Share

Chapter 6

"Aku akan menguasai dunia dan menjadi nomor satu." [Rey R. R.]

______

Jam pelajaran telah usai, saatnya seluruh siswa pulang ke rumahnya masing-masing. Tapi tidak untuk Ray.

Sebelum pulang, Ray memutuskan untuk pergi ke apartemen Mariam. Jujur saja Ray rindu kepada Mariam tapi Ray terlalu gengsi untuk mengakuinya jadi Ray memutuskan untuk beralasan mengembalikan tempat bekal kepada Mariam.

Lama Ray menunggu lift membuatnya mengeluh. Ray tidak tau apa yang terjadi. Ray menoleh ke arah tangga, ah rasanya Ray terlalu malas untuk menaiki tangga. Jadi, Ray memutuskan untuk menunggu saja.

Setelah sekian lama menunggu, akhirnya pintu lift terbuka. Baru saja Ray ingin masuk, tiba-tiba ada seseorang dari dalam lift keluar tergesa-gesa sehingga menabrak bahu Ray.

"Akhh Shit!" umpatnya kepada Ray.

Ray menatap heran ke arah pria itu, merasa tidak penting Ray kembali melanjutkan perjalanannya menuju apartemen Mariam.

Rasanya sangat melelahkan, apartemen Mariam berada di lantai 85. Ray sampai harus berulang kali melihat angka di atas pintu lift.

Kenapa perawan tua itu memilih apartemen di lantai teratas sih, gerutu Ray.

Setelah sampai, pintu lift terbuka. Sembari mengecek ponselnya, Ray mencari apartemen Mariam. Sesuai dugaannya, pintu apartemen Mariam memiliki stiker domba.

Ray mengulum tawanya, Ray tau wanita itu sangat menyukai domba tapi seharusnya tidak harus menempel stiker domba di depan pintu apartemennya.

Setelah menekan bell berulang kali, akhirnya pintu terbuka. Terlihatlah wajah terkejut dan baru bangun tidur dari wajah mariam.

"Ray, kenapa kau disini? Sama siapa?" tanya Mariam sembari menongolkan kepalanya melihat kesana kemari bersama siapa Ray pergi

Ray menutup mulutnya hendak menahan tawa, "Aku sarankan untuk memperbaiki penampilanmu, Mariam."

Mariam menatap heran ke arah Ray. Setelah mengerti apa yang dikatakan Ray dengan cepat Mariam memeriksa penampilannya dan benar saja, sangat berantakan.

"Oh tidak, kenapa kau baru mengatakannya sekarang. Kau sangat mesum Ray!" teriak Mariam.

Ray meledakkan tawanya melihat Mariam yang berlari masuk ke dalam apartemennya memperbaiki penampilannya yang sangat kusut. Rasanya sangat menyenangkan melihat Mariam marah.

Ray masuk dan menutup pintu apartemen, mengedarkan pandangannya melihat beberapa perabotan serta lukisan yang terpajang di dinding ruang tamu.

Ray meletakkan creepy doll di atas sofa dan kembali berpetualang memperhatikan seluk beluk barang-barang di apartemen Mariam.

Dari banyaknya barang, satu yang berhasil menarik perhatian Ray. Sebuah piagam. Disana tertulis nama Maresha. Maresha? Siapa Maresha?

Ray ingin meraihnya tapi sebuah panggilan dari Mariam menghentikan pergerakan tangan Ray. Ray mengurungkan niatnya dan berjalan menuju Mariam di dapur, tak lupa pula creepy dollnya di atas sofa.

Ray duduk di atas kursi meja makan, memperhatikan punggung Mariam yang sibuk memotong sesuatu. Sepertinya Mariam sedang memasak.

"Bagaimana hari pertama sekolahmu?" tanya Mariam.

Ray menjatuhkan wajahnya di atas meja makan menatap penuh iba ke arah Mariam berharap Mariam melihatnya tapi sepertinya tidak, "Sangat buruk."

"Buruk? Apa mereka membullymu?" tanya Mariam membalikkan tubuhnya menatap penuh rasa penasaran ke arah Ray.

"Ya tidak dibully, maksudku aku tidak ingin berada disana." balas Ray.

Melihat wajah Ray yang murung, Mariam tersenyum hangat. Mengacak lembut rambut Ray membuat Ray memejamkan matanya.

"Kau hanya perlu sedikit berusaha lagi. Mereka pasti akan menyukaimu." nasehat Mariam.

Ray menganggukkan kepalanya, membalas senyuman hangat Mariam yang tidak dilihatnya hampir seharian ini.

"Oh iya, ayo kita makan." ajak Mariam.

"Baiklah."

Mariam dan Ray mulai menikmati makan malam mereka sembari berbincang ringan sehingga Ray hampir saja melupakan sesuatu.

