Share

Shopping bersama

Shopping Bersama Kakak ipar

" Sepertinya memang lebih pantas untuk sekedar mengagumi, bukan untuk memiliki."

~ Sierra Suelita ~

***

Usai berbelanja, Zamora Nieva mengantarkan Sierra pulang ke rumah adiknya. Sementara dirinya kembali ke hotel tempatnya menginap. Sepanjang perjalanan, Sierra tak henti-hentinya mengucapkan terima kasih kepada kakak iparnya.

"Sudah, ini tidak ada arti apa-apa. Jangan terlalu berlebihan begitu, deh."

Zamora Nieva dengan ramah memberitahukan kepada adik iparnya itu, untuk tidak mengucapkan terima kasih berulang kali kepada siapa pun. Karena akan menjatuhkan martabat keluarga besarnya.

"Tapi, Kak—"

"Santai aja. Totalan segini hanya recehan bagi kami," kelakarnya lagi.

Merasa sangat tidak enak hati, akhirnya Sierra hanya mengulas senyum. Dalam hatinya, dia amat bahagia. Ponsel mahal keluaran terbaru pun telah dibelikan oleh Zamora Nieva.

"Ya, sudah. Aku langsung ke hotel, ya." Zamora Nieva berdiri di samping pintu mobilnya saat telah sampai di halaman rumah adiknya.

Cika dan pelayan lainnya membantu Sierra membawa barang-barang belanjaannya, setelah bagasi mobil sedikit lapang—karena belanjaan Sierra telah dikeluarkan—Zamora Nieva gegas berpamitan dengan adik iparnya itu.

"Terim—" Sierra menghentikan ucapannya, ia tidak ingin kakak iparnya meromet lagi, "iya, Kak. Hati-hati dijalan, ya."

_

Sierra pun amat senang menerima perlakuan sang kakak ipar, saat sedang asik melihat-lihat dan mencoba beberapa pakaian, tiba-tiba pintu kamar terbuka.

CLEKK.

"Aaaahhh!" teriaknya kaget, segera ia menutup tubuhnya dengan beberapa pakaian.

"Ada apa?" Dengan santai Zucca bertanya, sempat ia melihat punggung tanpa pakaian itu. Dan segera berjalan menuju ruang kerjanya mengabaikan Sierra.

Segera ia berpakaian kembali dan menyusun semua baju ke dalam lemari kaca yang telah disediakan untuknya. Betapa memerahnya wajah Sierra saat itu, ia amat malu meskipun hanya bagian punggung yang terlihat. Ini adalah kali pertamanya, tubuhnya dilihat oleh laki-laki.

Di rumah besar ini, mereka hanya tinggal berdua saja dan juga beberapa pelayan. Sedangkan ibu dan ayah mertuanya tidak tinggal dengan Zucca, mereka tinggal di luar negeri. Sejak pernikahan itu, Zaroma Nieva tinggal sementara di hotel milik keluarganya. Padahal, jika tinggal di rumah Zucca pun bisa. Rumah seluas itu, terlalu besar jika hanya diisi oleh mereka.

Sejak berlangsungnya pernikahan itu, Sierra masih selalu tidur di sofa. Tak terasa, sudah dua minggu ia tinggal di sana. Tak pernah sekalipun, dirinya bertegur sapa dengan pemilik rumah ini, Zucca. Bahkan saat makan pun, mereka masing-masing.

Sierra merasa dirinya seperti di penjara, itulah yang selalu dia rasakan. Hidup mewah bergelimang harta, itu pandangan orang tentangnya. Namun sebenarnya, ia memang tinggal di istana, serba kecukupan, akan tetapi hatinya tak bahagia.

Amat tersiksa. Seperti hidup sebatang kara. Tinggal di dalam sangkar emas, namun hatinya tidak bahagia. Zucca memang memberikannya tabungan untuk keperluan pribadinya sebagai upah kontrak. Namun, ia tak pernah memakainya sedikit pun, karena memang tidak ada yang perlu ia beli lagi.

*****

Siang itu, Sierra bosan di kamar. Zucca mengijinkan dirinya keluar kamar, hanya sebatas taman dan kolam renang saja. Dia tidak diperbolehkan keluar dari gerbang utama.

"Aku ingin berenang, ahh," ucapnya seorang diri. Sierra pun bergegas menuju kolam renang yang ada di sisi kiri bangunan mewah nan megah itu.

"Nona, ini jusnya." Cika adalah salah satu pelayan di rumah itu, memberikan segelas jus orange tanpa diminta.

"Oh, iya terima kasih, Cika." Sierra meletakkan di bibir kolam dan kembali berenang ke sana ke mari bagaikan ikan.

