Terlalu banyak pasang mata yang menatapku.
Terdengar bunyi gelas saling beradu, kursi sengaja diderek, lalu derap langkah kaki yang tergesa-gesa. Duduk di atas kursi yang empuk tetap saja membuatku gelisah.
Ada banyak orang yang berlalu-lalang. Mereka sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing, sedangkan aku hanya duduk manis sembari menunggu Ilkay tiba.
"Maaf, nona."
Seseorang berdiri di hadapanku. Menutup penglihatanku untuk menyaksikan banyak orang yang mondar-mandir menyiapkan pesanan dari pelanggan.
Aku menengadah. Menatap seorang wanita yang mengenakan pakaian pelayan. Dia terlihat profesional dan penginapan ini juga terlihat terpandang.
"Y–ya?" Hampir saja aku lupa untuk menjawab panggilan dari wanita tersebut.
"Maaf telah menunggu lama, nona. Kami baru selesai melayani seorang bangsawan yang tiba tanpa diundang," ucapnya, jujur.
Wanita itu terlihat jujur dan apa adanya. Senyumnya manis, penampilan yang bersih dan
"Kenapa kau bertanya seperti itu?"Ilkay terkekeh mendengar pertanyaanku barusan. Matanya menyipit dan hampir menyembunyikan iris mata birunya yang indah.Apa yang salah dengan pertanyaanku barusan?Kupilih untuk tidak melanjutkan pertanyaan dan membiarkan pria itu terkekeh dengan sendirinya. Kain hitam yang menutupi mulutnya itu benar-benar menggangguku."Lalu." Aku menarik napas dan mengaturnya. "Kenapa kau tidak membuka kain yang menutup mulutmu meskipun hanya ada aku dan kau di dalam rumah ini?"Ruangan ini kembali diam. Tak ada percakapan berlanjut dan Ilkay memilih untuk membungkam mulutnya dengan mata yang sedikit melebar.Sejenak, keheningan menguasai sebelum ia berdiri. Ilkay menyisir rambut emasnya sambil menampilkan sorot mata yang tajam."Kau tertarik untuk melihat wajahku yang menurutmu mempesona?" tanya Ilkay dengan penuh percaya diri.Lantas, aku menatap tajam padanya. 'Ada apa dengannya?' pikirku, masih tidak ha
"Kau mau mandi?"Pertanyaan dari Ilkay sukses membuatku terperanjat kaget untuk yang kedua kalinya.Spontan, aku mengernyit menatap wajahnya, tapi ia justru membungkukkan tubuhnya sambil menutup mulut dan memegang pinggang. Bahunya sedikit naik dan gemetar.Aku semakin mengernyit menatapnya sambil berpikir, mengapa dia tertawa?Ilkay menahan tawanya dengan susah payah."Kenapa kau menanyakan hal itu?" tanyaku.Dia berhenti menahan tawanya. Apa yang membuat lucu, aku tidak tahu.Ilkay kembali menegakkan tubuhnya dan memperbaiki gaya berdiri. Wajahnya terlihat berwibawa, seakan sedang memegang tanggung jawab yang besar. Lalu, ia berdeham."Karena sepertinya kau merasa tidak nyaman dengan penampilanmu," jawabnya, tiba-tiba terdengar canggung.Matanya beralih menatap ke tempat lain, senyumnya begitu canggung seakan ada sesuatu yang tidak enak dipandang di hadapannya."Tidak nyaman?" tanyaku.Lantas, aku menatap
Pada akhirnya, aku dapat merasakan suaranya yang serius itu terasa dingin–tapi tidak sedingin suara ayah–Yang Mulia Kerajaan Lotus–yang membenci anaknya sendiri.Ilkay menjadi serius ketika berada di tempat umum dan menjadi ramah ketika berada di dekatku.Ya, aku merasakannya.Aku hanya bisa melihat punggungnya kian menjauh. Tangannya meraih gagang pintu, lalu membukanya, sehingga terdengar suara pintu yang dibuka secara hati-hati.Dia ke luar rumah pada saat sore hendak berganti malam.-oOo-Sore berganti malam. Aku ke luar dari ruang tempat membersih diri dan mengenakan pakaian yang telah diberikan Ilkay tadi. Terasa nyaman ketika tubuh menjadi bersih, tapi tetap saja terasa aneh hidup di dunia yang berbeda tanpa kejelasan sedikitpun.Kini, kakiku melangkah mendekati jendela, lalu menatap luar. Langit telah berubah menjadi warna dongker seperti jubah yang dikenakan Ilkay. Ada banyak bintang berada di atas sana dan
"Ah, itu–"Mulutku hendak berkata, tapi dua wanita tersebut telah pergi menjauh dari tempat ini."Dia bukan pasanganku ...." Pada akhirnya, aku hanya berbicara sendiri.Aku menghela napas dengan lembut, terlalu lelah karena sudah yang kedua kalinya aku dan Ilkay disangka pasangan. Tapi, sebenarnya kami hanyalah pengembara yang sedang mencari tujuan–ah, apa Ilkay telah menemukan tujuannya, tentu saja dia telah memilikinya.Pada akhirnya, aku memilih untuk berbalik. Hendak masuk ke dalam rumah dan tidak peduli lagi dengan orang-orang yang berlalu lalang di jalanan meskipun hari telah memasuki waktu istirahat."Kau tidak ingin ke pasar malam?"Suara seseorang berhasil membuatku terlonjak kaget. Aku berhenti berjalan dan kembali membalikkan tubuh. Pandanganku mengedar hingga mendapati seseorang sedang berdiri menyandar di batang pohon yang cukup besar dan rindang."Pasar malam?" Benar, wanita tadi mengatakan pasar malam.
