"APA?" Clara berteriak, sedetik kemudian ia tersadar dan refleks menutupi mulutnya dengan kedua tangan. Matanya menatap Rudi yang nampak nyengir lebar, sudut matanya menatap Morgan yang sejak tadi serius mengobrol bersama admin bengkel itu sontak menatapnya dengan alis berkerut.
"Kenapa, Ra? Ada masalah?" tanya Morgan begitu penasaran.
"Ah ... ti-tidak, tidak apa-apa." Clara nyengir lebar, sungguh bukan salahnya kalau dia sampai berteriak histeris macam tadi.
Morgan mengangguk, kembali serius membicarakan sesuatu bersama laki-laki itu. Clara menoleh menatap Rudi yang juga menatapnya sambil menahan tawa.
"Jadi Ferrari itu mobil Morgan? Yang dipakai buat tabrakan sama aku?" tanya Clara yang berharap bahwa mobil itu bukan mobil Morgan.
"Iya, itu mobilnya pak Bos, Mbak." jawab Rudi padat, singkat dan jelas.
Clara kembali melongo, mobil Morgan sekelas Ferrari dan dengan begitu sombong kemarin Clara menawarkan h
Sedan mewah itu berhenti di area parkir basement apartemen yang Clara tempati, sebuah unit apartemen yang berada di barat kota, sedikit terpinggir memang, tetapi dekat dengan beberapa obyek wisata tersohor.Morgan melepaskan seat belt, menoleh ke arah Clara yang masih bengong di tempatnya duduk. Dia tahu apa yang ada di dalam pikiran wanita itu, pasti dia khawatir dan takut kekasihnya tahu jika Morgan mengantarkan dia pulang, bukan?"Ra, kita sampai. Unitmu di lantai berapa?"Clara tersentak, ia menoleh dan membalas tatapan Morgan. Tersenyum kikuk lantas melepaskan seat belt yang dia kenakan."Lantai tiga," jawab Clara ragu-ragu. "Kamu beneran mau mampir?"Tawa Morgan pecah, ia terbahak sejenak lantas menggeleng perlahan. "Kamu beneran takut banget ya kalau pacar kamu tiba-tiba datang dan aku ada di apartemen mu?""Bu-bukan begitu!" Clara sontak menggeleng, tampak Clara menghela nafas panjang, menatap lurus ke depan. "Seben
"Karena kamu terlalu mengedepankan egomu, Ga. Kamu terlalu memikirkan kepentinganmu sampai tega mengorbankan diriku, merenggut kebebasanku."Sunyi.Arga mengepalkan tangan, menghirup udara sebanyak-banyaknya guna memastikan suplai oksigen ke otaknya tercukupi. Terlalu egois? Begitu yang hendak Clara katakan? Tapi Arga melakukan itu karena dia tidak ingin sampai kehilangan Clara. Karena Arga begitu mencintai Clara!"Tunggu aku di apartemen, kita bicarakan dan perjelas semua!"Tut!Kini Arga yang lebih dulu mematikan sambungan telepon itu. Meletakkan ponsel mahalnya dengan gusar. Ia mencengkeram pelipisnya dengan sedikit kuat, kenapa semuanya jadi seperti ini?Arga meraih kembali ponsel itu, bangkit dan bergegas melangkah keluar dari ruang prakteknya. Baru sampai di depan ruangan itu, insting Arga merasakan bahwa ada yang tengah mengawasi dirinya. Arga menoleh dan menatap ke sekitar. Sepi, hanya ada beberapa perawat tampak te
Clara dirundung ragu, ia berpikir sejenak sebelum mengangkat panggilan itu. Kenapa dia makin lama makin tidak pantas untuk laki-laki ini? Tapi apakah benar perasaan yang dia miliki ini cinta? Dia jatuh cinta pada Morgan? Secepat itu?Ah! Clara menepis semua perasaan tidak menentu yang dia rasakan ini, dengan mantab dia mengangkat panggilan dari laki-laki itu."Hallo?" Clara berusaha mengenyahkan isaknya yang keluar efek perdebatan yang terjadi antara dia dan Arga tadi."Bisa keluar, Ra? Aku di depan pintu apartemen mu."Mata Clara sontak membelalak, ia sampai melonjak dari posisi santainya karena kaget. Mulutnya ternganga, Morgan ada di depan pintu apartemennya? Dengan secepat kilat Clara bangkit, menerjang pintu kamarnya sampat terantuk sudut mini bar yang ada di depan pintu kamar."Aduh!" Clara menggaduh, hanya sebentar karena ia kemudian fokus berlari menuju pintu.Begitu sampai di depan pintu, Clara menghela nafas
Indira melangkah turun dari mobil, ia sudah berencana hendak berendam dengan air hangat barang setengah jam sebelum kemudian makan malam dan bergegas tidur. Indira baru saja melangkah barang dua langkah, ketika suara itu memaksa Indira berbalik dan melihat ke arah suara.Kening Indira berkerut, dia tidak salah lihat, bukan? Itu mobil Arga! Sejak kapan Arga pulang dinas langsung pulang ke rumah? Bukankah biasanya ....Indira tersenyum sinis, dia tahu apa sebabnya! Rupanya rasa cinta Arga pada gundiknya itu tidak lebih besar dari rasa cinta Arga pada saham dan kekayaan. Mudah ternyata mengalahkan laki-laki angkuh itu, Indira bahkan sampai tidak bisa mengenalinya."Tumben langsung pulang?" sindir Indira ketika sosok itu melewatinya.Langkah Arga terhenti, dia menoleh dan menatap Indria dengan tajam. "Ini yang kamu mau, kan? Menyiksaku seperti ini? Jadi diamlah dan nikmati kemenanganmu!"Arga melepaskan snelli-nya, melangkah mel
