"Itu artinya kita sama saja dengan para bandit."
Kesimpulanku berhasil membuat mereka semua membungkam mulut. Orang-orang yang berada di dalam bar merasa terkejut. Sebagian tertegun dengan membuka mulut mereka dengan lebar, sebagian menutup mulut, dan sebagian lagi terkesiap.
Mereka terkejut akan kalimat sarkas yang ke luar dari mulut wanita yang terlihat anggun. Ya. Aku tidak peduli.
Kali ini, akan aku tunjukkan cara memenangkan perdebatan–adu argumen dengan para pengembara yang otaknya telah tercuci oleh mantan bandit tersebut.
"Itu tidak benar. Kita hanya–"
"Bukannya hidup kita telah makmur dengan pasokan yang diberikan dari istana?" tanyaku, seakan sedang menantang sang pria berbadan kekar dengan perang adu mulut.
Senyum terlukir di bibirku, membuat pria tersebut menelan air ludahnya yang terasa begitu kering.
Aku tahu dia tak bisa menjawab, pria kekar itu telah mengeluarkan desisan. Menahan rasa sakit hati karena kala
"Melakukan pemberontakan sama saja memenggal kepalamu sendiri di tempat umum." Aku menyela ucapan pria berbadan kekar itu–tidak peduli akan tatapan tajamnya."Kapan aksi itu dimulai?" tanyanya.Aku kembali menyunggingkan senyum. "Pagi di esok hari, mereka akan memulai aksi mogok kerja dan akan memberontak di dalam halaman kediaman duke."-oOo-Author POVItu adalah hari yang ditunggu-tunggu oleh gadis yang bernama Helena. Berkat kerja kerasnya, berkat saran yang diberikan oleh pria yang baru saja dikenalnya, aksi pemberontakan ini berjalan dengan begitu mulus–meskipun ia sempat mengalami masalah di antara para pelayan yang menolak keputusannya."Aku tidak yakin ini akan benar-benar berjalan mulus." Seorang wanita yang lebih pendek darinya berdiri di samping sambil membuang napas pasrah.Helena merasa tertarik. Ia bertanya dengan kedua alis terangkat. "Kenapa?""Karena kita sedang berhadapan dengan pemimpin tiran."
Tak ada percakapan kali ini setelah Ophelia memilih untuk bungkam dan Ilkay yang ternyata juga tidak berniat untuk melanjutkan perdebatannya yang sia-sia.Ilkay hanya melepas rasa bosan dan sekarang lebih memilih untuk menatap jalanan–melakukan hal yang sama dengan Ophelia, berdiri sambil menatap jalanan dengan pandangan kosong.Tidak peduli dengan orang-orang yang berlalu lalang akan merasakan tidak nyaman dari tatapan mereka.Sesekali, Ophelia menguap. Ia menutup mulutnya dengan rapat. Matanya tidak kuasa menahan kantuk. Ini semua karena Ilkay yang menuruhnya untuk bangun pagi, padahal tempat tidur di rumah sewa itu terlalu membuat dirinya nyaman.Setelah menguap, matanya memandang lurus ke depan. Berharap seseorang berjalan mendekati mereka dan ternyata doanya terkabul.Seorang wanita yang tidak asing baginya itu melambaikan sebelah tangannya yang mengarah ke arah mereka."Apa itu orangnya?" tanya Ilkay. Pria itu lebih dulu mengelua
"Ah, itu ...." Tanpa disadari, tangannya bergerak. Memainkan jemari yang menandakan bahwa dirinya merasa canggung. "Te–terima kasih."Ophelia terkejut.Yah, wanita berambut cokelat mahoni itu tidak menunggu ucapan terima kasih dari Helena. Ia berniat untuk tersenyum seraya meminta maaf. Akan tetapi, ucapan terima kasih dari Helena terdengar tulus meskipun wanita itu terasa canggung.Kali ini ... untuk yang pertama kalinya, Ophelia Aelios yang telah membuang nama Lotus setelah kehidupan keduanya menerima ucapan terima kasih dari seseorang.-oOo-"Aku sudah mengetahuinya," ucap Ilkay dengan nada santai yang dibuat-buatnya.Ophelia yang terkejut bukan main itu sukses membelalakkan matanya. Mulutnya terbuka lebar mendengar ucapan Ilkay."Darimana kau tahu?" tanya Ophelia. Ia berusaha untuk tetap tenang dalam keadaan apapun.Ilkay membalikkan tubuhnya. Semilir angin pada saat itu membawa hawa dingin yang menusuk tulang Ophelia
"Ah, iya ... aku mengatakannya pada saat itu," jawab Ophelia. Ia berusaha tersenyum selayaknya senyuman Ilkay, akan tetapi mengapa terasa sulit?"Kau membutuhkan teratai putih kuno setelah Kerajaan Lotus dihancurkan. Bukankah kekuatanmu dalam masa yang tidak stabil?" tanya Ilkay.Deg.Bagaikan jantungnya berhenti berdetak dan petir menyambar di benaknya secara berkali-kali, Ophelia benar-benar membungkam mulutnya pada saat itu."A–aku ....""Tidak masalah jika kau menyembunyikannya," sela Ilkay.Namun, bukan itu maksud dari wanita berambut mahoni tersebut. Dengan cepat ia menggelengkan kepala dan berdeham untuk memperbaiki jantung yang masih saja berdetak tidak karuan.Setelah jantungnya ia perbaiki dengan baik, mata nan indah itu menatap tajam pada Ilkay. Tentu saja, pria berambut kuning keemasan itu masih saja menunjukkan senyuman yang entah mengapa kali ini berhasil membuat Ophelia kesal."Dari mana kau mengetahuinya?"
