Share

Si cacat

Seharusnya aku menyadarinya lebih cepat.

Nyatanya aku menyesal karena terlena—lalu yang aku dapatkan hanyalah sebuah kehilangan.

"Lintasan takdir sudah menyimpang~"

"Tak ada lagi jalan keluar..."

Maka bersiaplah.

***

Beberapa ingatan merasuki pikiran ku, tepatnya ingatan ketika pertama kali aku datang kesini.

Sosok bayi yang terlahir cacat. Hanya memiliki 1 lengan dan sebagian kaki saja, aku pikir aku akan mati setelah terjatuh. Nyatanya aku berhasil selamat dan bertahan hidup selama 3 tahun.

Belajar, memahami dan mengingat—setiap struktur yang berlaku dunia ini. Interaksi, kebudayaan lalu bahasa.

Krettt~

"Icèe..." panggilan terdengar bersamaan dengan suara engsel yang berkarat. Pintu didepan ku terbuka—menampilkan sosok wanita tua dengan punggung bungkuk. Dia masuk sambil menampilkan sebuah senyuman disela-sela kerut di wajahnya.

Dengan satu-satunya mataku yang bisa melihat, ku perhatikan setiap langkah perlahan miliknya yang susah payah menuju kearah ku. Senyum ku hadir begitu dia sampai.

"Baba..." panggil ku dengan suara khas anak umur 4 tahunan. Biar ku perkenalkan, dia adalah sosok penyelamat diri ku di kehidupan ini.

Satu-satunya sosok yang hadir di tengah keacuah orang-orang di pasar. Ketika itu aku meraung kuat karena rasa sakit yang ku alami. Dan dia melihat ku.

Melihat seberapa tak berdayanya diri ku.

Nenek tua ini datang dengan wajah khawatir; memasuki gang tempat ku berada dengan langkah kecil miliknya.

Dia merespon tangisan ku dengan wajah iba lalu membawa ku pergi dengan iringan isak tangis ku.

"Icèe... Baba~ bawa 'kan ini... untuk mu..." ucap Baba sambil memberikan sepotong kecil roti tawar. Aku menyambutnya dengan senyuman, Baba mendudukkan tubuhnya di bibir kasur yang menjadi singgasana ku selama hidup disini.

"Untuk Baba..." ucap ku sambil membagi roti kecil itu menjadi setengah bagian dengan gigi ku.

"Untuk Icèe saja..." Baba menjawab dengan penolakkan tapi aku bersi keras memberikannya hingga sosok disampingku ini mengambil potongan roti di tangan kanan ku.

Aku terkekeh senang.

Dengan cepat ku lakukan sebuah trik sederhana, roti yang berada di himpitan gigi—ku lambungkan keatas. Layaknya anjing laut yang sedang melakukan sirkus; aku membuka lebar mulut dan menangkapnya, roti itu sukses masuk kedalam mulut ku.

Ku kunyah pelan.

Dalam waktu 3 tahun ini, aku sudah sedikit terbiasa dengan tubuh yang memiliki kekurangan ini. Bukan berarti juga aku menerima seutuhnya keadaan.

Alasan tentang diri ku bisa terlahir atau bagaimana jiwa ku bisa berada disini. Sama sekali tidak menemukan titik terang. Aku tidak tahu. Sempat beberapa kali aku mencoba hal bodoh, yaitu uji coba bunuh diri dengan pemikiran aku bisa kembali kedunia ku yang lalu. Tapi nihil, bukan karena aku takut menyakiti diri sendiri melainkan diri ku dipergoki Baba. Wanita tua itu berhasil membuat sosok ku berhenti tiba-tiba di tengah aksi gila dengan linangan air mata.

Wanita itu, ketakutan.

Akhirnya aku menyerah melakukan itu semua dan mencoba menerima situasi sekarang ini; tentu dengan menyimpan rapat semua ingatan di kehidupan ku yang lalu.

Stttt!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status