Share

Chapter 9

"Kalau berani jangan main keroyokan." [Kay]

______

"Manis sekali? Umur berapa kamu dek?"

"Ahaha!"

Mereka tertawa terbahak-bahak sembari memainkan rambut lebat Ray tapi dibalas Ray dengan wajah datarnya.

"Kenapa dek? Marah ya?"

"Jangan marah ya nanti maminya datang."

Mereka semakin menjadi mengejek Ray membuat Ray merasa risih. Rasa cemas dan takutnya sekarang sudah sedikit berkurang akibat rasa bangganya yang terus mendarah daging dari kemarin.

Salah satu dari mereka hendak mengambil paksa creepy doll Ray kalau saja tidak ditahan oleh Key.

Kay dan Key datang mendorong beberapa siswa agar menjauhi Ray, "Kalau berani jangan main keroyokan." ujar Kay.

"Anak mami itu kalian, buktinya berani sama satu orang. Cih." ejek Key.

"Kenapa ini? Aku ketinggalan sesuatu?"

Ray menoleh dan mendapati anak yang satu kelas bersamanya, kalau tidak salah namanya Randa. Salah satu siswa yang memiliki mulut sangat pedas. Sekali berkomentas bisa membuat si pendengar merasakan kebakaran ditelinganya.

"Wahh mentang-mentang anak geng motor malah seenaknya ngatain anak orang. Mau taruh dimana muka ketua kalian." ejek Randa.

Marvis dan teman-temannya menatap berang ke aras Randa yang memiliki mulut pedas. Kalau sudah ketemu Randa, mereka malas berdebat. Tapi kalau tidak dilawan urusannya makin runyam.

"Apa? Mau ajak kelahi? Yuk ototku udah tegang ini." ujar Randa.

"Kuylah." sahut Kay dan Key serempak.

"Cih, bocah. Nanti nangis." ejek Marvis.

"Benarkah? Aku pikir kau yang bakalan nangis." balas Randa.

Tak terima Marvis melayangkan pukulannya di wajah Randa tapi dengan sigap Randa menahannya dan memukul telak perut Marvis membuat Marvis jatuh tersungkur.

"Nanti nangis." ejek Randa.

"Bangsat!"

Sekali lagi Marvis melayangkan dua pukulan ke arah Randa tapi lagi dan lagi Randa berhasil menangkisnya dan mendapatkan pukulan hangat dari Kay.

"Bagaimana? Hangat? Mau lagi? Tenang aku masih bisa kasi." tanya Kay.

Marvis menyeka darah di sudut bibirnya yang sobek akibat ulah bogem mentah dari Kay, "Kalian majulah berengsek! Jangan diam aja!"

Tiga siswa yang mengikuti Marvis mulai maju dan memberikan pukulan kepada Kay dan Key membalas apa yang sudah diberikannya kepada bos mereka.

Sedangkan Marvis fokus memberi bogem mentah kepada Randa yang tak mau kalah. Seluruh siswa mulai berkerumun menonton pertunjukan gratis dan saling menyoraki.

Ray yang sedari dari berdiri dan tersingkirkan dari kerumunan mulai merasa kesal sendiri, kesal karena aktivitasnya terganggu. Merasa diacuhkan, Ray memilih ke arah kantin dan memesan makanan karena cacing diperutnya sudah berdemo sedari tadi.

Menurutnya perkelahian itu tak ada sangkut pautnya dengan dirinya jadi Ray tak usah repot-repot ikut campur.

Si kembar dan Randa terus berkelahi melawan dan menangkis pukulan dari Marvis dan teman-temannya sampai pada akhirnya ketua osis datang dan meneriaki mereka.

Sontak semuanya bubar terkecuali si pembuat masalah.

Ray masih asik memakan makanannya sambil melihat osis datang memarahi dan menyeret si kembar, Randa, Marvis dan teman-temannya.

Seingat Ray kalau berkelahi di sekolah membuatnya berurusan dengan anggota osis dan guru BK, itu sudah tidak terselamatkan. Begitulah petuah Mariam.

"Semoga kalian selamat." gumam Ray.

*******

Pulang sekolah kali ini, Ray memutuskan untuk bertemu dengan Mariam. Ada banyak yang ingin diceritakannya dengan Mariam tentang hal yang tidak boleh dilakukan di sekolah. Oh iya, bisa dibilang ini juga salah satunya alasan Ray agar tidak dianggap rindu lagi oleh Mariam. Oh ayolah, merindukan wanita seksi itu membuat Ray rasanya ingin muntah saja, Mariam pasti akan mengejeknya lagi.

Tapi satu hal yang membuat Ray malas pergi menemui Mariam. Lift.

