Jam menunjukkan pukul sepuluh pagi. Dosen mereka memasukkan laptop miliknya ke dalam tas. Lalu, mengatakan kalau jam pelajaran telah usai. Dosen itu pun menyandang tas miliknya, dan berjalan keluar meninggalkan kelas.
“Huaaahhh … akhirnya selesai juga,” kata Angel sambil meregangkan tubuhnya.
“Kenapa, Ngel? Kamu bosan, ya?” tanya Chelsea, menoleh kearah Angel. “Bosan sih nggak, Chel … aku hanya mengantuk. Tidurku tidak cukup tadi malam,” jawab Angel sambil mengemas buku miliknya dan memasukkannya ke dalam tas.Chelsea hanya menganggukkan kepalanya sambil memasukkan buku miliknya ke dalam tas. Tiba-tiba, Sherly bangkit dari tempat duduknya, dan berjalan menghampiri Angel.
“Bagaimana, Ngel? Hangout bareng kita, yuk?” ajak Sherly, tersenyum pada Angel.
Angel terkejut melihat kedatangan Sherly, yang tiba-tiba mengajaknya pergi. Chelsea
“Eh? Kalian kenapa? Kok, aneh begitu?” “Hah? Ah, tidak apa-apa kok, Michael, hehe …,” jawab Camille, dengan jantungnya yang sudah berdegup kencang, takut melihat Michael. “Hah? Hei … kenapa kalian terus berjalan mundur begitu? Sini dulu lah …,” kata Michael, berjalan mendekati Camille dan teman-temannya.Namun, bukannya berhenti dan menghampiri Michael, Camille dan kedua temannya terus berjalan mundur. Lalu, “Hei … kalian ini kenapa, sih? Camille ….”Michael mempercepat jalannya dan menangkap tangan kanan Camille. Lalu, “Huwaaaaaa!!!”Camille berhenti dan berteriak histeris. Sontak, Sherly langsung memukul tangannya Michael dan setelah tangan Camille terlepas dari genggamannya Michael, Sherly langsung menarik tangannya Camille dan langsung berlari meninggalkan Michael. Hanny masih terdiam, me
*Ciittt!* *Jeglek!*Michael tiba di rumahnya, sekitar pukul dua belas siang. Baru saja dia sampai di halaman rumah, matanya langsung terfokus pada satu unit Limousine sepanjang seratus kaki, dilengkapi dengan tiga belas ban di kanan dan kiri Limousine itu. Michael keluar dari mobil dan berjalan menghampiri Limousine itu. “Gila! Limousine macam apa ini? Panjang banget, hahaha … di bandingkan dengan mobilku, bahkan ini tidak sampai setengahnya. Hmm … keren juga,” kata Michael sambil mengelus-elus dagunya.Setelah selesai mengagumi mobil Limousine itu, Michael langsung bergegas masuk ke dalam rumahnya. Baru saja Michael tiba di dalam, dia sudah disambut oleh Asisten pribadinya, Mark, yang sudah menunggunya disana. “Mark, sedang apa kamu berdiri disini?” tanya Michael pada Mark. “Ah, saya diminta oleh Tuan John, untuk menunggu anda disini. Ada tamu speci
“Ayah, apa-apaan, sih! Bukannya bertanya padaku terlebih dahulu, eh tiba-tiba langsung main jodoh-jodohkan saja!” kesal Fannia, membuka pintu rumah Michael dan bergegas berjalan keluar menuju mobilnya.Pada saat Fannia baru saja tiba di dekat mobilnya, “Hai ….”Michael berdiri di depan pintu, menyapa Fannia sambil melemparkan senyum kearahnya. Sontak, langkah Fannia seketika berhenti. Kepalanya langsung memutar, memandang sinis kearah Michael. “Mau apa, kamu!” bentak Fannia, dengan posisi tangan memegang tuas pintu mobilnya. “Ah, tidak ada … Ayahmu meminta saya untuk menyusul kamu keluar,” kata Michael, menyandarkan tubuhnya pada sebuah pilar di dekat pintu masuk rumah. “Untuk apa? Menjodohkanku denganmu?” tanya Fannia. “Hmm … entah lah, coba tanya sendiri saja deh,” jawab Michael,
Michael menatap kebingungan kearah Fannia, sambil menggaruk kepalanya. ‘Ih, apaan sih! Aneh banget …,’ batin Michael, menatap sambil mengerutkan keningnya kearah Fanni, yang sedang berjalan menuju gerbang rumahnya. “Woy! Ini kunci mobilnya!” teriak Michael, sambil menggoyang-goyangkan kunci mobil Fannia kearahnya. “Hah?”Sontak, langkah kaki Fannia terhenti lagi. Lalu, dia menoleh kearah Michael. Kemudian, dia berjalan kembali kearah Michael, dan mengambil kunci mobilnya dari tangan Michael. *Jeglek!* *Brem-brem …*Fannia masuk ke dalam mobilnya, dan langsung menghidupkan mesin mobilnya. Namun anehnya, Fannia tidak memasukkan persneling dan menginjak pedal gas mobilnya. Melainkan hanya terdiam, sambil memegang stir mobilnya. Melihat itu, Michael perlahan berjalan menghampiri Fannia, dan, “Woy! Jangan
