Share

3. Jangan Menatapku Seperti Itu

Jessie merendamkan badannya di bathub yang penuh dengan air dan busa mandi. Sambil mengusap-usap badannya dengan busa, dia kembali berpikir. Masih berusaha untuk mengingat apa saja yang dilakukannya tadi malam. Namun sekeras apapun dia mencoba, ingatannya benar-benar tidak kembali. Perlahan dia mencoba menyambung hal-hal apa saja yang dia masih ingat. Dia memang merasa mabuk setelah meminum beberapa gelas alkohol saat di klub malam, namun dia tidak menyangka akan jatuh pingsan. Terlebih dia tidak tahu kejadian setelah dia pingsan di klub malam.

‘Bagaimana aku ketemu Nicholas di klub malam?’

‘Siapa yang menolongku waktu aku pingsan?’

‘Brian? Nicholas?’

‘Sudah pasti bukan pria mesum itu kan?’

‘Apa terjadi sesuatu sebelum aku bertemu Nicholas?’

Pikiran Jessie diselimuti berbagai pertanyaan. Dia ingin bertanya pada Nicholas tentang kejadian semalam. Setidaknya bagaimana mereka berdua bisa bertemu.

Tok tok tok

Suara ketukan pintu kamar mandi terdengar, menghilangkan semua hal yang dipikirkan Jessie. 

"Ya?" jawab Jessie yang terkaget.

"Cepatlah keluar," kata Nicholas yang terdengar cukup jelas dari dalam.

Jessie keluar dari bathtub, lalu membungkus badannya dengan handuk piyama yang tersedia. Jessie terkejut melihat pantulan dirinya di cermin. Seluruh riasan wajahnya sudah luntur, terutama riasan di bagian matanya. Dia  mencuci wajahnya, menghilangkan segala bekas riasan tersebut. 

Dipakainya baju berwarna biru selutut yang terletak diatas di rak samping handuk.

Setelah mengenakan baju tersebut, Jessie membuka pintu kamar mandi sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk yang dipegang dengan kedua tangannya. Pikiran Jessie masih melayang-layang lagi memikirkan kemungkinan wajahnya sudah seperti ini sejak berbicara dengan Nicholas.

"Aw".

Mendengar suara rintihan, seketika Jessie berhenti bergerak dan mendapati Nicholas yang berada tidak sampai setengah meter di depannya.

"Mau sampai kapan kau menginjakku?", Nicholas bertanya pada Jessie yang sedari tadi menatapnya.

Jessie kemudian segera mengangkat kakinya, tidak menyadari telah menginjak kaki Nicholas.

"Maaf," kata Jessie pelan, sambil menundukkan kepalanya.

Jessie melihat bayangan badan Nicholas yang semakin mendekat padanya. Jantung Jessie semakin berdebar seiring langkah Nicholas yang semakin dekat. Meskipun kini Nicholas telah memakai baju kemeja putih, namun Jessie masih saja bisa menerawang dibalik baju itu.

"Sini aku bantu keringkan," kata Nicholas mengambil handuk dari tangan Jessie yang berhenti kaku diatas kepala sejak tadi.

Nicholas menggosok rambut Jessie menggunakan handuk secara perlahan.

Mata Jessie perlahan tertutup, menikmati kepalanya yang seperti sedang dipijat.

"Kalau seperti ini kapan selesainya?" Tanya Jessie yang merasa akan kembali tertidur seperti ini.

"Rambutmu bisa rusak kalau digosok dengan keras," kata Nicholas.

Nicholas tersenyum melihat Jessie yang sedang diam dihadapannya itu.

"Kenapa tidak pakai pengering rambut saja, ada didalam kan?" Tanya Nicholas.

Jessie kemudian mengingat ada sebuah pengering rambut didalam kamar mandi.

"Tidak biasa, lagi pula menggunakan pengering rambut bisa merusak rambut," jawab Jessie masih menutup matanya.

"Sudah," kata Nicholas mengambil handuk dari rambut Jessie.

Nicholas lalu mengambil sisir dari kamar mandi lalu hendak menyisir rambut Jessie.

Menyadari niat Nicholas, Jessie kemudian segera mengambil sisir dari tangan Nicholas.

"Oh iya, kenapa kamu disini?" Tanya Jessie sambil menyisir rambutnya.

Nicholas memiringkan kepalanya heran.

Pertanyaan tadi cukup aneh untuk diajukan kepada pemilik rumah.

"Maksudku, kenapa kau menyuruhku cepat keluar tadi?" Jelas Jessie buru-buru.

Nicholas kemudian seperti ikut tersadar.

"Ah, aku memanggilmu untuk sarapan. Ayo," katanya tersenyum sambil memegang tangan Jessie keluar kamar.

Keduanya keluar kamar sambil memegang tangan menuju ruang makan dengan pelan.

Nicholas menyesuaikan langkah kakinya dengan Jessie yang berada dibelakangnya.

Jessie menatap sekelilingnya. Bangunan yang disebutnya rumah sejak tadi sepertinya adalah apartemen. Hanya beberapa langkah dari kamar tidur, terlihat dapur di sudut ruangan dan sebuah meja makan di tengahnya.

Di meja makan terdapat sepiring sandwich dan segelas susu putih. Melihat makanan yang sepertinya hanya untuknya, Jessie pun bingung.

"Kau tidak makan? Atau ini milikmu?" Tanya Jessie.