"Ngomong-ngomong, jangan salah faham Mariam. Kedatanganku kemari karena aku ingin mengembalikan tempat bekalmu. Aku tidak ingin kau berpikir kalau aku merindukanmu." ujar Ray.

Mendengar hal itu sontak membuat Mariam meledakkan tawanya, "Mengembalikan tempat bekal? Kau bisa menyuruh pelayanmu untuk mengantarnya kenapa kau repot-repot sendiri mengantarnya sampai disini?" tanya Mariam dengan nada mengejek.

Mendengar Mariam yang mengejeknya membuat Ray menjadi salah tingkah, "Itu karena aku ingin memastikannya sendiri bahwa tempat bekalmu sampai ditempat tujuan dengan aman dan selamat." balas Ray tak mau kalah.

Mariam pasrah, menggelengkan kepalanya lemah. Ray sangat lucu. Hanya untuk berkunjung kemari, Ray sampai beralasan mengembalikan tempat bekal. Sungguh rasa gengsi yang tinggi sekali.

"Baiklah, terserah kau saja." ujar Mariam sembari mengangkat kedua tangannya mengaku mengalah membuat Ray menganggukkan kepalanya angkuh.

"Aku ingin kau membuatkanku bekal lagi kedepannya, orangku akan mengambilnya."

Mariam memutar bola matanya jengah. Sunguh, ayah dan anak sama saja. Sama-sama gengsi.

*******

Hari kedua sekolah. Tidak seburuk seperti hari pertama karena Ray mendapatkan satu teman, ya walaupun keadaannya sangat mengenaskan.

Maksud Ray, temannya itu sangat cupu dan culun. Lebih buruknya lagi sering menjadi bahan bully teman-temannya maupun kakak kelas. Jadi, Ray selalu datang menyelamatkannya. Seperti tokoh utama di komik yang sering dibacanya.

Setelah peristiwa menyelamatkan temannya itu, terbesit rasa bangga di hati Ray. Entah kenapa, Ray sangat menyukai ada orang yang mengucapkan kata terima kasih kepada dirinya.

"Kamu keren sekali, kamu juga tidak takut sama mereka malah mereka yang takut sama kamu." pujinya.

Teman culun, atau yang Ray tau namanya adalah David Ricard. Selalu menundukkan pandangannya kemana pun. Ray hanya khawatir kalau teman culunnya itu tersandung atau menabrak sesuatu.

Ray sempat berpikir, mungkin cara berjalannya itulah yang membuatnya sering dibully.

"Karena itu kau seharusnya kalau berjalan jangan menundukkan kepala terus supaya kau tidak dibully lagi sama mereka." balas Ray tanpa mengoreksi kembali ucapannya yang berhasil membuat David tercengang sekaligus binggung.

"Ekmm ya...akan aku usahakan." jawabnya.

Keduanya terus berjalan melewati koridor sekolah yang semakin sepi, karena mereka lebih memilih pulang lebih lambat dari pada biasanya. Kalau hari pertama Ray ingin menjadi yang pertama sampai di mobil, sekarang berbeda lagi. Ray sudah memiliki teman. Teman pertama di dunia luar jadi Ray harus menemani David ke perpustakaan sebentar. Agar dicap menjadi teman yang baik, bukankah kita harus lebih baik juga. Begitulah pikir Ray.

"Aku iri kepadamu Ray. Kamu berani sama mereka sedangkan aku takut. Rasanya seperti menjadi pecundang nomor satu di dunia." lirih David.

Mendengar ucapan David membuatnya teringat dengan kecemasannya kemarin dan apa yang dikatakan Rey kepadanya. Sangat menggelikan.

"Iya aku tau. Aku juga pernah merasakan posisi yang sama sepertimu tapi aku yakin kau bisa." nasehat Ray.

"Bisa apa?" tanya David dengan mata berbinar setelah mendengar nasehat Ray.

Ray menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Sejujurnya Ray juga bingung sendiri, Ray tidak pandai memberi petuah seperti Mariam.

"Entahlah, aku tidak tau." balas Ray dengan cengiran kudanya.

David tertawa mendengar ucapan Ray yang menurutnya sangat polos. Menurut David, Ray seperti anak yang baru dibebaskan dari penjara selama berpuluh-puluhan tahun. Walaupun sudah besar tingkah laku dan pertanyaannya sangat polos membuat David merasa berteman seperti anak kecil.

Melihat David yang tertawa, membuat Ray ikutan tertawa juga. Entahlah tapi rasanya sangat lucu dan menyenangkan membuat Ray tergoda untuk ikut tertawa.

"Oh iya, waktu kamu marahin mereka tadi pagi, mereka langsung lari terbirit-birit. Kamu seperti panglima perang berkuda hitam."