Dari arah depan terdengar sebuah mobil memasuki rumah tersebut, kolam ini memang berada di depan rumah—tepatnya samping bangunan sebelah kiri.

"Siapa yang datang, ya?" Sierra pun bertanya sendiri, menghentikan sejenak permainan airnya.

Meminum jus dan naik ke atas memakai piyama kembali, pandangannya tertuju pada seorang perempuan muda yang berjalan semakin dekat ke arahnya. Perempuan itu tidak begitu cantik, hanya saja pandai ber-makeup.

"Siapa wanita cantik dan sexy ini?" gumam Sierra, sempat ia memberikan senyum kepada tamu itu. Namun dibalas dengan tatapan sinis.

"Eh, anak kampung! Enak, ya, tinggal di sini dan menikmati ini semua?" sentak tamu sexy itu.

Seketika langkahnya terhenti dan menoleh ke arah pemilik suara tersebut. "Maaf, Anda siapa?" Sierra memberanikan untuk bertanya.

"Lo belom tahu siapa gue?" balasnya tetap dengan tatapan sinis dan berjalan memutari badan Sierra.

PLAAAKKK!

Sebuah tamparan mendarat tepat di pipi Sierra. Gadis itu memegangi pipinya, "Hey! Apa salahku? Kenapa kamu tiba-tiba menamparku?" Sierra pun kembali mengulang pertanyaannya.

"Zaneta Paloma!" ucapnya dengan lantang.

Zaneta Paloma, seorang model terkenal. Selama ini Sierra pernah mendengar nama tersebut, namun tidak pernah melihat orangnya. Sahabat dari Nesya Amanda.

"Lalu apa salahku, kenapa kamu menamparku?" tanyanya lagi masih dengan memegangi pipinya yang sakit.

"Salah loe adalah berani-beraninya loe menikah dengan pria yang gue cintai!" Baru saja ia ingin mendaratkan kembali tamparan itu, Zucca datang karena mendengar keributan di ruang tamu.

Sebenarnya, Zucca mengamati dari layar monitor CCTV yang ada di ruang kerjanya.

"Zaneta!" Bentakan Zucca menghentikan perbuatannya.

Zantea pun semakin geram dibuatnya, bisa-bisanya Zucca membela gadis kampung itu.

"Zucca, aku kangen," ucapnya manja, berjalan ke arah Zucca, merangkul dan mencium pipinya tanpa malu.

"Kenapa kamu menamparnya?" tanya Zucca dengan nada datar dan menoleh ke arah Sierra, seakan memberi isyarat agar Sierra segera masuk ke kamar.

Sierra pun meninggalkan mereka dan menuju ke kamarnya dengan perasaan dongkol.

Sierra adalah gadis pasar yang kuat, tidak seperti Zamora Anastasya yang selalu menerima perlakuan kasar dari seseorang. Sierra Suelita bagaikan bunga lily yang tumbuh di hutan liar. Kuat dan berani.

"Kenapa kamu membelanya?" Zaneta Paloma bertanya dengan wajah cemberut.

Mereka sempat saling mencintai dan hampir menikah. Namun, Zucca diam-diam mengetahui kalau Zaneta berselingkuh dengan model luar negeri, Arnold.

Sejak saat itu, Zucca menjadi seorang laki-laki yang dingin dan membenci yang namanya cinta ataupunperempuan. Hatinya membatu dan membuang jauh-jauh kata cinta di dalam hidupnya.

"Aku tidak suka, di rumahku ada kekerasan!" balasnya datar.

"Iya-iya, maaf." Zaneta Paloma kembali merangkul pria dingin itu. "Apa kamu tidak rindu denganku, Zucca?" sambungnya lagi setengah merayu dan bersikap manja.

"Tidak." Pria berwajah oriental itu menjawab dengan nada penuh tekanan. "Sudah berapa kali aku bilang, jangan mengharapkan aku lagi, Zaneta." Zucca pun melepaskan pelukan Zaneta dengan setengah mendorong.

Perempuan berkulit kuning langsat itu tidak senang mendapat perlakuan kasar dari Zucca, dia terus mencoba untuk bermanja di lengan pria itu.

"Zucca ... kita sahabatan dari kecil, menjalin cinta pun tujuh tahun, apa kamu sudah melupakan itu?" Suaranya sedikit dibuat lirih, dia tau Zucca masih menyayangi dirinya.

Zucca menarik napas dalam-dalam, lalu membuangnya lewat mulut dengan kasar. "Zaneta. Dengar ... aku memang tidak akan pernah melupakan kenangan kita, tetapi ... aku juga tidak bisa menghilangkan rasa sakit hati ini meskipun sudah lima tahun berlalu." Pria itu menatap lekat wajah mantan kekasihnya, "apa kau lupa? Bagaimana kamu dan Arnold menyakitiku?" Zucca tersenyum getir.