Rasanya Ray ingin membuat lift pribadi saja agar tidak lama menunggu atau memiliki kekuatan memanjat seperti Spider Man yang selalu diimpikannya namun tidak mungkin terjadi.

Setelah melewati proses lamanya naik lift sampai dilantai 85, akhirnya Ray sampai ditempat tujuan.

Dengan langkah gontai karena lama berdiri, Ray berusaha berjalan hingga sampai di apartemen Mariam.

Tapi ada masalah. Dari kejauhan Ray melihat ada seorang pria yang keluar dari apartemen Mariam.

Tingkah lakunya sangat mencurigakan membuat Ray mulai menerka-nerka siapa pria itu dan apa yang dilakukannya di depan pintu apartemen Mariam.

Merasa tak ingin diketahui, Ray hendak mencari tempat bersembunyi. Kebetulan pintu apartemen tetangga milik Mariam terbuka, ya walaupun masih ada pemiliknya berdiri di depan pintu.

Dengan cepat Ray memasuki apartemen milik tetangga Mariam dan bersembunyi membuat pemiliknya marah.

Ray menongolkan kepalanya mengintip apa yang terjadi. Terlihat Mariam dan pria itu berbicara di depan pintu. Kenapa Mariam harus berbicara di depan pintu? Kalau tamu seharusnya Mariam menyuruhnya masuk dan berbincang didalam.

Ray terus mengamati tak menghiraukan wanita pemilik apartemen memarahinya dan berusaha menarik tangannya membawanya keluar.

Ray mengamati dengan teliti. Seingat Ray, Mariam sangat membenci pria. Entah apa alasannya, tapi kata Mariam karena itulah Mariam tidak ingin menikah.

Ray juga mengingat siapa pria itu. Seingat Ray pria itu adalah pria yang tak sengaja menabrak bahunya saat keluar dari lift.

Ya, Ray sangat mengingat semuanya. Ray menghentikan pengamatannya dan memasukkan kembali kepalanya melihat pria tadi berjalan pergi melewati pintu apartemen tempatnya bersembunyi dan memasuki lift.

"Siapa dia?" gumam Ray.

Tiba-tiba...

Bruk!

"Akhh." ringis Ray mengusap bokongnya karena ditendang paksa oleh wanita pemilik apartemen.

"Dasar anak nakal!"

Brak!

Ray berdiri merapikan baju sekolahnya dan meraih creepy doll yang terjatuh di lantai sembari membersihkannya.

"Dasar wanita pemarah." gumam Ray.

Ray berjalan ke arah apartemen milik Mariam dan hendak menekan bellnya tapi seketika pergerakan tangan Ray berhenti.

Ray masih ragu. Siapa pria tadi? Kalau begitu bukankah selama ini Mariam berbohong kepadanya? Tapi kenapa?

Ray berusaha berpikir positif dan menekan bell apartemen Mariam sembari memainkannya membentuk melody yang indah menurut Ray.

Tak lama pintu apartemen Mariam terbuka dan memperlihatkan batang hidung pemiliknya yang terkejut. "Ray? Kamu dengan siapa disini?" tanya Mariam sembari menoleh kesana kemari.

Ekspresi wajah Ray mendadak berubah menjadi datar. Bukan raut wajah khawatir yang ditemukan Ray melainkan raut wajah cemas seperti hendak ketahuan selingkuh di wajah Mariam membuat Ray merasa sangat kesal.

"Apa yang kau cari Mariam? Aku ada disini!"

Mariam menoleh dan terkejut mendapati wajah Ray yang sudah berbeda, "Ray bukan begitu, maksudku aku khawatir ada yang mengikutimu atau -"

"Aku lapar. Buatkan aku sesuatu yang bisa dimakan." potong Ray sembari masuk seenaknya ke dalam apartemen Mariam.

"Aku belum berbelanja tadi, maukah kau menunggu?" tanya Mariam.

Kesempatan bagus, Ray menganggukkan kepalanya dan berbaring di atas sofa seperti anak kecil yang menurut kepada Ibunya. Mariam tersenyum, meraih remote tv dan menekan tombol untuk mencari siaran kesukaan Ray.

Mariam masuk kedalam kamarnya, mengganti pakaiannya dan membawa tas selempang kecil. "Aku pergi dulu, jaga apartemenku Ray." pamit Mariam.

Ray bergumam saja sembari fokus menonton. Pintu tertutup, Ray masih asik menonton sehingga 3 menit berlalu Ray bangkit berjalan menyelusuri seluruh isi ruangan apartemen milik Mariam.

Sesuatu yang ingin disentuhnya saat itu adalah piagam milik Mariam yang bertuliskan nama Maresha. Kenapa namanya berbeda?

