“Di mana dia?” Pagi-pagi Nod sudah gaduh mendapati kamar Fibrela yang kosong. Segalanya masih seperti semula, hanya dirinya saja yang menghilang. Vabian di dapur tengah memasak sesuatu. Nod sendiri tidak tahu dari mana rokern itu bisa mendapatkan bahan makanan.
“Dia tidak mengatakannya padaku,” jawab Vabian.
Nod mencari ke halaman depan dan tidak menemukan siapa pun. Dia ke garasi dan melihat kalau mobilnya juga menghilang.
“Ke mana Fibrela?” tanya Nod kalang kabut.
Nod tak juga menemukan Fibrela di mana pun. Likos duduk melirik ke arah Nod yang gusar sambil menyerumput kopi hangatnya.
“Kenapa? Dia pergi?” Likos bertanya santai.
“Kau tahu?” tanya Nod.
“Bukankah kau yang bersamanya di sini sepanjang malam?” tanya Likos. “Lagian waktu tidur kalian di daratan terlalu lama baginya. Mungkin dia bosan dan keluar.”
“Aku tidak peduli dia terbiasa
Edvard melangkah ke ruang Mregelen yang berbau tanaman Orchixfilgh yang tercium seperti bau karet. Mregelen tengah memperhatikan layar besar di hadapannya. Pandangannya tak lepas dari benda itu. Dia menyaksikan bagaimana titik-titik merah itu bersinar terang dan kemudian bergerak. Titik-titik itu ada di setiap tempat dalam peta Luxavar yang besar.“Selamat siang, Profesor Trufer,” sapa Edvard.“Kau lagi,” desah Mregelen malas. “Mau menumpang menghubungi temanmu di daratan itu?”“Ehm, sebenarnya….”“Kenapa ada orang yang begitu menyebalkan seperti dirimu, Edvard?” tanya Mregelen.Edvard agak tersinggung mendengar ujaran Mregelen yang menusuk itu. Apa sebegitu menyebalkankah dirinya?“Aku tahu kau sama sekali tidak ingin bekerja sama dengan ayahku, untuk apa bersusah payah membujukku untuk meminta izin menggunakan pemancar Tablec?” tanya Mregelen.Ed
Bel sekolah berdering keras. Menandakan kalau sudah saatnya Fibrela dan Brevis terlepas dari segala kegiatan membosankan itu. Di hari pertama mereka sekolah, Fibrela tidak ikut pelajaran di kelas. Dia pergi ke laboratorium untuk melakukan percobaan tentang tanaman prunus itu.Sementara Brevis sibuk mengamati struktur jaringan seekor kucing di daratan. Salah satu pengajar memergoki mereka meninggalkan pelajaran. Untuk hari pertama mereka hanya pendapat hukuman menyalin catatan sebanyak 7 kali. Likos datang menyelamatkan Brevis dari hukumannya dengan membujuk para guru. Sementara Fibrela, karena Nod tak kunjung datang, mesti menyelesaikan hukumannya hingga sore hari.“Kau terlambat,” tukas Fibrela jengkel. “Aku akan pulang sendiri jika kau terlambat lagi.”“Maaf, aku pikir Likos bisa menolongmu. Katanya kalian dihukum karena tidak mengikuti pelajaran di sekolah?” tanya Nod mengalihkan pembicaraan.“Ada guru jahat di
Fibrela tidak bisa menemukan Brevis di lapangan ataupun di kelasnya. Dia berlari cepat mencari di tiap sudut sekolah dengan cemas. Sambil mengerutu gusar, Fibrela membuka seluruh pintu laboratorium tempat biasa mereka melakukan penelitian rahasia mereka. Hasilnya nihil.Brevis tidak bisa ditemukan di mana pun. Fibrela duduk di tepi taman menghela napasnya. Dia tahu Brevis tidak akan lenyap begitu saja dari tempat ini. Fibrela menerka-nerka lagi kemungkinan keberadaan Brevis.Setelah tidak bisa menemukan Brevis di seluruh ruangan di sekolah, Fibrela melangkah malas masuk ke kelas. Anak-anak tadi memandang mereka aneh.“Kau tidak lihat pembuat onar itu? Anak baru yang selalu dihukum para guru? Orang tuaku melarangku mendekati mereka,” ucap seorang anak dari balik kumpulan teman-temannya. Suaranya tidak cukup kecil untuk terdengar oleh telinga Fibrela.“Iya, kudengar mereka melakukan percobaan di lab. Mereka membunuh kucing sekolah dengan r