Disakiti atau menyakiti?Ophelia tidak akan pernah mengetahuinya jika ia tidak pernah mengalaminya.Tak cukup waktu yang lama ia menyadari akan perubahan rasa hatinya pada Ilkay. Ke mana tingkat kewaspadaannya? Mengapa berubah menjadi rasa nyaman yang pernah membuatnya mual?Dia kembali mengangkat wajah, menatap rambut keemasan itu berpadu dengan warna alam yang dominan hijau.Mengingatkannya pada ksatria yang menjadi pengkhianat kerajaan hanya demi dirinya tak lagi hidup penuh penderitaan."Kau mengetahui bahwa aku pemilik kekuatan purnama merah, bukan?"Ilkay bungkam. Anehnya, pria itu tersentak dan menghentikan langkah kakinya. Aura gelap begitu terasa di sekitarnya membuat mau tak mau Ophelia menelan air ludahnya dengan begitu sulit.'Apa aku salah bicara?' pikir Ophelia. Akan tetapi, ia yakin bahwa dirinya tidak bersalah."Kau tahu tentang manusia abadi?" tanya Ilkay.Ophelia bertanya dan dibalas dengan pertanyaan I
“Teratai putih kuno adalah kuncinya.” “Lalu, ke mana kita akan pergi?” Ophelia mengernyit. “Reruntuhan Kerajaan Lotus.” Deg. Berkali-kali jantungnya dibuat terkejut setiap ucapan Ilkay. Berkali-kali juga keringat dingin merembes dari keningnya yang lebar. Tempat dan kejadian yang tidak diinginkan oleh Ophelia–menjadikannya trauma yang sulit untuk dihapus. -oOo- Ophelia POV Badai berlalu, berganti dengan teriknya sinar matahari. Berjalan melewati lumpur, semak belukar. Berlindung dari monster-monster yang mengerikan yang berada dalam hutan, lalu melarikan diri jika bahaya mengancam.
“Ke–kenapa?” Bahkan, bermain pedang saja tidak bisa, bagaimana caranya aku bertahan hidup? “Dengan kekuatan itu, kau pasti bisa melakukannya,” jawab Ilkay. Kernyitan muncul di keningku. “Kau … sungguh pria yang tidak dapat ku mengerti hanya dengan kata-kata saja.” -oOo- Author POV Masih berlanjut dengan berjalan kaki menuju tempat yang tidak diketahui. Ophelia hanya bisa mengikuti pria yang ada di depannya seperti anak ayam. Sesekali mendengus karena merasa letih, lalu menatap tanah yang berubah setiap daerah baru mereka lewati. ‘Mau sampai kapan kita berjalan?’ pikir Ophelia. Pada akhirnya, ia menengadah hanya untuk melihat langit yang cerah. ‘Hari ini cuaca sangat cerah, untungnya aku berada di dalam hutan,’ sambungnya. Bagi wanita itu, beruntung karena panas yang tidak mengenai dirinya sehingga tidak terlalu letih ketika dalam perjalanan, akan tetapi ia harus menerima bahaya yang mengancam dari hewan buas yan
Ilkay menjentik kening Ophelia yang terlihat mengernyit. "Jika itu masalah bayaran, kau tidak perlu khawatir. Koin dapat dicari, tapi nyawa tidak dapat diganti."Itu benar. Nyawa tidak dapat diganti dan tentunya kehidupan itu hanya ada satu kali. Akan tetapi … menurut Ophelia, itu tidak berlaku padanya, sebab Ophelia telah mengalami kehidupan kedua dengan pikiran yang masih utuh.-oOo-Aku melangkahkan kaki setelah orang yang ada di depanku melangkah. Begitu hati-hati, sampai aku bosan untuk menatap tanah– lebih tepatnya lumpur.Pada akhirnya, aku memutuskan untuk berhenti dan menatap punggung Ilkay yang kekar seperti ksatria.“Ada apa? Kau marah?” tanyaku.