"Jika kau tidak tau apa yang aku pikirkan. Berhentilah menebak, bodoh!" [Rey R. R.]
______
Sesuai janjinya kepada Mariam, hari ini Ray memutuskan untuk jalan-jalan. Ya walaupun tidak lama tapi Ray harus berusaha sebaik mungkin agar dirinya tidak dianggap boneka lagi oleh keluarga Robertson.
Ray berdecak kesal, hampir 30 menit dirinya menunggu di gerbang manshion tapi batang hidung Mariam tidak juga muncul membuat Ray semakin kesal.
"Dimana perawan tua itu." geram Ray.
Karena lelah menunggu, Ray memutuskan untuk berjalan sendirian keluar manshion.
Tidak begitu buruk tapi cukup membuat kaki Ray gemetaran. Pasalnya banyak pasang mata yang menatap aneh ke arahnya. Apanya yang salah? Dengan cepat Ray memeriksa keadaan dirinya. Baik-baik saja malahan terlihat sangat tampan.
Ray mengacuhkan semua pasang mata yang melihatnya dan memilih untuk fokus berjalan.
Sudah lama rasanya dirinya tidak keluar manshion. Terakhir kali dirinya keluar manshion saat berusia 9 tahun. Ya, bisa dibilang dirinya adalah boneka langka yang disimpan pemiliknya agar tidak disentuh oleh orang lain.
Ray terkekeh pelan, tidak mungkin. Bahkan keluarganya tidak peduli sedikitpun apa yang terjadi kepadanya.
Ray terus mengedarkan pandangannya. Sangat sejuk. Ditambah ada banyak pohon tinggi yang menghiasi tepi jalan membuat jalanan menjadi teduh dan adem.
Bukan hanya itu saja, terdapat banyak orang yang berlarian atau biasa disebut dengan lari pagi serta beberapa kedai kecil yang menjual minuman dan makanan ringan.
Senyuman mulai terukir di bibir tipis Ray. Kenapa tidak dari dulu saja dirinya keluar manshion?
Saking kagumnya, Ray tak menyadari bahwa dirinya berjalan sampai ditengah jalan membuat mobil dibelakangnya berhenti mendadak.
"Hei bocah, jangan menghalangi jalanku!"
Ray tersentak dengan cepat Ray berlari ke pinggir jalan melihat pengemudi mobil tadi menatap tidak suka ke arahnya.
"Maaf." ujar Ray.
"Lain kali pakai matamu!"
Setelah puas membentak Ray, pengemudi tadi melanjukan mobilnya meninggalkan Ray yang berusaha menenangkan detak jantungnya.
"Huhfff hampir saja." gumam Ray.
Baru saja Ray ingin melangkah, tiba-tiba ada seorang anak kecil yang menghampirinya. "Kakak, apa yang kau pegang itu?" tanyanya.
Ray mengerti dengan apa yang dikatakannya membuat Ray refleks menyembunyikan creepy dollnya di belakang punggungnya.
"Apa itu? Aku ingin melihatnya."
Anak kecil itu terus memutari tubuh Ray membuat Ray kewalahan, "Jangan mengangguku!" teriak Ray membuat anak kecil tadi terdiam dan menangis kencang.
Melihat hal itu membuat Ray merasa cemas. Ray takut kalau ada orang yang membencinya. Ray tidak sengaja, sungguh. Begitulah pikir Ray.
Ray melihat sekelilingnya dan benar saja sesuai dugaan Ray banyak pasang mata yang menatap tak suka ke arah dirinya membuat rasa cemas dan takut kembali menghantui Ray.
"Apa yang kau lakukan kepada anakku?"
Ray menatap ke depan, terlihat seorang wanita yang berlari ke arahnya dan memeluk anak kecil tadi.
"Apa yang kau lakukan?" tanyanya.
"Ibu, kakak itu memarahiku." rengek anak kecil.
Dengan cepat Ray menggelengkan kepalanya, "Tidak. Aku tidak salah. Dia yang salah."
"Jauhi anakku dasar aneh."
Ibu anak kecil tadi dengan cepat mengendong anaknya dan membawanya pergi meninggalkan Ray sendirian yang masih terpaku di tempatnya berdiri.
Ray menyentuh dadanya merasakan debaran yang amat kencang menandai dirinya mengalami kecemasan berlebihan.
"Ray!"
Ray mengenali suara itu. Dengan cepat Ray berbalik dan terlihatlah Mariam berlari ke arahnya.
