Share

Hinaan

.

Kediaman Gervaso Hugo.

Semua orang sibuk menghias halaman dengan bunga-bunga indah, di dalam ruangan tak kalah indahnya bertabur lampu tampak begitu mewah. Tampak mereka begitu bersemangat dan bahagia menyambut acara besar nanti.

Temanya adalah outdoor. Bunga lily sesuai dengan arti nama Sierra bertabur indah. Semua tampak begitu sukacita, tetapi tidak untuk Zucca. Ibunya sudah mempersiapkan semuanya hampir 90 persen, padahal waktu masih tiga hari lagi.

Undangan virtual telah disebar ke berbagai kolega dan keluarga. Meskipun virtual, siapa pun yang tidak mendapatkan undangan tersebut, tidak akan bisa masuk ke pesta nanti.

Di dalam kamar, Zucca terlihat kesal. Dia yang terbiasa rapih dan bersih, kini menbiarkan kamarnya seperti kapal pecah. Buku-buku berserak di lantai, botol-botol minuman beralkohol pun tak kalah berantakan. Pecahan beling di mana-mana. Tidak ada pilihan lagi selain menjadi boneka hidup, pikirnya. Dia bersumpah akan membuat gadis itu menyesal telah menikah dengannya.

Ketukan pintu berulang kali terdengar, Zucca mengabaikannya. Pria tampan itu tau, pasti ibunya yang ada di balik pintu.

_

"Kak, kita batalkan aja pernikahan ini. Tiba-tiba aja hatiku jadi gelisah." Sierra duduk di samping kakaknya.

Selena dan Seina sedang asik mencoba gaun-gaun pemberian nyonya kaya itu, tak lupa berlian itu membuat dua orang itu lupa diri.

"Sudahlah, Dek. Ikutin aja permainan mereka. Lihat, belum menjadi menantunya aja, kita sudah dikasih segala macam. Baju-baju bagus, emas, berlian, uang, apa kamu gak mau jadi orang kaya, Dek?" Selena seakan lupa statusnya.

"Tapi, Kak. Sierra sepertinya gak bahagia," kata Seina khawatir melihat nasib adiknya kelak.

Selena menarik napas dan membuangnya kasar. "Denger, Dek. Yang penting, kami bisa ikut menikmatinya, kan? Apa kamu gak mau buat kita bahagia juga?"

"Kak! Jadi kakak tega liat Sierra gak bahagia, asalkan kita yang bahagia? Gitu?" Seina keberatan dengan ucapan kakaknya.

Baru kali ini mereka berdebat, Selena telah dibutakan oleh harta.

"Jadi orang jangan pada MUNAFIK! Kalo aja si nyonya itu milih gue, gue gak akan NOLAK! Apa kalian gak capek hidup susah terus, hah?!"

"Sudah, Kak. Sudah. Cukup! Baiklah, aku akan berkorban demi kalian. Puas?!" Sierra keluar dari kamar. Seina menyusul adiknya.

"Dek, tunggu." Sierra terus berjalan keluar, kebetulan Fabio datang.

"Sier? Ada apa?" Pertanyaan Fabio pun diabaikan.

Seina membiarkan adiknya menenangkan diri, sementara Fabio terus bertanya kepada Seina. Gadis manis itu menjelaskan secara detail pertengkaran tadi. Seina sebenarnya menyukai Fabio, tetapi dia tau kalau laki-laki itu menyukai adiknya.

Saat Fabio ingin menyusul langkah Sierra yang semakin menjauh, Seina menahan tangan Fabio dan menggelengkan kepalanya dengan pelan.

"Tapi, Sierra—"

"Sudah. Biarin dia sendiri dulu, dia butuh sendiri saat ini."

_

Sierra menatap langit mendung, biasanya dia selalu datang ke laut belakang rumahnya jika sedang banyak masalah. Hanya untuk menenangkan diri. Menatap ombak yang menari-nari membuat hatinya sedikit tenang dan damai.

Gadis itu membuang napasnya secara kasar. "Apa ini adalah keputusan terbaik? Aku belum ingin menikah," ujarnya lirih.

Akan tetapi, Sierra kembali mengingat kata-kata Selena tadi. Jika dia menikah dengan orang kaya, otomatis bisa membantu kehidupan mereka juga. Buktinya, belum apa-apa orang kaya itu selalu memberi macam-macam hadiah untuk kedua kakaknya.

Dengan terpaksa, ia mengikhlaskan dirinya berkorban demi kakaknya. Setelah hatiny tenang, Sierra kembali ke kontrakannya.

_

Pernikahan segera dilakukan dalam dua hari ke depan, segala persiapan hampir selesai. Hari bahagia itu, akan segera dinantikan oleh keluarga besar Zucca. Siapa yang tak mengenal keluarga besar Gervaso. Keluarga terkaya se-Asia, Zucca adalah cucu laki-laki satu-satunya di kelurga itu.

Ayahnya bernama Fernando Hugo Gervaso, investor terkenal dan juga pembisnis yang ambisius. Sang kakek bernama Eneas Gervaso, di juluki macan asia. Sepak terjang keluarga itu, sudah diakui di seluruh dunia.

