Ribuan kesal membuat Siska meradang. Gadis yang merasa dengan kecantikannya dapat mendatangkan semua keinginannya itu nampak kecewa. Karena kali ini dia harus mengalah dengan kenyataan. Jika Angga, lelaki yang selama ini ia puja tenyata sama sekali tidak pernah menaruh perasaan kepadanya. Bahkan ilmu pelet yang Pak Parlin berikan seperti tidak berfungsi kepada Angga.
"Siapa wanita yang sedang berbicara dengan Angga itu?" guman Siska saat melihat Angga sedang bercakap dengan seseorang yang berada di ujung jalan. Dengan langkah cepat Siska menghampiri Angga.
"Mas Angga!" Siska melirik sinis pada wanita yang berdiri di depan Angga.
"Siska!" Angga melirik kecil pada Siska yang berdiri mensejajarnya.
"Siapa dia, Mas!" bisik Siska mendekatkan bibirnya ke telinga Angga. Namun ekor matanya melirik pada wanita yang ada di hadapan Angga.
"Dia orang baru di kampung ini. Dia mau nanya kontra
"Malam ini adalah malam tumbal berikutnya. Kamu harus memancing Siska keluar dari rumah ini karena aku tidak mau mengambil terlalu banyak resiko," cetus Pak Parlin menatap tajam pada Yuda."Kenapa tidak di sini saja?" cetus Yuda."Yud, kamu harus menurut dengan perkataanku. Tidak mungkin kita menghabisi Siska di rumah ini. Kecuali kamu ingin semua teman-temanmu itu mencurigai kita dan kamu akan tahu apa akibatnya setelah itu," Pak Parlin bangkit, menatap pada Yuda dengan rahang mengeras.Yuda menghela nafas panjang. "Aku harus menuruti permintaan Om Parlin. Jika tidak, dia pasti akan curiga padaku!" batin Yuda. Wajah lugu lelaki itu telinga berpikir._____Ting!Ponsel yang berada di samping laptop Siska berbunyi. Sekilas gadis itu melirik pada layar ponsel yang menampakkan nama Angga sebagai pengirim pesan. Bergegas Siska pun meraih benda pipih miliknya dengan tidak sabar
"Selamat pagi, kami dari kepolisian membawa surat penangkapan kepada saudara yang bernama Angga," tutur Polisi membuat Angga seketika tercekat. Begitu juga dengan Zaki dan Dimas."Penangkapan? Penangkapan atas kasus apa, Pak?" Angga tercekat. Wajah dengan bulu halus di sekitar rahang itu nampak menegang bercampur bingung.Salah satu polisi menyodorkan sebuah kertas kepada Angga. Dengan segera Angga membaca isi surat penangkapan atas dirinya itu."Apa? Aku benar-benar sama sekali tidak melakukan kejahatan itu, Pak!" cetus Angga penuh keyakinan."Tapi, dari barang bukti yang kami temukan di tempat kejadian, anda sempat mengirimkan pesan pada saudara Siska untuk datang ke TKP," debat polisi."Tidak, Pak, tidak! Sudah beberapa hari ini ponsel saya tiba-tiba menghilang, jadi saya tidak mungkin melakukan hal itu!" Angga mencoba membela dirinya sendirinya sendiri.S
Huf! Pak Parlin menghela nafas panjang. Berjalan masuk ke dalam mobilnya diikuti Yuda yang nampak kelelahan. Pemuda itu mengempeskan kasar tubuhnya pada bangku di samping kemudi."Om, Yakin jika mereka akan aman berada di tempat itu?" Yuda menoleh ke arah Pak Parlin yang duduk di bangku kemudi."Kamu tenang saja, mereka pasti akan aman di sana dan mereka tidak akan pergi kemana pun!" balas Parlin berfokus pada jalanan yang berada di depan mobil.Gerimis perlahan mulai turun membasahi kaca depan mobil. Benda pajang itu bergerak ke kiri dan ke kanan membasuh percikan gerimis yang membuat padangan meramun. Sekali Pak Parlin menyalakan lampu jarak jauh dan mengedipkan untuk memastikan jalanan tidak terlalu licin."Dengan seperti ini semuanya pasti akan aman. Tidak akan ada lagi yang menunggu persembahan kita dan sebentar lagi kita akan menjadi orang paling kaya raya, Yud!" Pak Parlin menarik kedua
