitpun. Dia juga telah memerintahkan mantan anak buahnya dan juga bersama-sama dengan polisi untuk menangkap pembunuh itu di gedung itu."Tak perlu khawatir. Pembunuh itu sudah diawasi dengan ketat oleh banyak polisi yang ada di sini jadi Anda tidak perlu mencurigai orang-orang di sekitar Anda," lanjut Valentino.Aryan menatap sahabatnya itu dengan bingung tapi dia tidak mengucapkan apapun.Valentino mengangguk pada Ruslan. Ruslan langsung mengangguk pada ada polisi yang juga berdiri di sampingnya.Petugas polisi itu kemudian mendekat ke arah Aryan."Pak Aryan, Anda ditangkap atas pembunuhan ter
Dear, Readers. Terima kasih sudah setia membaca kisah Valentino Araya selama ini. Valentino Araya menjadi salah satu tokoh favorit saya (yah gimana nggak jadi favorit kalau saya sendiri yang menciptakannya) hehe. Ide novel ini tercipta begitu saja dan tidak menyangka jika ternyata banyak yang merelakan waktu dan juga koinnya untuk membaca kisah ini. Sungguh saya tidak pernah menduganya. Mohon maaf jika masih banyak sekali typo.Tapi jangan khawatir, akan segera direvisi agar nyaman dibaca. Season 1 dari Sang Miliarder yang Tersembunyi telah selesai ya readers. Saya akan kembali untuk season 2 ya readers, tapi kemungkinan tidak akan secepat season1 updatenya. Terima kasih,
Hiruk pikuk terlihat di depan gedung AL group, salah satu perusahaan garmen terbesar di Asia Tenggara. Sejumlah karyawan menunggu kehadiran putra pemilik AL Group yang baru saja resmi dilantik menjadi presiden direktur perusahaan tersebut beberapa pekan lalu, yaitu David Araya usai memenangkan tender asing. “Aku yakin dia memang hebat. David Araya memang cocok menggantikan Pak Budi Araya. Kau lihat, bukan? Dia memiliki kemampuan yang sama hebatnya dengan sang ayah,” ucap Diana, salah seorang karyawan biasa dari bagian purchasing. Kabar kemenangan David Araya langsung tersebar dengan cepat dan langsung menimbulkan kegaduhan karena pria itu tergolong muda untuk bisa sampai tahap itu. Para karyawan tentunya merasa kagum terhadap pria muda yang diharap bisa memajukan perusahaan mereka itu setelah ditinggal oleh sang pemilik sebenarnya, yakni Budi Araya, ayah tiri dari David Araya yang meninggal karena serangan jantung dua bulan yang lalu. Maka tak heran jika kemenangan dalam tender
Salah seorang petinggi perusahaan, yakni Direktur Keuangan, Anggoro Kusuma terlihat berlari-lari kecil mendatangi mobil sports berwarna hitam yang baru saja berhenti tepat di depan gedung bagian depan. Anggoro membukakan pintu mobil itu dan kemudian membungkuk sopan saat seorang pria muda keluar dari mobil itu. Dia membenarkan jasnya dengan congkak. "Selamat atas kemenangan Anda, Pak David," ucap Anggoro masih membungkuk. "Hm. Apa kau yang menyiapkan penyambutan ini?" tanya David masih berdiri di dekat mobilnya. "Bukan, Pak. Para karyawan antusias sendiri untuk menyambut kedatangan Anda. Mereka sangat bangga karena Anda bisa memenangkan tender besar itu," ucap Anggoro yang sudah mengangkat kepalanya. "Ah, begitu," ucap David singkat. Berarti aku harus sering-sering memenangkan tender seperti ini agar aku semakin dipuja-puja, batin David. David melambaikan tangannya ke arah para karyawan yang berdesakan di depan gedung. Para karyawan wanita segera menjerit ketika David memamerka
