Indira bersiap hendak visit ke bangsal rawat inap ketika matanya menangkap sosok itu. Sosok tinggi, tegap dengan snelli lengan panjang yang masih tampak cemerlang itu benar-benar mencolok sekali di mata Indira. Dan jangan lupa, ini adalah kali pertama dia menjumpai sosok itu, bukan? Siapa dia?
"Dokter, ada tujuh pasien yang harus Dokter kunjungi sore hari ini."
Indira tersentak, ia mengangguk sambil mencoba mengabaikan pemandangan itu. Ditatapnya Deas, perawat yang hari ini bertugas menemani Indira visiting.
"Kita cuma berdua nih?" tentu itu yang Indira tanyakan, biasanya ada koas dan beberapa residen yang akan ikut visiting.
"Sebentar, Dok. Nanti ada yang ikut gabung."
Indira membuatkan matanya, "Pada belum ready?" berani sekali mereka menyuruh dokter spesialis yang notabene anak pemilik rumah sakit menunggu mereka siap!
"Itu mereka, Dok!"
Indira hendak kembali buka suara ketika sosok yang yafi begitu mengganggu mat
"Lepas!" Clara berusaha melepaskan cengkeraman tangan yang menyeretnya dengan paksa.Lekaki itu adalah Arga, dan apa yang hendak Arga lakukan? Dia membawa dan menyeret Clara menuju parkiran. Membuat Clara sedikit ketakutan dengan hal apa-apa saja yang bisa saja dilakukan oleh pria nekat satu ini."Aku cuma mau ngomong beberapa hal saja, jadi tolong jang-.""LEPAS!"Clara bernafas lega ketika suara itu menyapa indera pendengarannya. Itu suara Morgan! Nampak Morgan mencengkeram tangan Arga dengan kuat, satu tangannya menarik tangan Clara lepas dari cengkeraman tangan Arga."Kau berusaha menantangku, Dok? Kau lupa dengan dokumen yang sudah dengan senang hati kau tanda tangani?" Morgan mengeram, matanya nampak bersorot tajam menatap Arga yang sedikit memucat.Arga mendengus kesal, dengan wajah pucat dan sorot mata tajam ia balas menatap Morgan yang tidak gentar dan takut sedikit pun."Aku bisa buka semu
"Jadi kapan?"Tjandra yang tengah sibuk dengan iPad-nya menoleh, mendapati Feni keluar dari kamar mandi dan duduk di tepi ranjang. Tampak sang istri menatapnya dengan seksama, membuat Tjandra menghela napas panjang dan meletakkan benda itu di meja."Apanya yang kapan?" Tjandra balik bertanya, fokus menatap Feni yang sudah terindikasi hendak mengajaknya ribut."Morgan bawa calonnya, lah! Apa lagi sih memangnya?" Feni bersungut-sungut, membuat tawa Tjandra hampir pecah melihat berapa masam wajah sang istri."Ohh." Tjandra sudah menebak, pasti ini yang hendak Feni bahas. "Lusa, kemarin Morgan bilang lusa dia mau bawa Clara ke rumah."Feni menghela napas panjang. Dia merebahkan tubuhnya di atas kasur, menarik bedcover dan menutupi tubuhnya. Tjandra meraih kembali iPad yang tadi dia letakkan. Agaknya Feni tidak terlalu rewel malam ini. Ancamannya tadi benar-benar mampu membungkam sang istri yang biasanya ribut dan rewel setengah mati.&
"Morning!" Clara hampir berteriak ketika tangan kekar itu melingkar di pinggangnya, memeluknya dengan begitu erat.Clara tersenyum, mencubit lengan Morgan karena dia tahu di ruangan itu tidak hanya mereka berdua yang ada di sana, Mbok Sam pun ada, nampak menahan senyum sambil fokus memotong sayuran."Lepas!" bisik Clara setengah tersenyum ketika tangan itu malah semakin erat memeluk tubuhnya."Kenapa sih?" Morgan malah menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Clara, membuat tubuh Clara meremang seketika."Ada Mbok Sam!" kembali Clara melotot, menatap Morgan yang nampak acuh dan tidak bergerak sedikitpun dari posisinya.Morgan meraih pisau yang ada di tangan Clara, meletakkan benda itu di meja dan menarik Clara pergi dari dapur."Eh ... kemana? Aku mau bantuin Mbok Sam!" Clara mencoba mempertahankan diri, tentu dia tidak enak dengan wanita paruh baya yang bekerja di rumah Morgan. Kerja Mbok Sam jadi bertambah semen
“Kenapa ingin jadi pediatric?”Jimmy mengurungkan niatnya menyuapkan nasi itu. Ditatapnya Indira dengan saksama. Ah ... bahkan cara dia makan dan mengunyah makanan begitu mirip dengan Kirana. Apakah dia reinkarnasi dari Kirana? Tapi apakah betul reinkarnasi itu ada? Atau malah dia ini kembaran Kirana?“Sejak dulu, pertama kali koas di stase anak, saya sudah jatuh cinta dengan ilmu kesehatan anak, Dok.” Jawab Jimmy jujur apa adanya. Memang itu alasan dia masuk PPDS anak.Indira mengangguk, membuat Jimmy akhirnya bisa fokus pada nasi uduk yang ada di hadapannya. Apakah Indira memang seperti ini? Seperti ini dalam artian dia selalu ramah dan welcome kepada semua orang seperti saat ini dia memperlakukan Jimmy. Ataukah ... Ah! Jimmy membuang perasaan itu jauh-jauh. Kenapa dia bisa jadi GR begini?“Istri dokter juga?”Hampir saja Jimmy tersedak nasi yang memenuhi mulutnya, ia bergegas meraih botol air mineral dan meneg
