“Sesungguhnya kau tidak perlu memercayai Edvard jika dalam hatimu saja kau sudah percaya pada Fibi,” kata Brevis ketika rekaman yang disaksikan Nod berakhir.
“Apakah semua ini benar?” tanya Nod pada Louie.
Louie mengangguk.
Nod mengusap air matanya yang sudah bergulir lagi. Sebuah bongkahan es telah membeku dan menyedat kerongkongannya, membuat dirinya begitu kesusahan bernapas.
Semestinya dari dulu Nod tahu kalau Fibrela bukan pembunuh seperti yang dikatakan Edvard dan orang-orang. Bukan itu saja. Fibrela adalah Atlic yang mencoba menyelamatkan istri dan anaknya, meski gagal. Semua menyayangkan hal tersebut. Seharusnya Nod tidak menganggap Fibrela sebagai pembunuh. Dia sudah berusaha. Itu yang semestinya dipikirkan Nod. Fibrela hanya mencoba menebus penyesalannya dengan melakukan perbuatan baik itu.
Istrinya tidak mati sia-sia. Begitu pun putrinya. Mereka tidak mati percuma. Ada gadis kecil di Luxavar yang memperjuang
Di pagi hari keesokan harinya Fibrela mulai kembali membaik. Demam sudah turun. Sesaknya perlahan berkurang. Jemari yang tergenggam dalam cengkeraman Nod sesekali dieratkan.“Fibrela? Kau dengar aku?” tanya Nod mengamati wajah Fibrela lekat-lekat.Fibrela mengerlipkan pelupuk matanya, berusaha mengumpulkan semua tenaga untuk bangun. Dia menggerakkan kedua tangannya dan mencoba menyingkirkan semua benda asing yang berada di tubuhnya. Matanya menyipit ke arah cahaya terang yang terpancar dari jendela kaca di sampingnya.“Fibrela, Tidak apa-apa. Kau di sini. Kau bersamaku,” ucap Nod pelan saat Fibrela menoleh ke arahnya.Fibrela kemudian mengamati sekelilingnya bertanya-tanya. Dia langsung memberontak saat menyadari sekujur tubuhnya dipenuhi kabel dan selang. Tangannya sentak menyingkirkan benda-benda asing tersebut. Para perawat mendekatinya berusaha mencegah tindakan melukai dirinya tersebut. Fibrela berhasil menarik selang makan ya
Dalam suatu ruangan remang di suatu tempat di Luxavar, duduk seorang laki-laki paruh baya dengan seorang remaja muda di dekatnya. Seorang anak yang lebih muda berada di hadapan mereka dalam posisi bersujud.“Maaf, aku tidak menjalankan misi ini dengan baik,” kata anak itu. Wajahnya yang tirus dan pucat menunduk tak berani memandang pria itu secara langsung.“Sudahlah… kemarilah,” pinta pria tadi.Anak itu berdiri dan duduk di dekat pria paruh baya itu. Dia meraih tangan anak itu sambil berbicara, “Kuberikan lagi kau kesempatan. Aku harap kau tidak mengecewakanku kali ini.”Anak tadi memandang pria itu seakan mendapat harapan baru. Pemuda di sampingnya menatap tajam.“Bagaimana bisa kau menyia-nyiakan kesempatan yang begitu besar, Edvard?” tukas pemuda itu.“Jibethus, diamlah!” hardik pria itu sekejap membungkam keluhan Jibethus. “Kau juga sudah gagal menjalankan misi in
“Kau belum tidur?” tanya Nod. “Nod?” tanya Fibrela. “Aku masih mau membereskan pekerjaan di Balorop. Kau istirahat saja dulu.” “Fibrela, aku hanya ingin menyampaikan satu hal padamu,” kata Nod duduk di samping Fibrela. Fibrela terlihat tidak begitu mengacuhkan ucapan Nod. Dia memandang gambaran grafik pada layar di hadapannya. Salah satu jemarinya menggeser gambar-gambar yang tampil di layar itu. “Aku akan pindah ke Luxavar,” kata Nod tanpa menunggu respons dari Fibrela. Fibrela sentak menghentikan pekerjaannya. Dia memandang Nod seraya mengangkat kedua alisnya. Nod membalas tatapan tidak percaya tadi dengan cengiran kecil. “Kau serius?” tanya Fibrela. “Presiden Trufer memberiku pekerjaan yang lumayan bagus di Luxavar. Jadi kupikir kapan lagi aku bisa hidup senyaman di sini,” jawab Nod. “Dan aku akan kembali menjadi putrimu?” tanya Fibrela. “Jika kau tidak mau, aku bisa mengadopsi atlic lain,” kata Nod santai.