"Gan, ngapain ke sini?" Clara terkejut ketika Morgan membawanya ke salah satu komplek perumahan elit tersohor di kota.Di mana hanya orang-orang bergaji setara anggota DPR yang bisa membeli rumah di sini. Perumahan dengan akses masuk yang begitu ribet karena harus lapor dan mengisi buku tamu dan lain-lain, menunjukkan kartu Identitas dan menjelaskan keperluan di pos keamanan, kalau tidak mau? Jangan harap bisa masuk ke dalam."Menawarkan bantuan buat kamu!" Morgan menghentikan mobilnya di salah satu rumah."Bantuan? Bantuan seperti apa?" Clara membelalak, menatap Morgan yang tampak begitu santai melepas seat belt lantas membuka pintu."Turunlah, akan kita bahas di dalam, aku harap kau setuju." Morgan melangkah turun, meninggalkan Clara yang masih tertegun di jok tempat dia duduk.Clara menghela nafas panjang, melepaskan seat belt dan ikut melangkah turun mengejar langkah Morgan. Laki-laki itu masuk ke sebuah rumah mewah dengan arsitektu
Clara melangkah keluar dari lift, dia sudah siap dengan setelan scrub dan segala macam perintilan wajibnya ketika berangkat ke rumah sakit. Snelli-nya ada dalam genggaman tangan, dengan perban yang masih membungkus pelipis, perban itu nampak baru karena Clara yang menggantinya sendiri selepas mandi tadi.Clara merogoh ponsel, hendak memesan taxi online ketika melihat sedan hitam yang tempo lalu membawanya pergi, berhenti tepat di depan loby apartemen. Bukan hanya itu, mobil Clara pun turut ada. Sudah kembali utuh dan kinclong seperti baru.Tanpa perlu melihat siapa yang membawa mobil itu, Clara sudah tahu siapa orangnya. Orang yang sama, yang entah mengapa selalu bisa mengukirkan senyum di wajahnya."Selamat pagi bu Dokter," laki-laki itu turun dari mobil Clara, dengan kemeja lengan panjang yang dia gulung sampai siku dan dasi warna biru tua yang membuat wajahnya nampak begitu bersih."Mobilnya sudah jadi?" sebuah pertanyaan sponta
Arga melangkah dengan wajah masam, tidak ada senyum terukir di wajahnya. Semua perawat maupun koas yang berpapasan dengan Arga hanya menundukkan pandangan dan tersenyum simpul, tidak berani menyapa karena sorot mata itu begitu dingin dan sinis.Arga terus melangkah, masuk ke dalam ruangannya dan menutup pintu ruangan itu. Ia segera duduk di kursi miliknya, meraup wajahnya dengan kedua tangan."Sial!" Arga mengeram, ia benar-benar bingung sekarang harus berbuat apa.Clara sudah banyak berubah, sementara dia kini berada di bawah tekanan Indira. Dia tidak bisa berbuat apapun, kalau sampai dia nekat berbuat yang tidak-tidak, maka akan banyak masalah yang timbul akibat perbuatan nekat Arga.Arga terjebak sekarang dan rasanya tidak ada yang bisa dia lakukan selain mengikuti permainan Indira untuk saat ini. Tetapi bagaimana dengan rindunya yang sudah membuncah pada pujaan hatinya itu? Apakah orang suruhan Indira masih mengawasinya? Atau sebenar
"Sialan lu, Rud!" Morgan sontak memaki, menimpuk Rudi yang nampak tertawa terbahak-bahak itu.Jadi ini sebab kemarin Clara sempat cuek dan dingin kepadanya? Karena Rudi bilang dia sudah punya pacar? Ah sialan memang Rudi ini! Tapi ada untungnya juga, kan, Rudi bilang begitu, jadi Morgan bisa tahu bahwa sebenarnya bukan hanya dia yang terpesona luar biasa pada sosok dokter cantik itu, dia pun sama!"Loh tapi kan ada untungnya juga Bos! Kan Bos jadi tahu kalau dokter Clara juga punya perasaan yang sama." Rudi terkekeh, mencoba memberi pembelaan atas apa yang kemarin dia lakukan.Morgan terdiam, agaknya dia tidak bisa lagi memarahi tangan kanannya itu. Rudi benar! Dan itu makin membuat Morgan bersemangat hendak merebut Clara dari Arga. Ya ... Morgan sudah membuat kesepakatan dengan Indira dan itu artinya jalan Morgan untuk merebut Clara dari Arga makin terbuka lebar."Kalau boleh tahu, memangnya Bos tadi buat perjanjian apa sama dokte