"Ini milikmu. Aku tidak terbiasa sarapan," jawab Nicholas yang duduk di seberang Jessie.

Jessie memakan sandwich isi tuna dengan lahap. Nicholas yang menatap lekat Jessie, membuat Jessie salah tingkah.

"Jangan menatapku seperti itu, aku tidak bisa makan dengan benar," kata Jessie berharap Nicholas berhenti menatapnya.

Nicholas tertawa kecil. "Tapi kau sudah menghabiskannya." Wajah Jessie memerah. Dia sangat lapar jadi wajar saja kalau dia bisa menghabiskan sepotong sandwich itu dengan cepat. Tidak ingin membalas tanggapan Nicholas, Jessie segera bergegas meminum susu yang untungnya sudah hangat.

"Pelan-pelanlah minum, kenapa kau terburu-buru sekali," kata Nicholas mengelap ujung bibir Jessie yang ternodai susu dengan tangannya.

Sikap Nicholas membuat jantung Jessie kembali berdebar.

"Um… aku ingin pulang. Aku harus bersiap untuk pergi ke bekerja," kata Jessie. 

Matanya berkeliaran kemana saja di ruangan tersebut, kecuali menatap Nicholas yang berada didepannya.

"Pulang?" 

"Ya. Kau tidak mungkin berpikir aku tidak punya rumah bukan?" Sindir Jessie.

Nicholas hanya tertawa kecil menanggapi sindiran tersebut.

"Aku tahu kau punya rumah Jess. Tapi mulai sekarang kau tinggal disini," kata Nicholas menatap Jessie.

"Tidak, aku tidak mau tinggal disini," jawaban Jessie terdengar sangat tegas.

"Kenapa? Sebentar lagi kita akan menikah. Tidak ada bedanya mau kau pindah sekarang atau nanti kan," kata Nicholas tenang sambil tersenyum. 

"Tentu saja berbeda," jawab Jessie cepat.

Nicholas mengerutkan dahinya melihat sikap Jessie. Dia mencoba menyusun kata untuk membuat Jessie mau tinggal disini, namun melihat Jessie yang menatapnya tajam, dia pun akhirnya menyerah.

"Baiklah kalau kau maunya seperti itu. Ayo."

Nicholas bangkit berdiri, menjulurkan satu tangannya pada Jessie, membuat Jessie memegang tangannya lalu ikut bangkit berdiri.

"Tunggu.. Piringnya-"

"Biarkan saja disitu."

Sepanjang perjalanan Jessie terus-terusan berpikir. Entah apa yang dipikirkannya sampai-sampai Nicholas memanggilnya berkali-kali namun dia tidak menanggapinya.

"Jess? Jessie?" Nicholas memanggilnya berkali-kali. Dia mencondongkan badannya melihat Jessie yang terbengong di kursinya.

"Y- ya?"

"Apa kau sakit?" Tanya Nicholas cemas. Dia menjulurkan tangannya ke dahi Jessie, memastikan suhu badannya yang ternyata masih normal.

"Tidak, aku hanya sedang berpikir saja," jawab Jessie menjauhkan tangan Nicholas dari dahinya.

"Apa yang kau pikirkan seserius itu?" Tanya Nicholas yang membalik badannya menghadap Jessie, siap mendengar ceritanya.

Jessie yang melihat tingkah Nicholas, tidak menjawab pertanyaannya.

"Ada apa? Kenapa kau tadi memanggilku?" Tanya Jessie.

Nicholas yang menyadari Jessie berusaha mengalihkan pertanyaannya hanya menghela nafas pendek.

"Kita sudah sampai," kata Nicholas yang kembali duduk lurus.

Jessie pun baru tersadar mobilnya sudah berhenti di depan apartemennya.

"Oh. Terima kasih."

Jessie berniat membuka pintu mobil namun kemudian tertahan oleh Nicholas.

"Tunggu. Sepertinya kau melupakan sesuatu," kata Nicholas membuat Jessie bingung.

'Apa yang kulupakan?'

"Ponselmu. Berikan padaku," kata Nicholas menjulurkan tangannya.

Jessie segera menuruti perkataan Nicholas.

Tidak ada kata sandi pada ponselnya, sehingga Jessie mengambil ponsel dari tasnya dan langsung memberikannya.

Beberapa detik setelah memberikan ponselnya, Jessie yang penasaran pun bertanya.

"Apa yang kau lakukan dengan ponselku? Apa kau masih akan mengembalikan ponselku?" 

'Apa ponselku akan dijadikan sebagai jaminan?'

Nicholas hanya tertawa kecil, lalu tidak lama kemudian dia pun menyerahkan kembali ponsel Jessie.

"Aku hanya memasukkan nomorku di ponselmu saja. Aku membiarkan namanya masih kosong. Kau akan menyimpan nomorku dengan sebutan apa?" Tanya Nicholas sambil tersenyum lebar.

Dia menanti-nanti jawaban apa yang diberikan Jessie. Jessie hanya menatap ponselnya, tidak memberikan jawaban apapun untuk Nicholas.

"Baiklah kalau begitu aku duluan. Hati-hati dijalan," kata Jessie segera membuka pintu mobil lalu bergegas menuju apartemennya.

Nicholas hanya menatap Jessie yang semakin menjauh darinya. Senyum lebarnya ikut menghilang seiring kepergian Jessie yang hilang dari pandangannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status