Valentino menutup telepon dari Agusta dengan perasaan jengkel. Bukan, bukan jengkel terhadap Agusta tentu saja. Namun jengkel terhadap si bodoh yang disebut oleh Agusta. Dia langsung berdiri dan mulai berjalan untuk menuju ruangan Agusta namun saat dia baru berjalan beberapa langkah, seseorang mengagetkan dirinya. "Mau ke mana kau? Pekerjaanmu saja belum beres, kau mau bermain-main?" tanya Alfredo, atasannya di bagian produksi. "Maaf, Pak. Saya diminta oleh Pak Agusta untuk ke ruangannya," jawab Valentino. Mata Alfredo menyipit. "Sebenarnya ada hubungan apa kau dengan Pak Agusta?" tanya Alfredo. Valentino baru tahu kalau ada orang yang terlalu ikut campur terhadap urusan orang. "Tentu saja ini soal pekerjaan, Pak," jawab Valentino santai. "Pekerjaan? Jangan membuat aku tertawa, Aditya! Kau sudah jelas di bagian produksi sedangkan Pak Agusta adalah manajer umum perusahaan ini." "Kau juga pasti tahu kan, menemui Pak Agusta itu tidak mudah. Lalu, bagaimana mungkin beliau malah me
Valentino mengangguk ke semua orang yang dia temui di jalan saat dia menuju ke luar gedung. Pria itu berpura-pura menjadi seorang pria yang agak bungkuk agar membuat semua orang tak mengenalinya. Dan tentu saja dia berhasil. Valentino melenggang bebas tanpa merasa khawatir jika identitasnya ketahuan. Namun, belum sampai dia ke gerbang depan perusahaan dirinya dikagetkan oleh sebuah klakson. Tin... tin... tin... "Woi, minggir!" teriak seorang laki-laki dari dalam mobil. "Mau cari mati ya?" ucap seorang wanita terdengar setengah berteriak dari dalam mobil. Valentino membungkuk dan menyingkir dari jalan. Kaca mobil itu diturunkan dan betapa kagetnya Valentino karena ternyata itu adalah mobil David. Tapi tak ada David di dalam mobil itu, melainkan hanya ada Almyra dan seorang pria yang Valentino tahu pria itu adalah sopir pribadi David. "Eh, si culun lagi. Kamu jangan-jangan mengikuti aku ya? Masa iya kita baru beberapa jam aja ketemu dua kali di lingkungan kantor. Aneh banget!"
"Halo, Ibu. Maaf, aku baru aja sampai rumah," sapa Valentino. "Iya, nggak apa-apa. Bagaimana kabar kamu di sana?" tanya Hera. "Aku baik-baik saja, Ibu. Bagaimana kabar Ibu?" tanya Valentino balik. "Yah, tentu Ibu baik-baik saja. Daddymu seperti biasa masih memanjakan Ibu," ucap Hera. Valentino tertawa pelan. "Tentu saja daddy memanjakan Ibu. Daddy kan cinta mati sama Ibu," goda Valentino. "Hm. Kami udah tua, Valentino. Sudah bukan waktunya lagi untuk memikirkan cinta segala. Yang penting kami hidup berdua rukun aja udah nyaman rasanya," ujar Hera. Valentino tersenyum, namun tentu saja ibunya tak bisa melihat senyum itu. "Aku senang banget karena kalian selalu rukun," ucap Valentino. "Sudah-sudah berhenti membicarakan soal kami. Kamu bagaimana? Kapan kamu menikah? Usia kamu sudah menginjak tiga puluh tahun. Memangnya tidak ada ya wanita yang bisa menarik hati kamu?" tanya Hera. Valentino sebenarnya tak suka dengan arah pembicaraan ibunya ini. Dia sebenarnya juga bosan selalu d
Tak ada yang menyahut ucapan Agusta sama sekali. Mereka semua terdiam. Sebagian karena takut, sebagian lagi karena tak tahu harus bersikap bagaimana. "Kalian semua masih punya mata kan? Bisa melihat dengan jelas kan kalau ada orang lain yang terjatuh di sini? Bisa kan? Tapi kalian malah mengejeknya. Di mana rasa peduli kalian pada sesama rekan kerja kalian?" tanya Agusta tajam. Diana dan Levi saling lirik namun tentu saja mereka tak menjawab sindiran Agusta. Mereka tak mau dipecat hanya gara-gara masalah ini. "Kenapa kalian diam saja?" teriak Agusta kesal karena tak ada satupun dari mereka yang menjawabnya. Valentino memberi isyarat pada Agusta agar tak memperpanjang masalah tersebut. "Kalau kalian tahu dia siapa, kalian pasti tak akan berani menganggunya seperti sekarang," ucap Agusta. Diana mendongak. "Maksud Bapak? Memangnya dia siapa, Pak? Dia cuman karyawan baru bagian produksi yang kerjanya aja lelet," ucap Diana. Agusta menatap tajam Diana. Agusta berjalan mendekati Dia