Indah duduk termenung di samping jendela kamarnya. Kejadian yang menimpanya akhir-akhir ini sangat membuat wanita berbadan dua itu hampir stres. Mulai dari rumah yang terasa berbeda. Prapto yang hanya datang saat malam hari tiba untuk meminta jatah dan menghilang saat pagi menjelang. Serta Lastri yang sering tiba-tiba muncul dan memberikannya kopi hitam yang rasanya sangat tidak enak sekali dan setelah itu Indah seperti orang yang kebingungan.
Indah membulatkan matanya, ayunan yang berada di belakang rumah kembali bergerak. Indah melihat' ke sekeliling. Daun-daun nampak tenang dan tidak ada gerakan apapun. Namun, ayunan kosong itu terus bergerak ke depan dan kebelakang. Indah semakin ketakutan, ia bangkit dari bangku yang berbeda di dekat jendela, meskipun air matanya terus mengawasi ayunan yang berada di bawah pohon nangka di belakang rumahnya.
"Indah!"
Wanita itu melonjak, "Ibu!" sergah Indah saat melihat Lastri sudah berada di ambang pintu kamarnya.
&n
Indah berjalan menuju dapur. Langkahnya terhenti saat melihat Lastri sedang menyeduh kopi. Indah ragu untuk menyapa wanita aneh itu. Ia memilih untuk memperhatikan gerak gerik Ibunya dari balik dinding dapur.Lastri menuangkan sesuatu dari ceret yang ia angkat dari atas kompor. Aroma anyir semakin memenuhi ruangan menusuk indra pernapasan. Tenyata yang keluar dari dalam ceret itu bukanlah kopi melainkan darah segar yang telah Lastri rebus di tambahkan dengan bunga kantil hitam.Perut Indah seketika mual, hampir saja ia memuntahkan isi perutnya di tempat ia berada. Indah bergegas pergi berlari menuju pintu utama, ketakutan"Jadi selama ini yang aku minum adalah darah." Indah merasa sangat jijik sekali.Bruk!Indah menabrak seseorang yang muncul dari balik pintu yang terbuka."Mas Prapto!" Indah terkejut melihat Prapto telah kembali. Ia menjatuhkan pelukan pada lelaki itu, ketakutan."Ada apa, Dek?" tanya Prapto."Aku takut, Mas!
Tubuh Indah bergetar hebat. Peluh membanjiri tubuh wanita itu. Ingin rasanya Indah berlari saat makhluk berbulu hitam itu semakin mendekat ke arahnya. Namun, rasa sakit pada perutnya membuat wanita itu tidak dapat bangkit apalagi berjalan."Dek, kemarilah! Berikan bayi itu padaku.Indah berusaha menarik tubuhnya. Namun janin itu seperti mengganjal di bagian kemaluannya, hendak keluar."Jangan, jangan lahir dulu, Nak!" lirih Indah berusah menahan bayi yang berada di dalam perutnya.Dalam rasa ketakutannya, tanpa henti Indah melafalkan kalimat Allah di dalam hatinya."Tolong!" teriak Indah saat janin yang berada di dalam perutnya merosot melalui jalan lahir.Oek ... Oek ... Oek .."Allah!" lirih Indah dan semua menjadi terasa gelap gulita.____Dua minggu Indah menghilang dari rumah Lasri. Tepatnya saat malam Jumat dua minggu lalu. Tidak ada yang tahu kemana perginya Indah, begitu juga dengan Prapto yang semalam suntuk menem
Kiih ... Kih ... Kih ...Tawa itu semakin nyaring terdengar. Dari sosok wanita dengan wajah membusuk yang melayang-layang di udara. Kedua kakinya melambai-lambai di balik gaun putih yang ia kenakan.Prapto bergidik, ia menarik diri bersembunyi di balik pintu. Sementara Ustaz Zul tidak berhenti untuk melafalkan kalimat-kalimat Allah."Pergi dari sini!" sentak Ustaz Zul meradang.Kuntilanak itu justru tertawa semakin nyaring. "Kih ... Kih ... Kih ...! Jangan menganggu urusan aku manusia!" Suara menyeramkan dari mahluk itu membuat Prapto semakin ketakuatan.Ustaz Zul memejamkan matanya. Bibirnya berkomat kamit membaca doa sapu jagad. Tiba-tiba angin cukup kencang menyapu tubuh Ustaz Zul yang berdiri di teras rumah. Hingga lelaki itu jatuh tersungkur.Bruak!Prapto segera berlari, hendak menolong Ustaz Zul. Namun, tiba-tiba kakinya seperti ditarik paksa oleh seseorang yang tak kasat mata."Tolong!'Sreeet ...