"Bagaimana menurutmu, Rey?" tanya Ray.

"Itu bukan miliknya dan itu juga bukan milik orang lain."

Ray menganggukkan kepalanya mengerti dan mulai pergi ke tempat lain. Ray menuju kamar Mariam, tidak ada yang menarik disana. Hanya ada pakaian dan peralatan make up milik wanita, itu normal.

Hanya saja terdapat stempel di ujung kaca rias milik Mariam, Ray membacanya "Minggu 23 pukul 00:15 acara lelang Berlian Dream Diamond."

Ray mengambil ponsel dan memotretnya, "Kenang-kenangan." gumam Ray.

Selanjutnya Ray menuju ruangan di sebelah kamar Mariam. Ray melihat ruangan itu di kunci membuat Ray kesal setengah mati, pasalnya Ray sangat penasaran. Untuk apa ruangan ini dikunci kalau isinya saja bukan barang penting. Merasa tak memiliki banyak waktu, Ray berbalik.

Beralih Ray menuju lemari kecil dimana dia menemukan piagam diatasnya. Tapi sebelum itu Ray merongoh kantong celananya dan menelpon seseorang.

"Mariam, jangan lupa es krimku." setelah mengatakan itu Ray memutuskan sambungan secara sepihak dan melanjutkan penyelidikannya.

Ray membuka pintu lemari yang berdebu, terlihat ada banyak piala, piagam dan aksesoris pemenang lainnya. Sepertinya masa muda Mariam sangat bewarna.

Tapi lagi dan lagi Ray harus dikecewakan dengan nama yang berbeda. Ray memegangi dagunya, berpikir keras.

Bisa jadi itu milik orang lain tapi tidak mungkin Mariam kurang kerjaan menyimpan piagam orang lain bukan.

*******

Sedangkan di supermarket, Mariam mencari beberapa makanan yang dapat diolah sesuai dengan cita rasa selera Ray karena Ray sangat pemilih makanan.

Ponsel di tasnya berbunyi menampilkan nama Ray di layarnya, setelah menekan ikon hijau Mariam ingin menyapa tapi suara Ray sudah terlebih dahulu terdengar.

"Mariam, jangan lupa es krimku."

Setelah mengatakan itu Ray memutuskan sambungan secara sepihak. Mariam hanya bisa mendengus frustasi karena sifat Ray layaknya seorang atasan.

Setelah membayar apa yang dia beli tiba-tiba Mariam teringat sesuatu. Tidak mungkin Ray menurut hanya duduk diam menonton tv, anak itu pasti melakukan sesuatu, ya Ray bukanlah anak yang bodoh. Begitulah pikir Mariam.

Setelah membayar dengan cepat Mariam berlari tak mempedulikan umpatan kasar yang dilontarkan orang lain karena Mariam menabraknya.

Mariam hanya takut Ray berusaha mencari tau dan memeriksa barangnya. Syukurnya apartemen milik Mariam tidak jauh dari supermarket yang sering dikunjunginya.

Setelah menunggu dengan penuh kesabaran, akhirnya Mariam sampai di depan pintu apartemennya. Tanpa basa-basi Mariam membuka pintu dengan kasar membuat Ray yang sedang menonton tv sambil duduk manis di atas sofa terkejut.

"Mariam, kenapa kau terlihat -"

"Apa yang kau lakukan?" tanya Mariam.

Ray melihat perubahan ekspresi di wajah Mariam membuat dugaan Ray semakin kuat. Ray tersenyum polos sembari menunjuk ke arah lemari es milik Mariam, "Aku mengambil beberapa cemilan dan air soda milikmu."

Mariam menghembuskan napasnya lega, setelah itu berjalan sempoyongan menuju dapur dengan Ray yang mengekorinya.

"Ada apa Mariam? Kau terlihat sangat lelah." tanya Ray.

"Aku tadi habis berlari." jawab Mariam dengan malas.

"Berlari? Apakah kau dikejar anjing?" tanya Ray.

Merasa malas mendengar pertanyaan yang keluar dari mulut Ray, Mariam berdecak. "Lebih baik kau menonton saja Ray, jangan menganggu acara memasakku."

Seperti seorang anak yang menurut dengan apa yang dikatakan Ibunya, Ray menganggukkan kepalanya dengan patuh dan membawa creepy dollnya kembali ke ruang tamu.

Sebelum duduk, Ray melirik ke arah lemari dimana isinya terdapat banyak piagam yang menurutnya sangat mencurigakan. Ray menyeringai, merasa puas dengan penyelidikannya hari ini.

"Kena kau."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status