*Brem-brem … bremmmm …*Pengemudi HV F5 itu, menginjak pedal kopling mobil, sambil menginjak-injak pedal gasnya di sambil mobil Fannia. “Eh!”Fannia seketika panik, melihat mobil itu yang tadinya berada jauh dibelakang, dengan jalannya yang terhalang oleh mobil-mobil lain, tiba-tiba sudah berada di samping mobilnya. Sontak, Fannia langsung menambah kecepatan mobilnya, dan melesat pergi meninglakna mobil itu. Awalnya, mobil Fannia melaju jauh di depan mobil HV F5 itu. Namun, beberapa menit saja, Fannia kembali melihat kearah kaca spion mobilnya, dan mobil HV F5 itu sudah berada tepat di belakang mobilnya. “Sial! Lampu lalu lintasnya pake merah segala, lagi … huh!”Fannia melihat kearah depan, banyak mobil yang sedang berhenti menunggu lampu lalu lintas berubah hijau. Sontak, Fannia langsung membanting stir mobilnya kearah kiri. Melihat kalau jalur lurusan itu sepi dan hanya ada d
*Brem-brem …* *Brem-brem …*Mobil Fannia dan Oscar, sudah berada di garis Start. Suara knalpot dari masing-masing mobil mereka bersahut-sahutan, menunggu ‘si Wanita pemegang bendera’, masuk ke lintasan balap. Tampak dari sisi sebelah kanan, Wanita itu berjalan melenggang, masuk ke jalur lintasan sambil membawa dua buah bendera di masing-masing tangannya. Kemudian, wanita itu menghadap kearah mobil Fannia dan Oscar, mengangkat kedua bendera itu, lalu semua orang yang berada disana, menghitung mundur dari, “Tiga … dua … satu!” *Breeeemmmm …*Bendera di jatuhkan, tanda balapan telah dimulai. Fannia dan Oscar, menginjak pedal gas mobil mereka, dan melesat pergi meninggalkan garis Start.Fannia memimpin dengan jarak setengah meter di depan mobil Oscar. Namun, sekian menit saja, posisi berganti dengan mobil Oscar melewati mobil Fannia. Kemudian, mobil Fa
“Hufffttt … yah sudah, aku pulang dulu, ya. Cukup melelahkan balapan denganmu tadi. Yahhh, meskipun tadi, aku masih bisa menang darimu, sih …,” kata Fannia. “Hahaha … eh, sudah jelas-jelas kamu tertinggal jauh di belakang,” ejek Oscar. “Iya, aku sengaja mengalah darimu. Lagian, rencana awalnya ‘kan memang seperti itu? Oh iya, kamu terlalu keras menghantam mobilku tadi. Beruntung aku masih bisa mengendalikan stir mobilku,” kata Fannia, menepuk lembut bahu Oscar. “Eh, iya kah? Wah, maaf sekali, Fannia, aku tidak tahu tentang itu. Mungkin karena laju mobilku, stir mobilnya menjadi sedikit sulit untuk di kendalikan. Tadi, mobilku sudah goyang-goyang juga, saat menghantam ke mobilmu, dan juga, Body mobilku menjadi lecet. Hadeh … beruntung, aku punya bengkel mobil sendiri,” kata Oscar. “Hahaha … maaf, ya, sudah merepotkanm
Sesampainya di perjalanan, Angel yang tadinya tengah duduk di sebelah Jordi sambil bermain ponsel, menoleh kearah Jordi dan membuka percakapan. “Jor, setahu kamu, bengkel yang bagus di kota ini, dimana?” tanya Angel. “Hmm … kemarin, saya memperbaiki kaca mobil Limousine anda, Nona, di bengkel bernama Heffner Performance. Bengkelnya sih, lumayan jauh, Nona … sekitar dua puluh satu jam, dari kampus anda,” jawab Jordi, sesekali menoleh kearah Angel sambil mengemudi. “Dua puluh satu jam? Wah, jauh juga, ya. Kalau tidak di perbaiki, sayang banget …,” kata Angel. “Hmm … kalau anda izinkan, saya bisa membawa mobil anda kesana, Nona. Setelah mengantar anda, saya bisa langsung berangkat. Bagaimana, Nona?” tanya Jordi. “Duh, saya tidak enak kalau harus menyuruh kamu pergi kesana, Jor. Jauh banget loh itu,” jawab A