"Kenapa Anda pergi meninggalkanku. Kalau -"
Ucapan Mariam terhenti karena Ray yang tiba-tiba memeluknya dengan erat. Ray merasa sangat takut, oleh karena itulah dirinya memeluk Mariam.
Merasakan tubuh Ray yang bergetar hebat membuat Mariam mengerti dengan apa yang baru saja terjadi. Dengan lembut, Mariam membalas pelukan Ray dan mengecup puncak kepalanya.
"Jangan takut, ada aku di sini." bisik Mariam.
Seolah seperti sebuah sihir, membuat Ray kembali tenang dan melonggarkan pelukannya kepada Mariam.
Ray mendonggakkan kepalanya menatap wajah Mariam yang menatap lembut ke arahnya.
"Aku ingin pulang, ayo." ajak Ray.
Mendengar ajakan Ray, tangan Mariam terulur untuk mengelus wajah tampan Ray membuat pemiliknya memejamkan mata.
"Nanti saja. Kita harus jalan-jalan dulu sebentar -"
"Tapi aku takut." potong Ray.
Mariam mengerti apa yang dimaksud oleh Ray. Sangat susah untuk Ray bisa berbaur dengan lingkungan sekitar.
"Tidak akan terjadi sesuatu. Kali ini ada aku yang menemanimu." bujuk Mariam.
Ray menganggukkan kepalanya menyerah mengikuti apa yang dikatakan oleh Mariam.
"Sekarang pegang tanganku dan kita akan jalan-jalan. Mau es krim?" tanya Mariam.
Ray memegangi dagunya menimang tawaran Mariam. "Tidak buruk juga. Baiklah."
Mariam tersenyum dan membawa Ray menuju kedai es krim. Setelah mendapatkan es krim, Mariam kembali membawa Ray jalan-jalan.
Mariam melirik Ray sekilas. Terlihat sangat lucu saat Ray menjilati es krimnya. Oh ayolah, Ray sudah besar tapi ada banyak es krim yang berlepotan di ujung bibirnya membuat Mariam terkekeh geli.
Tiba-tiba Mariam merasakan perutnya kembali bergejolak. Alasan Mariam telat tadi karena perutnya sangat mulas efek memakan cabai terlalu banyak.
"Tuan muda, bisakah Anda menunggu sebentar. Aku ingin buang air besar." ujar Mariam.
Belum saja Ray menjawab Mariam sudah lari terlebih dahulu mencari toilet terdekat. Ray menghembuskan napasnya dan kembali melihat disekitarnya.
Setelah merasa semuanya aman, Ray duduk di kursi taman kembali menikmati es krimnya yang hampir saja cair.
Saat sedang asik menikmati es krimnya, mata Ray tak sengaja melihat dompet berwarna pink yang tergeletak tak berdaya di kaki kursi taman.
Karena rasa penasaran, Ray mengambil dompet tersebut dan memeriksanya. Terdapat beberapa kartu, foto dan beberapa lembar uang di dalamnya.
Ray melihat foto di dompet tersebut. Seorang wanita. Entah kenapa Ray tertarik untuk mengembalikan dompet tersebut kepada pemiliknya.
Entah sebuah keberuntungan atau hanya sekedar kebetulan, pemilik dompet tersebut berjalan melewatinya dengan raut wajah yang terlihat sangat khawatir sembari menoleh kesana kemari hendak mencari sesuatu.
Setelah mengumpulkan keberaniannya, Ray bangkit menghampiri gadis tersebut.
"Permisi nona." serunya.
Gadis muda tersebut menoleh dan mendapati Ray menatap ragu ke arahnya.
"Ada yang bisa aku bantu?" tanyanya.
Ray meneguk salivanya dengan kasar dan menyodorkan sebuah dompet berwarna pink ke arah gadis tadi membuatnya terpekik senang.
"Kau menemukan dompetku? Terima kasih."
Tanpa gadis itu sadari, sebuah senyuman yang sangat langka terukir di bibir tipis Ray. Entah kenapa Ray merasa senang. Ray merasa ini pertama kalinya ada orang asing yang berterima kasih kepadanya.
"Dimana kau menemukannya? Oh Tuhan aku sangat beruntung sekali. Kalau tidak ada kau, entah bagaimana nasib dompetku sekarang."
Bukannya menjawab, Ray malah semakin mengembangkan senyumannya menghiraukan es krimnya yang mulai cair di tangannya.
Melihat hal itu, gadis itu tertawa pelan dan meraih tisu untuk membersihkan sisa es krim di bibir Ray.
"Kau seperti anak kecil saja. Nah, sekarang sudah bersih." ujarnya.