Semua barang-barang milik Prapto telah di kemasi dan di masukan ke dalam koper. Pagi-pagi buta, pembantu rumah tangga Lastri menemukan Prapto tertidur di belakang rumah berlantai dua milik Lastri. Semenjak berada di rumah Lastri, dia selalu diganggu oleh makhluk tidak kasat mata. Apalagi kini Indah juga menghilang secara misterius."Den Prapto yakin, mau pulang ke kampung seberang?" tanya wanita paruh baya pada Prapto yang sedang berkemas."Iya, Bik. Saya mau pulang ke rumah saya saja. Di sini ... !" Prapto menjeda ucapannya dengan wajah getir, takut jika ada yang mendengar.Bibik yang berdiri di ambang pintu berjalan mendekati Prapto. "Den Prapto ada yang gangguin ya?" ucap Bibik dengan nada berbisik. Sorot matanya serius melihat pada Prapto."Kok Bibik tau?" Prapto mengernyitkan dahi membalas heran tatapan Bibik.Bibik mendengus berat. "Bibik juga sering digangguin, Den. Rumah ini memang angker," seloroh Bibik dengan nada suara berbisik. "Apalagi
Prapto terduduk lesu di depan teras rumahnya. Wajahnya terlihat sangat murung sekali. Bayangan Indah yang kerap kali muncul di dalam benaknya, semakin membuat lelaki itu terlihat sedih."Dek, kamu kemana? Mas kangen," lirih Prapto dengan tatapan menerawang jauh.Prapto beranjak masuk ke dalam rumah. Membiarkan asap kopi yang baru ia seduh mengepul ke udara. Sesaat kemudian Prapto kembali duduk pada bangku teras dengan sebuah benda pintar yang berada di tangannya. Dengan lincah, tangan itu memanggil nomor ponsel ibu mertuanya, Lastri.Tut ... Tut ...Tut ...Beberapa kali hanya sambungan telepon yang terdengar. Kemudian diakhiri dengan suara operator yang menjawab. Prapto menarik ponsel dari dekat telinganya, kemudian berdecak kesal."Kenapa Ibu tidak mau mengangkat teleponku!" guman Prapto kesal. Ia kembali menekan tombol memanggil pada layar ponsel untuk yang kesekian kalinya. Lagi-lagi tidak ada yang mengangkat panggilannya."Apakah Ibu sed
"Indah ... Huhu .. !" Lastri berteriak histeris saat mengetahui putri satu-satunya kini menjadi gila.Indah menimang boneka lusuh yang ada di dalam dekapannya. Seperti tidak peduli dengan Lastri yang kini sedang menangisinya."Indah, kenapa kamu jadi seperti ini, Nak!" tangis Lastri pecah."Sudah, Bu, sabar!" Prapto berusaha menenangkan Lastri. Wanita itu nampak sangat syok sekali melihat Indah yang kembali pulang dalam keadaan seperti itu."Kasian sekali ya, Indah! Pasti karena anaknya hilang Indah jadi seperti ini.""Saya benar-benar tidak menyangka jika nasib Indah akan berakhir setragis itu."Hati Lastri semakin sakit, mendengar para tetangga yang sedang mencibir keadaan Indah. Sepertinya harta yang ia miliki tidak dapat membuat orang-orang itu segan kepadanya."Prapto, tolong bawa Indah istirahat di dalam kamar," titah Lastri pada Prapto. Ia tidak mau Indah dijadikan bahan gunjingan oleh para tetangganya.Lelak
Sesaat Lastri dan Sukemi saling bersitatap dan tenggelam dalam pikiran mereka masing-masing."Ma-maksud kamu apa Sukemi?" lirih Lastri dengan wajah takut. Ia kembali mengulanginya pertanyaan pada Sukemi."Pesugihan itu tidak bisa digagalkan, Mbak Lastri atau ...!" Sukemi menjeda ucapannya. Wajahnya seketika berubah pucat."Atau apa?" Lastri mengguncang kedua bahu Sukemi."Atau, nyawa mbak sendiri yang akan menjadi tumbal berikutnya.""Apa?" Kedua mata Lastri seketika mendelik. Bibirnya bergetar dengan wajah' ketakutan."Jangan asal bicara kamu, Sukemi. Aku tidak pernah membuat perjanjian itu dengan Ki Gendeng. Aku hanya menyanggupi untuk menukar kekayaanku dengan janin," debat Lastri dengan rahang mengeras. Antara kesal dan takut."Justru itu, Mbak, jika sudah tidak ada lagi janin yang akan Mbak jadikan tumbal, lalu janin siapa lagi Mbak yang akan menggantikannya?" debat Sukemi semakin membuat Lastri ketakutan.Last
Wusss ....Srrkk ...Lastri terus berlari menembus semak belukar. Menabrak apapun yang berada di hadapannya. Wanita bertubuh ular itu terus mengejar Lastri.Sttttt ....Wanita bertubuh ular dengan kepala manusia itu berdesis, mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Sesekali lidah pajang bercabang itu menjulur dan menimbulkan suara. Lastri bersembunyi di balik pohon besar, ketakutan."Ya Tuhan, tolonglah aku!" lirih Lastri dalam hati. Perlahan ia mengintip dari balik pohon melihat ke arah siluman ular itu. Namun, hantu bertubuh ular itu seketika menghilang.Suasana yang mencekam kembali hening. Hanya lolongan anjing yang saling bersahutan satu sama lain. Lastri menarik dirinya dari balik pohon besar, mengedarkan pandangannya ke sekeliling dengan tatapan waspada, untuk memastikan keadaan jika hantu siluman ular itu benar-benar sudah pergi.Dada Lastri bergerak naik turun, bersama deru nafas yang memburu. Wajahnya terlihat ketakua