Tiga atlic berlarian melewati koridor Egarus yang panjang dengan terengah-engah. Mereka tidak tahu apa yang baru saja terjadi pada tubuh mereka. Salah satu dari mereka menyemburkan darah dari mulutnya. Keduanya juga mengalami hal yang sama. Petugas kesehatan di Egarus dan beberapa rokern mengungsikan mereka ke salah satu brankar kosong. Melakukan pemeriksaan dan memindai seluruh pemeriksaan tersebut ke komputer pusat. Tiga rokern segera membawa mereka ke salah satu atlic. Mereka terbaring berdampingan. Wajah mereka pucat dan kedua lubang hidungnya sesekali masih mengeluarkan darah. Salah satu atlic mendekati mereka. “Apa yang terjadi?” tanya atlic dengan pakaian serba biru. Atlic yang masih menyumbat lubang hidungnya dengan kapas menggeleng lemah. Diikuti para pengunjung yang lainnya. “Kami tidak tahu,” jawab salah satu dari mereka dengan suara sengau. “Darahnya tidak berhenti. Kami tidak bisa menahannya.”
55-08-79Setitik cahaya samar-samar berpendar di tengah samudera yang gelap. Sinar redupnya bergerak perlahan menepis lembaran air yang beriak tenang. Benda bundar yang menimbulkan cahaya tadi bukan kapal atau mercusuar, melainkan sebuah bola kaca dengan ruang kecil di bagian dalamnya. Berkas cahaya kebiruan itu terpancar dari sekeliling lengkungan kaca di bagian bawah bola tersebut.Seorang gadis kecil berdiri di bagian dalam bola tadi. Kedua tangannya sibuk menggeser panel di hadapannya. Papan tipis berisikan sejuta kode itu merupakan alat kemudi benda yang dikendarainya. Namanya Fibrela Greinthlen. Matanya yang bulat besar dan dagunya yang tirus menatap suasana lautan dengan saksama. Jemarinya mengetuk tepi panel sambil sesekali menoleh ke pemandangan di balik kaca.Di sampingnya, berdiri pria tua dengan jenggot pendek kelabu memenuhi dagu dan rahang atasnya. Pandangannya lurus tak peduli akan kesibukan yang tengah dikerjakan ga
34-06-81Semilir angin berembus lembut membujuk Nod untuk beralih dari renungan panjangnya. Meski begitu, dia enggan melepas kenangan itu. Perjalanan panjang yang telah dilaluinya akan selalu membekas di sana. Mengukir hingga ke relung hati yang paling dalam. Lembut nan pasti, bayangan akan wajah mereka kian memudar bersama kabut. Membumbung tinggi dan menyatu bersama gumpalan awan.Nod duduk seraya menyalakan dua lilin di atas potongan kue tart mungil yang berwarna jingga, menjaganya dengan telapak tangan agar cahaya tersebut tak padam ditepis angin kencang. Lalu dia mulai membuka kotak kayu di sampingnya. Menarik dua lembar kertas yang telah berisi barisan pesan di dalamnya.Hania yang manis,Selamat ulang tahun. Semoga ulang tahunmu kali ini membuatmu semakin bahagia. Tetaplah menjadi anak yang baik, Hania. Jaga ibumu. Ayah merindukanmu.AyahUntuk R
Sudah sebulan ini Nod menyantap roti tawar dengan jenis yang sama. Rasa manis kian hari kian berkurang. Namun dia tidak punya pilihan. Makanan itu akan membuatnya bertahan sepanjang hari. Persediaan makanan mereka tidak akan cukup jika kapal ini belum berlabuh dalam dua hari ke depan. Ada tiga puluh kru kapal yang juga bernasib sama dengannya. Itu bukan hal terburuk yang mereka khawatirkan saat ini.Nod menyusun surat yang hendak dilemparnya lagi ke laut hari ini. Itu surat ketiga puluh yang akan dikirimnya melalui botol kaca. Semakin dia risau, semakin rutin pula dia mengirimi surat tersebut.Likos berjalan ke arahnya dengan membawa dua cangkir kopi panas dan sepotong roti bakar. Asap dari cangkirnya mengepul memenuhi dek kapal. Fokus Nod sedikit teralihkan oleh aroma kopi yang harum tadi terendus olehnya.“Kau tidak mau keluar melihat pemandangan di luar?” tanya Likos sambil menyelipkan sepotong roti di antara bibirnya.“Hanya ada air
Cahaya putih kekuningan memenuhi pandangan Nod. Sekujur tubuhnya terasa sangat kaku. Mungkin sudah seminggu atau sebulan dia tidak sadarkan diri. Tulang belulangnya seakan baru dicopot lalu disambungkan kembali. Jiwa dan raganya bagaikan bereinkarnasi ke dalam siklus hidup yang baru. Dia tak tahu sekarang berada di mana dan pada masa apa. Pakaiannya telah diganti. Semua yang ada di tangannya telah di buang—sepertinya.Di mana ini? Secercah cahaya hangat dan menyilaukan menerpa wajahnya. Sumber terang tadi berasal dari langit-langit di atas tempat tidur Nod. Dia mengerjap penuh tanya. Kebingungan merasuki benaknya. Matanya menjelajahi setiap sisi ruangan yang tak bersudut tersebut. Ranjang yang tengah ditempatinya hanya berupa mangkok dengan kasur empuk bundar melapisi sisi dalamnya.Tempat ini sangat asing bagi Nod. Seluruh benda yang ada di dekatnya belum pernah dilihat Nod di belahan dunia mana pun. Nod tak berani berspekulasi. Dia mencoba mencari tahu