Wajah wanita yang mengenakan kerudung coklat itu tergugu. Beberapa kali ia menyeka sudut matanya yang basah. Sementara seorang lelaki bertubuh tambun yang mengenakan kacamata sedang bercakap-cakap dengan Pak Parlin."Saya benar-benar tidak menyangka jika Angga dapat melakukan hal senekat itu kepada Siska." Lelaki bertubuh tambun itu menghela nafas panjang. "Saya sangat kecewa dengan Angga!" tutur lelaki yang tidak lain adalah dosen para mahasiswa yang berasal dari Jakarta itu."Saya sendiri juga tidak menyangka jika Angga akan melakukan hal senekat itu kepada temannya sendiri, Pak!" imbuh Pak Parlin memasang wajah sedih. Beberapa kali ia menggelengkan kepalanya, tidak habis pikir."Lalu bagaimana dengan Rani, bagaimana bisa dia menghilang?" Lelaki bertubuh tambun yang memakai kacamata itu menatap pada Yuda dan Pak Parlin bergantian.Lelaki bertubuh sedang dengan gaya rambut klimis itu menggeleng lemb
Netral Sekar bulat penuh pada lelaki yang berdiri di depan rumah kosong yang ada di depan rumah Pak Parlin."Apa? Siapa lelaki ini, kenapa dia memanggil nama pemilik tubuh ini!" batin Sekar. Lelaki bertubuh sedang yang berdiri di seberang jalan itu menatap lekat ke arah Sekar.Bergegas Sekar berlari ke arah gunung Semeru. Membiarkan lelaki yang berdiri di depan rumah Lastri itu terus memanggil-manggil nama Indah."Indah!" teriak lelakinya mengejar Sekar.Sesekali Sekar menoleh ke belakang. Terlihat lelaki asing itupun terus mengejarnya. Sekar semakin mempercepat langkah kakinya masuk ke dalam hutan. Sekar terus berlari tanpa mempedulikan apapun, hingga gadis itu merasa aman dan bayangan' lelaki yang memanggil nama Indah itu tidak nampak lagi, Sekar baru menghentikan langkah kakinya.Hos! Hos! Hos!Jantung Sekar berdetak sangat kencang, gadis itu terhuyun dudu
Sudah beberapa kali Zaki dan Dimas berusaha untuk keluar dari rumah pondok itu. Tetapi kedua lelaki itu tetap tidak bisa melakukannya. Pondok yang terbuat dari papan kayu itu nampak sangat kokoh sekali. Bahkan untuk membuka pintunya saja, Zaki sampai kehabisan tenaga."Sial!" teriak Zaki yang sudah kehabisan akal untuk keluar dari dalam pondok itu. Lelaki itu terduduk lesu di atas tumpukan jerami."Bagaimana Zak? Apakah tetap tidak bisa?" seloroh Dimas yang duduk di tumpukan jemari. Tanpa menggunakan kacamata, lelaki itu hampir sama sekali tidak dapat melihat apapun. Hanya bayangan yang terlihat oleh netranya."Tidak, sulit Dim!" lirih Zaki terduduk lesu."Bagaimana kalau kita jebol saja dinding papan ini!" usul Dimas."Di jebol!" Zaki menatap pada Dimas, kemudian mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan. "Bagaimana cara menjebolnya, Dimas di sini tidak ada apapun kecuali j
Dimas melonjak, apalagi Zaki yang melihat seseorang yang tengah meringkuk di tengah-tengah rumput tinggi yang ada di sekitar Danau Kumbolo."I-itu apa?" Kerongkongan Zaki tercekat, lelaki itu kehabisan kata-kata untuk menggambarkan apa yang ia lihat saat ini. Beberapa langkah, Zaki memundurkan kakinya, terkejut.Wajah Dimas menegang, dia sama sekali tidak bisa melihat apapun, bahkan gelap malam tanpa bulan kali ini membuatnya hampir seperti orang buta."Ada apa, Zak? Ada apa?" Dimas meraba, karena pegangan tangannya terlepas dari tubuh Zaki.Zaki gemetaran, keringat dingin membasahi tubuh lelaki dengan wajah ketakutan itu."Zak, cepat katakan, kamu jangan diam seperti itu!" sentak Dimas, kesal. Ia hanya mendengar deru nafas Zaki yang memburu tidak jauh dari tempatnya berada."Itu, Dim, itu!" Lidah yang sempat kelu itu akhirnya dapat berkata-kata kembali. "Itu
"Ada apa, Mbak?" Dimas menatap pada Sekar yang nampak ketakutan. Meskipun hanya bayangan yang nampak tidak jelas."Kita jangan di sini! Kampung ini berbahaya," ucap Sekar memundurkan beberapa langkah kakinya. Guratan pada wajahnya menapakan sebuah ketakuatan."Ada apa, Sekar? Ada apa dengan kampung ini?" Zaki menjatuhkan tatapan heran kepada sikap yang Sekar tunjukkan.Zekar seperti orang yang sedang ketakutan, wanita itu memutar tubuhnya kemudian berlari masuk ke dalam hutan."Mbak, tunggu!" teriak Dimas."Sekar!" Zaki menaikkan nada suaranya kepada Sekar yang sudah menghilang di balik rimbunnya pepohonan. Wanita itu sangat cepat sekali berlari.Zaki mendengus berat, menatap pada kepergian Sekar. Kemudian mengalihkan tatapannya kepada Dimas."Ayo, kita kejar Mbak Sekar!" ajak Dimas menyadari Zaki yang hanya diam mematung melihat ke