Mendengar pujian David yang terus melayang dari mulutnya seketika membuat Ray tersenyum bangga. Ternyata seru juga bikin orang lain bergantung sama aku, begitulah pikir Ray.

# Flassback on

Karena merasa tidak tahan, akhirnya Ray memutuskan untuk meminta izin ke toilet di jam pelajaran pertama.

Dengan cepat Ray berlari mencari toilet laki-laki. Ray tak ingin sampai salah karena Mariam pernah mengatakan kalau toilet di sekolah ada dua yakni toilet perempuan dan toilet laki-laki, oleh karena itu Ray jangan sampai keliru.

Setelah nama toilet laki-laki terlihat, Ray semakin mempercepat langkah kakinya. Tapi baru saja Ray ingin melangkah masuk, tiba-tiba Ray mendengar suara orang tertawa. Tidak hanya itu, Ray juga mendengar suara orang menangis.

Karena rasa penasaran, Ray melangkahkan kakinya masuk dan betapa terkejutnya Ray melihat perbuatan yang tidak terpuji.

Beberapa siswa memasukkan kepala siswa lainnya di dalam kloset. Melihat hal itu hampir saja Ray menjatuhkan creepy dollnya dan menutup mulutnya menahan muntah karena jijik.

Melihat kedatangan Ray, mereka merasa terganggu. Dengan kasar salah satu dari mereka menarik paksa kepala si anak dan dihempaskannya di lantai.

"Uhuk uhuk..."

Ray merasa iba melihat anak yang menjadi korban tapi Ray tak bisa menahan rasa mualnya membuatnya berkali-kali menarik napas untuk meredamnya.

"Hei kenapa kau disini?"

"Kau ingin melaporkan kami ya?"

Ray perhatikan mereka satu persatu, jumlah mereka ada 4 orang. Mereka semakin mendekati Ray membuat Ray merasa bingung apa yang mereka lakukan.

"Hei kamu, lebih baik pergi saja. Jangan pedulikan aku!" teriak anak yang menjadi korban.

Karena merasa tak punya urusan dan mood untuk buang air kecil sudah hilang, Ray menganggukkan kepalanya dan berbalik keluar toilet.

Tapi kerah belakang Ray ditahan membuat Ray berhenti dan membalikkan tubuhnya menghadap beberapa anak yang menahannya.

"Jangan lari!"

"Boss, boleh juga dia."

"Seret boss!"

Kerah depan Ray dicengkram dan ditarik dibawa paksa masuk ke dalam toilet. Si anak yang masih terduduk di atas lantai menahan salah satu kaki mereka memohon agar Ray tidak dipermainkan tapi sayangnya permohonan itu tidak ada gunanya.

Dengan keras, siswa yang memiliki tindik dilidahnya menghantam punggung Ray di dinding dengan keras membuat Ray meringis kesakitan.

"Anak mami ya? Buktinya selalu bawa boneka."

"Ahahaha."

Tawa mereka menggema membuat Ray merasa risih. Ray berusaha berontak ingin melepaskan diri tapi Ray kalah jumlah.

"Mau kemana? Kita main dulu sebentar."

Ray kembali dilandai rasa takut. Ray tidak ingin dibully. Baru saja Ray ingin berucap, tiba-tiba creepy dollnya dirampas oleh salah satu dari mereka.

Ray membulatkan kedua bola matanya geram, merasa tak terima miliknya diambil orang lain.

Melihat reaksi Ray membuat mereka semakin senang, "Lihat dia marah. Ternyata anak mami bisa marah juga ya ahaha."

Ray mengepalkan kedua tangannya geram, napasnya memburu menahan amarah. "Rey, giliranmu." gumam Ray.

Mereka asik tertawa saling melempar tangkap creepy doll milik Ray sampai salah satu dari mereka mengaduh kesakitan membuat ketiganya sontak berhenti dan menjatuhkan creepy doll Ray.

"Hei, kau kenapa?"

"Tanganku akhhhh sakit!"

Siswa yang memiliki tindik dilidah yakni ketua mereka merasa bingung dengan apa yang terjadi. Tiba-tiba dua orang lainnya tumbang mengaduhkan hal yang sama.

"Kalian kenapa hah? Apa yang sakit?"

Merasa ada yang aneh, dia berbalik melihat ke arah Ray yang menampilkan senyum menyeramkan membuatnya sadar bahwa semua itu berasal dari Ray.

"Lari woy lari!"

# Flassback off

"Biasa saja, semua orang menganggapku seperti itu." balas Ray dengan sombong.

"Kamu sangat percaya diri. Tapi aku masih binggung, kenapa mereka tiba-tiba mengaduh kesakitan seperti itu?."

Ray memilih diam, tak menjawab pertanyaan David. Menurutnya orang lain tidak perlu tau karena hanya Ray dan Rey saja yang tau, kembaran yang hidup di dalam tubuhnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status