Mendapatkan perlakuan aneh, Ray merasa malu. Entah kenapa, Ray merasakan kedua pipinya terasa panas. Ingin rasanya Ray menyembunyikan wajahnya.
Sekali lagi, gadis itu tertawa melihat reaksi Ray yang menurutnya sangat menggemaskan.
"Kau lucu sekali. Ngomong-ngomong siapa namamu?" tanyanya.
Ray menundukkan pandangannya tak berani menatap mata indah itu, "Ray." jawab Ray singkat.
"Namamu bagus. Tidak ada nama belakang?" tanyanya.
Ray ingin mengatakannya tapi Ray tak ingin orang lain tau siapa dirinya mengingat ayahnya yang menyembunyikan identitasnya di publik.
Dengan pelan, Ray menggelengkan kepalanya sembari memeluk creepy dollnya erat.
Gadis itu menganggukkan kepalanya tanda mengerti, "Begitu. Baiklah giliranku. Namaku Elvara Viandra. Panggil saja Vara." ujarnya sembari mengulurkan tangannya kepada Ray.
Dengan ragu, Ray menyambut ukuran tangan tersebut. Terasa sangat hangat berbeda dengan tangannya yang terasa sangat dingin.
"Tanganmu dingin sekali." ujar gadis itu, Vara.
"Ah iya memang seperti itu." balas Ray sembari melepaskan pengutan tangannya karena merasa tak enak.
"Baiklah kalau begitu. Aku harus pergi, semoga kita bertemu lagi."
Vara berjalan melewati tubuh Ray yang terasa membeku. Ray merasa tak terima. Ray ingin mengobrol lebih lama lagi dengan Vara, tapi...
Dengan cepat Ray berbalik menatap punggung Vara yang mulai menjauh.
"Vara ya. Tidak buruk." gumam Ray.
"Siapa itu?"
Ray terkejut setengah mati mendengar bisikan Mariam. Bukannya meminta maaf, Mariam malah tertawa terbahak-bahak membuat Ray kesal dibuatnya.
"Siapa yang Anda lihat, Tuan muda?" tanya Mariam diikuti kedipan matanya yang menjijikan menurut Ray.
"Bukan urusanmu." balas Ray dengan malas.
Mariam tersenyum penuh makna membuat Ray semakin kesal. "Ayo pulang. Aku sudah lelah." elak Ray.
Mariam berusaha menyembunyikan senyumannya karena sedari awal Mariam melihat bagaimana interaksi Ray dengan gadis cantik tadi.
"Aku harap Tuan muda mulai terbiasa." gumam Mariam yang tentu saja hanya dirinya yang dapat mendengarnya.
********
Setelah kejadian itu, Ray merasa matanya tak mengantuk lagi. Lebih tepatnya pikiran Ray selalu terarahkan kepada gadis yang ditemuinya tadi pagi.
Vara. Nama yang sangat bagus. Bahkan lebih bagus dari pada namanya.
"Jangan mudah percaya kepada orang lain, pengecut."
Merasa terganggu, Ray menoleh ke arah Rey. Seketika raut wajah Ray berubah kembali menjadi datar. Apa yang dikatakan Rey ada benarnya. Seharusnya dirinya tidak begitu mudah percaya kepada orang lain.
Tapi mengingat senyuman tulus dari wajah cantik Vara, Ray membuat pengecualian.
"Aku khawatir kau mulai terjebak dengan mulut manisnya."
Ray memilih bungkam, tak menghiraukan ucapan Rey yang entah kenapa rasanya benar sekali.
Ray kembali menatap Rey dengan intens, "Lalu menurutmu, apa kesanmu kepadanya?" tanya Ray.
"Kesanku? Kau bertanya sesuatu yang tidak penting nak. Tentu saja kesanku tidak baik. Aku khawatir kau mendadak menjadi pendiam lagi." balas Rey.
"Hn, kau benar. Lebih baik aku tidak mendengarnya." lirih Ray.
"Lebih baik begitu."
Lama keduanya terdiam sampai pada akhirnya suara ribut terdengar dari lantai bawah membuat Ray dan Rey saling pandang.
"Apa yang terjadi?" tanya Ray.
"Mari kita lihat."
Dengan cepat Ray turun dari king size miliknya berlari menuruni anak tangga. Ray melihat Ibunya, Nisa yang dipeluk oleh Bryan sembari menangis histeris. Entah apa yang terjadi membuat Ray bingung.
Mariam yang melihat kehadiran Ray dengan cepat membawa Ray kembali menuju kamarnya sebelum sesuatu yang tidak diinginkan terjadi.
"Tuan muda, kenapa Anda turun? Ayo, kita kembali." ajak Mariam.
