"Sialan lu, Rud!" Morgan sontak memaki, menimpuk Rudi yang nampak tertawa terbahak-bahak itu.
Jadi ini sebab kemarin Clara sempat cuek dan dingin kepadanya? Karena Rudi bilang dia sudah punya pacar? Ah sialan memang Rudi ini! Tapi ada untungnya juga, kan, Rudi bilang begitu, jadi Morgan bisa tahu bahwa sebenarnya bukan hanya dia yang terpesona luar biasa pada sosok dokter cantik itu, dia pun sama!
"Loh tapi kan ada untungnya juga Bos! Kan Bos jadi tahu kalau dokter Clara juga punya perasaan yang sama." Rudi terkekeh, mencoba memberi pembelaan atas apa yang kemarin dia lakukan.
Morgan terdiam, agaknya dia tidak bisa lagi memarahi tangan kanannya itu. Rudi benar! Dan itu makin membuat Morgan bersemangat hendak merebut Clara dari Arga. Ya ... Morgan sudah membuat kesepakatan dengan Indira dan itu artinya jalan Morgan untuk merebut Clara dari Arga makin terbuka lebar.
"Kalau boleh tahu, memangnya Bos tadi buat perjanjian apa sama dokte
Indira menatap wanita itu dengan hati pedih. Tidak dia sangka residen itu yang menjadi gundik suaminya selama ini. Kalau saja dia tidak terlanjur membuat perjanjian dengan pengusaha importir mobil mewah tadi, Indira sudah menyeret Clara dan mempermalukan residen anestesi itu di depan banyak orang."Pantas kamu sampai tidak bisa move on, Mas. Secantik ini gundikmu," desis Indira yang sadar dia tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan kekasih suaminya itu.Indira menghela nafas panjang, pantas saja pengusaha kaya raya itu juga sampai rela melakukan apa saja untuk memisahkan Clara dari Arga, memang pesona dokter residen satu itu begitu luar biasa. Membuat rasa iri terbesit di dalam hati Indira."Harusnya sejak awal aku memperhatikan dia. Dia terlihat begitu mencolok, ah tapi sudahlah!" Indira segera melangkah pergi ketika sosok itu lenyap dari pandangannya.Intinya kini dia sudah tahu semua rahasia Arga. Semua berkat Morgan yang dengan begitu ajaib dat
Clara menyandarkan tubuhnya di jok mobil, air matanya masih menitik. Dia dengar semuanya tadi. Karena kelemahan Clara yang tidak bisa menolak permintaan Arga, Indira harus menjadi korban. Wanita itu tidak tahu apa-apa, tidak memiliki salah apapun pada Clara, tetapi dia harus menderita karena permainan gilanya bersama Arga."Gara-gara aku semuanya jadi kayak gini! Bodoh kamu, Ra! Bodoh!" Clara memaki dirinya sendiri.Kalau ditanya, jujur Clara juga tidak mau hidup seperti ini. Memangnya enak hidup jadi simpanan suami orang? Kalau bagi wanita lain itu enak, bagi Clara itu sama sekali tidak enak! Terlebih dia harus berada satu tempat dengan Indira di rumah sakit, sering bertemu dan saling tegur sapa, tentu itu membuat tekanan Clara makin berat.Clara tengah mengutuk dirinya sendiri ketika dering ponsel itu mengejutkan dirinya. Clara menyeka air mata yang menitik, siapa lagi sih? Semoga bukan on call. Clara rasanya ingin segera pulang dan mengunci
Clara membelalakkan mata ketika membaca tag harga di baju itu. Enam ratus empat puluh dollar? Baju kayak gini hampir sembilan juta lebih? Clara mengerutkan keningnya, rasa-rasanya dia pernah melihat orang pakai baju ini, siapa ya? Clara berpikir keras, sampai akhirnya dia ingat siapa yang pernah dia lihat! Baju ini sama dengan baju yang dipakai Nagita Slavina!"Astaga! Duit segini banyak cuma buat beli baju sepotong?" Clara memekik, ah dia lupa kalau orang satu itu duitnya ada banyak, beda dengan dokter yang masih harus pendidikan macam dia ini. Kalau hanya uang sembilan juta untuk beli baju, itu tidak akan mengurangi jumlah kekayaan yang Morgan miliki."Ah ... bodo amat! Kapan lagi pakai baju Sultan!" Clara menyampirkan baju itu di pundak, membuka satu lagi paper bag yang tadi disodorkan Rudi kepadanya.Kembali Clara merasa kepalanya begitu pusing ketika membaca label harga sepatu hak tujuh centi berwarna hitam itu. Mimpi apa dia semalam