Indira masih melamun dengan bayangan residen itu di kepalanya, ketika mendadak pintu ruang prakteknya terbuka dan sang suami muncul dari pintu itu.Wajah Arga nampak masam, melangkah tanpa banyak bicara lalu menjatuhkan diri di depan meja Indira. Indira mengubah posisi duduk santainya jadi serius, menatap lelaki itu dengan kening berkerut."Kau tidak coba mengagalkan spermaku membuahimu, kan, In?" Tanya Arga tanpa basa-basi."Apa maksudmu?" Indira terkejut, bukan apa-apa, hanya saja yang Arga tuduhkan itu ada benarnya! Diam-diam ketika sudah di rumah sakit, ia menenggak pil kontrasepsi darurat agar pergumulan terpaksa yang terjadi semalam tidak menghasilkan apapun meskipun Arga berkali-kali menumpahkan spermanya di dalam."Sudah cek ke obsgyn? Atau setidaknya pakai testpack?" Nampak Arga menyelidik, membuat Indira menghela napas panjang."Belum, kenapa?" Tanya Indira mencoba santai."Kenapa katamu?" Suara
"Temani saya nanti malam! Bisa?"Jantung Jimmy seperti hendak lompat dari tempatnya, dia tidak salah dengar, bukan? Apa yang Indira tadi katakan? Dia ingin Jimmy menemaninya nanti malam? Menemani yang seperti apa? Pikiran Jimmy sudah kemana-mana, dia hendak memperjelas apa maksud Indira, namun lidahnya mendadak kelu. Tidak ada suara yang keluar meskipun Jimmy sudah mati-matian mencoba bersuara."Saya tunggu di La Bella Resto, Jim. Jam tujuh tepat!" Indira lantas bangkit, menyunggingkan senyum manisnya lalu melangkah dengan begitu anggun meninggalkan Jimmy yang masih tertegun di tempatnya duduk.Sedetik dua detik otak Jimmy masih membeku, tidak bisa berpikir apapun. Tidak bisa mengirimkan sinyal perintah apapun ke organ tubuhnya!Hingga kemudian Jimmy lantas bisa berpikir dengan jernih ketika ia berhasil menguasai dirinya, ketika dia berhasil mengenyahkan pikiran-pikiran kotor itu dari dalam otaknya."Astaga! Kenapa pikiranku sampai sana
Tangan Clara sontak terulur, mencubit hidung Morgan dengan gemas. Namun Morgan tidak terlalu mempermasalahkannya, ia lantas melepaskan pelukan, menarik tangan itu dan menjatuhkan diri di atas sofa.Tubuh itu dia tarik hingga jatuh tepat di pangkuan Morgan. Menarik bahunya hingga wajah mereka hanya berjarak beberapa centi. Mata mereka beradu dengan senyum yang begitu manis merekah di wajah Morgan. Ia menekan kepala Clara dan meraih bibir itu dengan begitu ganas.Tidak ada percakapan lanjutan yang terjadi, karena baik Clara atau Morgan lebih memilih fokus pada agenda dadakan mereka saat ini. Mata mereka kembali beradu. Tanpa perlu banyak bicara, baik Morgan ataupun Clara sudah paham dan mengerti apa arti masing-masing tatapan mata itu. Perlahan-lahan mulai menikmati detik demi detik mereka dalam ruangan itu. Ruangan yang selama ini begitu kaku, perlahan-lahan melunak oleh desah tertahan keduanya.Ini kali pertama Morgan melakukan kegilaan ini, ka
Jimmy menatap bayangan dirinya di cermin. Dia sudah kembali ke rumah kostnya. Tempat yang jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah sakit. Tentu Jimmy sudah hitung betul-betul keuntungan jika mencari rumah kost yang jaraknya begitu dekat dengan rumah sakit. Dia akan menghemat waktu perjalanan dan bisa segera meluncur kapanpun jika dibutuhkan. Tinggal satu jam lagi! Sekarang pukul 6 dan Jimmy sudah begitu rapi dengan kemeja dan celana bahan. Bertemu dengan anak pemilik rumah sakit yang juga seniornya, tentu Jimmy harus rapi dan sopan, bukan? Mendadak Jimmy ragu. Sebenarnya apa tujuan Indira hendak bertemu dengannya malam ini? Bukan apa-apa, Jimmy takut terlalu tinggi berekspektasi dan berakhir dengan kekecewaan dan rasa malu. Apa yang sebenarnya ada dalam pikiran Jimmy menanggapi ajakan Indira yang terlihat begitu 'lain' tadi? Apa arti dari kata 'Temani saya malam ini?'Temani yang seperti apa? Temani makan malam dan membahas apa-apa yang harus Jimmy lakukan