Ray menghempaskan pegangan tangan Mariam dan berjalan menuju Nisa, ibunya. Tapi baru beberapa langkah, dengan cepat Mariam menyeret Ray dan membawanya menaiki anak tangga.
"Lepaskan aku Mariam. Apa yang terjadi?" tanya Ray tak sabaran.
"Tuan muda, ayo kita kembali ke kamar."
Ray terus memberontak berusaha melepaskan tarikan paksa dari Mariam sehingga sebuah teriakan berhasil membuat tubuhnya lemas.
"Roy tidak mungkin meninggal!"
DEG.
Bagaikan sebuah hantaman besar membuat Ray seketika langsung terduduk lemas, tidak berdaya. Apa yang terjadi? Apakah Ray melewatkan sesuatu? Roy meninggal? Kakaknya? Tapi, kenapa?
Creepy doll terjatuh dari pelukan Ray, merasakan sesak Ray memegangi dadanya sembari mengatur napasnya.
"Tidak mungkin! Ini tidak mungkin terjadi! Roy!"
"Menangislah kalau itu bisa membuatmu kembali tenang." [Mariam]______Melihat sesuatu yang terjadi kepada Ray, dengan cepat Mariam meraih tubuh Ray dan memeluknya dengan erat."Tenangkan dirimu Tuan muda. Tenang!" bujuk Mariam.Ray terus bergumam mengatakan semua ini tidak mungkin terjadi. Bagaimana bisa?Ray menoleh kebelakang melihat Ibunya yang dipeluk erat oleh Ayahnya. Ray berusaha bangkit dengan bantuan Mariam berjalan menuju Nisa, Ibunya.Creepy doll yang tergeletak di lantai tak dihiraukannya. Yang terpenting saat ini adalah Ray harus mencari tau kebenarannya."Mah." panggil Ray.Bukannya sahutan lembut atau pelukan hangat, yang Ray dapatkan adalah tatapan penuh amarah serta kebencian dari mata Nisa."Ini semua salah kamu! Kamu pembawa sial di keluarga ini!"Tubuh Ray seket
"Belajarlah untuk berinteraksi dengan dunia luar. Keluar dari dunia gelap yang kau buat itu dan kembalilah melihat indahnya sinar matahari." [Bryan R. R.]______Sudah dua tahun lamanya semenjak putra tunggal keluarga Robertson meninggal, dan sudah dua tahun itulah Ray mempertahankan wajah datarnya.Bukan hanya wajahnya saja, sifatnya juga semakin dingin membuat Mariam kesulitan untuk mendekatinya.Wajah tampannya terlihat sangat jelas di balik wajah datarnya. Kulitnya sudah tidak pucat seperti dulu.Keberadaannya? Tentu saja Ray sudah tidak peduli. Kalau dulu dirinya berusaha mencari perhatian kepada Nisa dan Bryan, sekarang sudah tidak lagi.Bahkan hanya untuk makan bersama saja Ray merasa enggan. Jangankan untuk makan bersama, menatap wajah mereka saja Ray tidak betah.Sekarang umur Ray sudah menginjak 17 tahun. Umur dimana anak
"Takut mencoba, kau tidak akan tau apa yang akan terjadi selanjutnya." [Ray R. R.]______Ray turun dari mobil, meninggalkan mobil yang didalamnya terdapat sopir pribadinya yang ditugaskan Bryan untuk menjaga Ray.Baru saja Ray melangkah masuk ke dalam gerbang, tiba-tiba Ray merasakan kedua kakinya bergetar hebat.Pasalnya sekolah yang dilihatnya sangat ramai. Dengan perasaan cemas, Ray memeluk creepy doll dengan erat."Kau pasti bisa Ray." gumam Ray. "Takut mencoba, kau tidak akan tau apa yang akan terjadi selanjutnya."Ray berjalan menelusuri sekolah yang katanya sekolah terbaik di Amerika. Ray akui itu, selain bangunan yang terbilang sangat terbaik, lapangannya juga sangat besar. Terdapat taman di sebelah lapangan basket, dan ada air mancur di tengah-tengah taman.Baiklah, lumayan. Ray terus berjalan mencari ruangan guru, tak men