Morgan terpukau dengan sosok yang kini berdiri di depan pintu apartemen itu. Baju yang dia pilihkan begitu pas dan membentuk lekuk tubuh Clara dengan begitu indah. Pantas saja dokter itu sampai melakukan segala cara untuk menjerat Clara dalam dekapannya, Clara seindah ini! Dia begitu luar biasa. High heels tujuh centi itu membungkus kaki Clara dengan begitu cantik. Rambut panjangnya yang lurus kinj berubah ikal di ujung. Wajahnya tersapu make-up simple namun membuat penampilan Clara makin mempesona. Intinya wanita satu ini memang luar biasa indah, Morgan akui itu. "Gan? Kenapa?" Morgan tergagap, tersenyum kikuk ketika Clara memergoki dirinya tengah termenung menatap keindahan yang melekat pada diri Clara. "Eh ... nggak, aku nggak apa-apa." Morgan nyengir lebar, memamerkan giginya yang begitu rapi dan bersih. "Sudah siap, kan?" Tampak Clara tersenyum malu-malu, mengangguk pelan menjawab pertanyaan yang Morgan tujukan kepadanya. "K
"Gan, kamu sakit?"Morgan yang tengah fokus pada setir mobilnya sontak menoleh, menatap Clara dengan mata menyipit. Sakit? paa yang membuat dokter cantik itu menduga bahwa dia tengah sakit?"Aku baik-baik saja, Ra. Dari mana kamu menyimpulkan bahwa aku sedang sakit?" Morgan terkekeh, apa yang membuat Clara berpikiran bahwa Morgan sedang sakit?"Kamu tampak aneh sejak tadi datang, Gan."Kembali Morgan terkekeh, jadi karena itu? Tidak tahukah Clara bahwa Morgan jadi seperti ini karena Clara? Karena dia terpesona oleh penampilan Clara yang begitu memukau?"Mau tahu apa yang membuatku jadi seperti ini, Ra?"Clara menoleh, menatap sosok yang hari ini begitu formal dengan kemeja lengan panjang dan celana bahannya. Apa yang membuat Morgan jadi tampak aneh hari ini?"Karena aku ...," Morgan sengaja tidak melanjutkan kalimatnya."Kenapa?" Clara tampak risau, kenapa lagi sih?"Karena aku terpesona dengan kecantikan kamu hari ini,
"Semua sehat Pa! Sehat, baik dan normal."Indira sedikit menekan kalimatnya dan Arga tahu betul apa tujuan Indira melakukan itu. Tentu ingin menegaskan bahwa dia normal, sehat dan bukan dia yang menjadi penyebab kenapa sampai sekarang dia tidak kunjung hamil.Arga menahan semua gejolak itu di dalam dirinya. Arga harus puas hari ini menjadi kambing hitam di mana-mana. Dia harus puas menjadi terduga penyebab kenapa Indira tidak kunjung hamil setelah dia nikahi. Walaupun sebenarnya dia juga yang menjadi membuat masalah ini, bukan?"Ah ... begitu? Syukurlah. Berarti kamu tidak bermasalah, In." Dicky meletakkan kertas itu di pangkuan, menatap putrinya dengan tatapan penuh kasih sayang.'Sialan, jadi mereka pikir aku yang bermasalah?' Arga memaki di dalam hati, 'Tidak kah mereka tahu bahwa mereka lah yang bermasalah, mempunyai masalah dengan diriku?'Arga benar-benar tidak tahan, namun demi suksesnya rencana yang sudah dia susun matang-matang, dia
Indira akhirnya pasrah, membiarkan laki-laki itu melakukan apa yang dia mau. Indira memejamkan matanya, membiarkan air mata menitik sambil mencoba mensugesti dirinya agar menolak sentuhan-sentuhan Arga yang jujur mulai membakar tubuhnya dengan begitu luar biasa. Indira benci situasi macan ini. Di mana otaknya menolak dan mengutuk keras tindakan ini, namun tubuhnya malah merespon dan menikmati tiap sentuhan yang Arga luncurkan kepadanya? "Kau sedang subur, bukan? Jadi ini sungguh waktu yang tepat untuk membuktikan ke semua orang bahwa aku bukan laki-laki sampah, In!" suara Arga begitu lirih, suara serak yang sialnya terdengar begitu indah di telinga Indira. "Kenapa bukan gundikmu yang kau hamili?" Indira membuka mata, menatap tajam Arga yang sudah polos mendindih tubuhnya. "Kau isteriku, In. Dan bukankah aku sudah bilang kalau dia menolak hamil selama belum aku nikahi?" 'Bajingan!' Indira mengumpat, sekarang saja dia men
Morgan mematikan mesin Pista kesayangannya, menatap Clara yang bergegas melepas seat belt. Clara hendak turun ketika kemudian Morgan mencekal tangan Clara, membuat Clara sontak menoleh dan menatap Morgan dengan seksama."Kenapa?" tanya Clara sambil mengerutkan kening."Yakin mau turun?" sungguh Morgan tidak tenang jika membawa Clara ke dalam sana, bukan apa-apa, di matanya Clara perempuan baik-baik, tidak pantas berada di sana."Tentu!" Clara tertawa, "Ayolah, jangan khawatir seperti itu, bukankah kita pergi berdua?" Clara kembali hendak turun, namun tangan Morgan kembali menarik Clara duduk di jok mobil."Bisa minum memang?" tujuan Morgan tentu hendak minum, dia sudah request beberapa wine dan whiskey pada Armando, jadi sia-sia, kan, kalau dia tidak bisa minum hanya karena sibuk menjaga Clara?"Kalau itu, kamu yang tahu jawabannya, Gan." Clara tersenyum, melepaskan tangan Morgan dari tangannya.Morgan mel