"Kau pasti akan suka," ucapnya, penuh yakin.Aku sedikit melebarkan mata karena melihat matanya yang begitu dekat denganku, sehingga dapat kutatap warna biru itu seperti perpaduan langit dan warna permata yang biru.'Ilkay terlihat sangat senang,' simpulku. Dan hatiku juga terasa tenang setiap kali melihat senyumnya.Ilkay melepas cengkraman tangannya dari kedua bahuku. Ia mundur, lalu pergi meninggalkanku di tengah kerumunan orang-orang yang tengah sibuk dengan tujuan masing-masing.Aku mengambil langkah, berjalan mengikuti Ilkay dari belakang. Akan tetapi, baru beberapa langkah, penciumanku membuatku merasa tertarik pada sesuatu. Aroma yang enak dan menggiurkan membuat langkah kakiku berhenti.Mataku kini tertuju pada sebuah makanan yang tidak kuketahuinya. Daging yang dipotong menjadi balok, lalu ditusuk dan diletakkan di atas tempat untuk berjualan.'Makanan itu sepertinya enak,' simpulku.Tak pernah kulihat makanan seperti itu. D
"Sebaiknya kita mencari tempat duduk. Acara kembang api akan diadakan sebentar lagi," ucapnya.'Apa aku salah dengar?' pikirku.Namun, tetap saja, seberapa keras aku bertanya, semakin keras pula Ilkay memberikan kata-kata yang penuh dengan teka-teki. Seolah menyuruhku untuk berpikir lebih keras lagi tentang dirinya.Tidak ada percakapan setelah ini, di sekitarku semakin banyak orang yang berlalu-lalang. Seakan hari ini tidak ada waktu untuk istirahat dan aku yang baru menjalankan kehidupan baru dengan langsung menjadi orang dewasa hanya bisa tercengang berkali-kali.Ilkay menarik tanganku dan kembali menerobos kerumunan yang tidak separah saat kami berada di pasar.Beberapa orang hendak kami lewati, hingga aku tidak sengaja menabrak bahu seseorang cukup keras."Ah, maafkan aku!" ucapku, panik.Sedangkan seorang pria yang aku tabrak secara tidak sengaja berdecih. Wajahnya merah dan dan keningnya mengernyit. Bajunya menjadi tidak rapi k
"Tidak menjalankan tugas sama artinya mengkhianati kerajaan." Ilkay berucap sebelum perasaan bersalah semakin menyelimutiku. "Jadi, jangan sekali-kali melakukan pengkhianatan atau kita akan mati."Kata 'kita' dalam sekejap memudar dalam pikiranku, akan tetapi kata 'mati' begitu kental dan melekat. Rasa gundah kembali menghantuiku dan perasaan waspada menyuruhku untuk menjaga jarak darinya.Kenapa dia mengatakannya padaku?' pikirku.Kutatap Ilkay dengan lekat, pria itu terlihat santai ketika mengucapkannya. Tapi sekilas dapat kurasakan hawa dingin yang mengancam seperti pada saat aku tertangkap basah oleh ksatria yang mengejarku saat pelarian.Namun, bukan maksudku ia mirip dengan ksatria yang menangkapku, melainkan Ilkay mirip dengan sang pemberontak.'Dia mengingatkanku padanya.' Jika boleh berharap, apakah pria pemberontak itu mengalami reinkarnasinya juga?"Ilkay ...." Aku memanggil namanya dengan hati-hati.Sedangkan Ilkay, menaik
Ilkay tidak melihat langit, ia tidak menyaksikan pertunjukan–apa aku boleh mengatakan ini pertunjukan–dan lebih memilih menatap lurus ke depan. Tangannya dengan sigap menarik penutup kepalanya ke depan dan lebih menutupi wajahnya dari sebelumnya. Ilkay sedikit menunduka dan–"Kita pergi dari sini," pintanya sambil menarik pergelangan tanganku untuk meninggalkan tempat yang akan menjadi kenangan.-oOo-Malam yang penuh dengan memori itu membuatku sedikit kesulitan untuk tidur, sehingga ketika matahari menyinari mataku, pedih yang terasa.Aku bangkit dari tidur dan mendnegar suara kicauan burung dari luar rumah. Pandanganku berkeliaran, lalu menatap salah satu jendela sudah terbuka dengan lebar.Ah, apa aku lupa menutupnya'Sudah pagi?' Tak kusangka, satu hari telah berlalu.Tubuhku beranjak dan kasur yang sedikit keras, lalu berjalan mendekati cermin.'Aku masih di tubuh ini.'Kutatap tubuhku yang sekara