"Mama sudah menyiapkan semuanya, Sayang. Bagaimana? Apa masih ada yang kurang?" tanya Yoana, seraya memperlihatkan dekorasi ruangan padanya melalui tablet miliknya.

"Terserah Mama aja." Tanpa melihat, Zucca menjawab singkat.

Zucca menganggap, semua ini hanyalah permainan baginya. Dia tak benar-benar tertarik apalagi sampai harus mencintai gadis itu. Semua ini, permintaan dari ibunya. Entah dari mana orang tuanya mengenal gadis miskin itu, pikirnya.

"Mama harap, kamu bisa bersikap baik dan menyayangi Sierra." Kecam mamanya, lalu berlalu dari ruang kerja Zucca.

Zucca semakin membenci gadis yang bernama Sierra, padahal mereka belum pernah bertemu sampai detik ini.

Di tempat lain, Zamora Nieva sedang memilih gaun untuk ia kenakan dalam acara lusa nanti. "Aku ingin memilih gaun yang paling menarik," ucapnya kepada salah satu pelayan butik, langganannya.

Dia pun mencoba semua yang ia sukai, juga tak lupa memilihkan dua gaun untuk kakak Sierra. Zamora Nieva, meskipun terlahir dari golongan atas. Sikapnya begitu ramah dan penyayang, juga dermawan dan berhati baik kepada semua orang. Persis seperti ibunya, Nyonya Yoana, tidak tegaan bila melihat orang lain kesusahan.

Tidak seperti Zucca, yang memiliki sifat cuek dan terkesan tertutup. Arogan, tegas, dan kejam, seperti alm. kakeknya.

"Semua ini, kan, idenya Mama? Aku hanya menuruti aja, kenapa harus bersikap baik dengan penipu itu?" Zucca menjawab ketus, dia sudah tidak tahan lagi.

"Zucca! Dua hari lagi dia akan menjadi istrimu, jangan bersikap seperti itu. Lihat aja jika kamu berani melakukan tindakan kasar pada Sierra!"

'Memangnya aku peduli?' gumamnya sinis.

"Kamu itu sudah saatnya menikah dan membina rumah tangga dengan gadis baik-baik. Umur kamu sebentar lagi 29 tahun, loh. Apa kamu gak ingin menggendong anak?"

"29 tahun itu masih terlalu muda, Ma. Lihat papa, dia menikahi Mama saat umurnya 35 tahun, kan?"

"Itu, kan, beda. Pokoknya kamu harus memperlakukan memantu mama dengan baik! Apa kamu mengerti?"

"Hem."

"Kenapa cuma, hem, aja? Jawab atuh," titah Nyonya Yoana lagi.

"Iya, iya, Ma!"

Yoana menepuk pundak anaknya, dia tau sifat Zucca yang tidak suka diperintah atau dibawah tekanan seseorang. Wanita itu sangat memaklumi anaknya.

Dua hari kedepan, Zucca tidak ingin memberikan satu hari pun gadis itu merasakan nikmatnya tinggal di rumah ini.

Kamar Zucca telah disulap menjadi kamar pengantin paling romantis. Kelopak bunga mawar segar menghiasi seluruh ruangan, padahal acara masih dua hari lagi. Kamar yang semula seperti kapal pecah, kini menjadi indah dan wangi.

Si pemilik kamar awalnya keberatan kamarnya menjadi sangat feminim seperti itu, akan tetapi tatapan mata ibunya menbuatnya tak berkutik. Lagi-lagi dia kalah dengan sorot mata teduh itu.

_

Di perkampungan kumuh, Fabio masih menemani Sierra. Dia tidak mau membuang-buang kesempatan terakhir kalinya sebelum gadis yang dia sukai pergi.

"Sier, apa kamu bahagia?"

"Semoga. Semua perlu waktu, kan?"

" ... sebenarnya, sebenarnya aku suka sama kamu." Tiba-tiba saja ucapan itu lolos begitu saja. Sadar ada yang salah, Fabio langsung menampar mulutnya pelan.

"Maaf-maaf, Sier. Aku bercanda."

Sierra tertawa melihat tingkah sahabat kecilnya itu. Dia mengira, Fabio memang sedang bercanda seperti biasanya. Sejak kejadian itu, mereka sudah tidak bekerja lagi di pasar. Nyonya Yoana memberikan sedikit modal kepada Fabio, pemuda itu meneruskan kembali bisnis ayahnya—servis jam dan membuka toko jam kecil-kecilan—yang lama terhenti karena kendala modal.

"Semoga kamu selaly bahagia, ya." Fabio menatap dalam mata sayu gadis itu.

Sierra memaksakan menarik garis pada bibirnya, lalu mengangguk berkali-kali. Kesedihan pun mereka rasakan. Tanpa mereka sadari, Seina sejak tadi memperhatikan mereka dari balik dinding.

Hatinya ngilu saat mendengar Fabio mengungkapkan perasaannya kepada Sierra, meskipun adiknya tidak merespon dengan serius ucapan Fabio tadi.

Seina tidak ingin gara-gara satu orang pria, dia menjauhi adiknya. Mereka sudah tidak punya siapa-siapa lagi selain bertiga.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status