Di dalam kedalaman laut Luxavar, dua bocah laki-laki dan perempuan tengah mengutak-utik alat pemancar di hadapan mereka masing-masing. Sudah seharian mereka bertempur melawan kesabaran dalam upaya mencari sinyal keberadaan Likos. Mereka hampir menemukan sinyal ke daratan, tapi masih menunggu jawaban karena belum ada balasan dari Likos.Hingga pada suatu pagi yang cerah di Luxavar dan senja di daratan, Likos membawa serta Brevis dan Fibrela menuju ruang observasi Likos di sebuah ruangan gereja tua di Menson. Letak gereja itu tepat di atas puncak bukit dengan ladang-ladang jagung di bawahnya, serta aliran sungai yang membelah jalan menuju sisi lerengnya yang terjal.Bagian dalam gereja itu hanyalah sebuah ruangan dengan barisan kursi kosong. Pada salah satu sisi gedung terdapat lorong sempit yang mengantar mereka memasuki bagian yang lebih tersembunyi dari gereja tadi. Gereja itu tidak diberi perawatan secara khusus karena selain umatnya yang sedikit, para biarawan yang
“Kalian dari mana?” tanya Nod sinis. Dia seperti biasa selalu dipenuhi perasaan curiga. Dia mengintrogasi Fibrela sebelum dia sampai di muka pintu itu.Fibrela menatapnya kesal. Dia mencoba menerobos masuk, tapi Nod menghalanginya.“Kau belum menjawab pertanyaanku,” kata Nod.“Sudahlah, Nod. Jangan paksa dia,” kata Likos menenangkan. “Semakin kau paksa, dia semakin tidak mau mengatakannya padamu.”“Kemarin dia pergi ke reruntuhan rumah itu. Entah hari ini kalian sudah menjelajah ke mana, heh?” tanya Nod masih tidak mau membiarkan Fibrela masuk.Fibrela pun tetap kekuh menyingkirkan tubuh Nod dan mendorong tubuhnya masuk.“Kalaupun aku mengatakannya, kau tetap tidak akan percaya, kan?” kata Fibrela. “Kalau aku bilang aku ke gereja, kau percaya?”“Untuk apa kau ke gereja?” tanya Nod.“Aku ingin berdoa. Puas?” tandas Fibrela
“Brevis, kau lihat ini!” ujar Likos ketika mereka sudah tiba di ruang observasi Likos.“Aku sudah yakin, ini pasti terjadi. Sekarang apa yang mesti kita lakukan?” tanya Brevis.“Kita mesti memberitahu Para Kanselir agar segera mengungsikan semua Atlic yang ada di Luxavar,” kata Likos.“Tidak bisa. Kita bahkan buronan di Luxavar,” jawab Brevis. “Mregelen sudah tahu?”“Belum. Aku baru berhasil melakukan perhitungan kemarin. Fibrela masih meragukan hal ini kemarin, jadi kubawa kau ke sini hari ini. Untuk memastikan kebenarannya,” kata Likos.Keduanya sibuk mengamati layar di hadapannya dengan serius. Likos masih terus melakukan panggilan kepada Edvard.“Mereka belum menjawab,” ujar Likos agak kesal. “Kenapa di saat seperti ini mereka tidak menjawab?”“Aku rasa Para Kanselir mencurigai mereka,” kata Brevis.“Tidak mungk
Fibrela terbangun dalam sebuah mobil. Tangannya terikat. Dia bisa melihat orang yang menyetir di depannya adalah Minos. Rambut klimis yang dikonde ke belakang dan kaca mata tebal yang menempel di wajahnya tergambar jelas dari kaca depan mobil. Ada bengkak kemerahan di bagian pipi dan leher yang terlihat samar-samar oleh Fibrela. Fibrela menatap sekelilingnya mencoba mencari jalan keluar.Kepalanya terasa nyeri hebat. Dia dalam perjalanan yang tidak diketahui di mana. Suara hujan dan guntur bergemuruh di luar. Embun membasahi kaca mobilnya. Fibrela bergerak dalam diam. Apa pun yang terjadi, dia harus keluar dari mobil ini. Namun, apa alasan Minos membawanya seperti ini?Fibrela meraih pintu mobil dan mencoba membuka kuncinya saat petir menggelegar. Tanpa ragu Fibrela melompat turun. Dia tidak peduli hal yang akan dihadapinya di luar. Minos sentak menghentikan mobilnya beberapa meter dari lokasi Fibrela keluar. Fibrela menghantam tubuhnya ke semak di pinggir jalan sebelu
Sesampai di rumah, Likos dan Brevis berbaris dengan tatapan penuh tanya. Nod menuntun Fibrela memasuki kamarnya. Mereka tak berbicara sepatah kata pun. Hanya Brevis sempat melirik kecil ke arah Fibrela.Fibrela memasuki kamarnya dengan gontai. Dia perlu membersihkan tubuhnya dari lumpur di jalan tadi. Nod akan makin menginterogasinya jika melihat keadaannya seperti ini. Vabian membawa nampan makanannya ke arah Nod.“Mengapa kau tak menungguku?” tanya Nod mengambil tempat duduk di samping Fibrela.Fibrela diam beberapa saat.“Kau kabur?” tanya Nod lagi. “Mengapa kau melakukannya?”“Nod, bisakah aku tak perlu ke tempat itu lagi?” tanya Fibrela akhirnya.Nod meraih piring berisi potongan makanan dan menatap Fibrela serius. Dia mengamati sekujur tubuh Fibrela dan menemukan luka baru yang terbentuk di kedua tangannya.“Siapa yang membuat luka ini, Fibrela?” tanya Nod.Fibre