Hatinya masih merasakan sakit yang luar biasa jika teringat hari itu. Hari dimana dirinya mendapatkan surprise dari sang pujaan.

Zaneta tidak bisa berkata apa-apa lagi, dia sangat malu jika membahas soal itu.

***

Di dalam kamar, Sierra masih membawa kekesalan dalam hatinya.

"Dia pikir, aku takut dengannya, hah?!" Sierra berjalan mondar-mandir sambil menggigit kuku ibu jarinya.

"Kalau aja gak ada Tuan Kanebo itu, pasti sudah kubalas tamparannya! Aku akan menjambak, merobek pakaiannya, dan mencekiknya!" Sierra menggerakkan tangannya persis orang yang ingin mencekik.

Kesal. Sudah pasti ia begitu kesal hari ini. Bagaimana mungkin dia dipermalukan di depan pelayan-pelayan rumah ini.

"Aaaaaaaaggghhh!" teriaknya seraya mengacak-acak rambutnya yang masih basah.

Ponselnya berdering, ternyata ada pesan masuk dari Selena.

[Gimana keadaan di sana, Dek? Apa kamu betah?]

"Kak Selena pasti mau minta uang lagi, gimana ini? Padahal, aku ingin menabung untuk sekolah desain." Sierra mengeluh.

Sejak terbiasa mendapatkan barang-barang mewah dari Nyonya Yoana, Selena sedikit berubah menjadi matrealistis. Dia menjadikan adiknya sebagai sumber uang segar. Baru saja minggu kemarin dia meminta kepada Sierra uang sebesar tujuh juta, hanya untuk membeli skincare, tas mahal, dan kebutuhan pribadinya yang lain.

Selena sudah tidak mau bekerja serabutan lagi di pabrik, hanya Seina yang masih bekerja di sana. Selena tau, Zucca memberikan Sierra upah sebagai istri kontraknya.

Sierra mengabaikan pesan dari Selena hingga beberapa menit, tetapi hatinya tidak bisa. Terpaksa dia membalas pesan tersebut dengan kekhawatiran.

[Baik, Kak. Di sini enak, aku betah.]

Hanya ketikan itu yang dapat ia kirimkan. Selama ini, Sierra hanya dekat dengan Seina, mungkin karena mereka hanya berbeda dua tahun yang membuatnya merasa sejiwa. Berbeda dengan Selena, jarak usia mereka delapan tahun. Selena kerap kali memerintah dua adiknya dengan sesuka hatinya.

Detik kemudian, Selena membalas kembali pesan dari adiknya.

[Syukurlah kalo betah, aku ikhlas menggantikan kamu di sana seandainya bisa. Oh, ya, uang kamu masih ada berapa lagi? Pinjem dulu, dong. Kakak mau bayar kontrakan.]

Sierra mencoba bertanya kepada Seina tentang uang kontrakan itu, hatinya tidak lagi percaya dengan kata-kata Selena. Dia segera menelepon Seina.

Sambungan telepon berdering ke ponsel Seina, tetapi gadis itu masih sibuk bekerja dan tidak dapat menjawab panggilan dari adiknya.

Sierra membuang napas pelan, lalu membalas pesan kakaknya.

[Uang aku udah habis, kan, kemarin itu aku sudah transfer semuanya untuk membayar kontrakan. Maaf, kak, memangnya kakak gak bayarin?]

Tidak senang mendapatkan jawaban dari adiknya, Selena pun marah-marah dan mengancam Sierra.

[Gila, ya, perhitungan banget sekarang? Sudah jadi orang kaya, sama kakak sendiri pun seperti ini? Gimana kalo perjanjian kontrak kalian tersebar ke publik? Jangan sombong kamu, Sier! Pilihan ada di tangan kamu.]

[Kak! Jangan seperti anak kecil, dong. Uang aku beneran sudah habis, sudah aku kasih kakak semua. Tolong jangan bebani aku terus, kak. Kenapa kakak berhenti kerja? Aku di sini bukan seperti yang kakak pikirkan, kak. Tolong ngertiin sedikit.]

Lama Sierra menunggu balasan, tetapi belum juga ada. Dia benar-benar takut dengan ancaman kakaknya, karena Sierra tau betul bagaimana sifat Selena seperti apa.

Selena adalah tipikal orang yang rela melakukan apa saja demi kepentingannya.

Sierra kini berada di balkon kamarnya, melamun hingga malam tiba.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status