"Aku akan menguasai dunia dan menjadi nomor satu." [Rey R. R.]______Jam pelajaran telah usai, saatnya seluruh siswa pulang ke rumahnya masing-masing. Tapi tidak untuk Ray.Sebelum pulang, Ray memutuskan untuk pergi ke apartemen Mariam. Jujur saja Ray rindu kepada Mariam tapi Ray terlalu gengsi untuk mengakuinya jadi Ray memutuskan untuk beralasan mengembalikan tempat bekal kepada Mariam.Lama Ray menunggu lift membuatnya mengeluh. Ray tidak tau apa yang terjadi. Ray menoleh ke arah tangga, ah rasanya Ray terlalu malas untuk menaiki tangga. Jadi, Ray memutuskan untuk menunggu saja.Setelah sekian lama menunggu, akhirnya pintu lift terbuka. Baru saja Ray ingin masuk, tiba-tiba ada seseorang dari dalam lift keluar tergesa-gesa sehingga menabrak bahu Ray."Akhh Shit!" umpatnya kepada Ray.Ray menatap heran ke arah pria itu, merasa tid
"Kau hanya perlu sedikit berusaha lagi. Mereka pasti akan menyukaimu." [Mariam]_____"Hai kamu, yang bawa boneka!"Mendengar suara ganjil yang berasal dari belakang, dengan cepat Ray dan David membalikkan badan dan melihat siapa orang ganjil itu.Seorang siswi berdiri di belakang keduanya dengan tatapan mengejek berhasil membuat Ray geram. Ray memperhatikan penampilannya dari atas sampai bawah. Lebih baik dari pada Vibi Kudanil di kelasnya.Rambut panjang hitam yang diuraikan, make up natural, serta postur tubuh yang terbilang ideal. Tapi satu yang sangat mencolok adalah gadis itu menggunakan tas berwarna pink dengan gambar kuda pony di depannya."Ppfftttt!"Ray berusaha mati-matian menahan tawanya sehingga Ray terpaksa berhenti setelah mendapatkan tatapan tajam dari pemiliknya."Apa yang lucu?" tanyanya.
"Aku akan mengantarmu pulang. Kalau kau pulang sendiri itu tidak baik karena kau anak gadis, nanti kau diculik. Ini sudah malam." [Ray R. R.]______Wahana bianglala memutar menampilkan pemandangan kota malam dari atas membuat Ray semakin kagum.Melihat hal itu membuat Vara menahan senyumnya, melihat ekspresi Ray sangat menggemaskan."Ray." panggil Vara."Hm."Ray saat ini masih fokus melihat ke arah luar jendela tak memperhatikan Vara yang sedari tadi melihatnya."Leher kamu engak sakit kalau -""Apa?" tanya Ray.Ray membalikkan tubuhnya menghadap tubuh Vara sehingga lagi dan lagi keduanya berhadapan. Ray merasa suara Vara terlalu kecil, karena itu dia berbalik.Sedangkan Vara merasa meleleh sebentar lagi. Suasana romantis seperti dinovel yang sering dia bac
"Kalau berani jangan main keroyokan." [Kay]______"Manis sekali? Umur berapa kamu dek?""Ahaha!"Mereka tertawa terbahak-bahak sembari memainkan rambut lebat Ray tapi dibalas Ray dengan wajah datarnya."Kenapa dek? Marah ya?""Jangan marah ya nanti maminya datang."Mereka semakin menjadi mengejek Ray membuat Ray merasa risih. Rasa cemas dan takutnya sekarang sudah sedikit berkurang akibat rasa bangganya yang terus mendarah daging dari kemarin.Salah satu dari mereka hendak mengambil paksa creepy doll Ray kalau saja tidak ditahan oleh Key.Kay dan Key datang mendorong beberapa siswa agar menjauhi Ray, "Kalau berani jangan main keroyokan." ujar Kay."Anak mami itu kalian, buktinya berani sama satu orang. Cih." ejek Key."Kenapa ini? Aku keting
"Karena aku merasa tidak ada urusan ya aku makan saja." [Ray R. R.]______"RAY!"Ray yang sedang makan es krim ditemani Vara tersedak sampai membuatnya terbatuk-batuk dan mengeluarkan air mata. Vara membantu Ray dengan memijat tengkuk lehernya.Kay, Key dan Randa datang menghampiri Ray yang sedang duduk di kursi taman dengan wajah garangnya.Terlihat wajah mereka babak belur, tidak sepenuhnya hanya saja dihiasi dengan plester luka bergambar anak ayam membuat Ray dan Vara sontak tertawa terbahak-bahak."Apa yang lucu hah?" tanya Randa dengan geram."Wajah kalian....ada...anak ayam ahaha." tawa Vara sembari memegangi perutnya yang terasa kram.Vara mereka lupakan, fokus utama mereka adalah Ray dan lihatlah anak itu dia malah tertawa seperti orang yang tidak memiliki beban saja dan itu sukses m