Alfonso meraih kedua tangan Siena dan menggenggamnya. "Tentu saja ayahmu menginginkanmu, Cherry…. Aku dengar cerita Carlo, ayahmu tak pernah menikah dengan wanita lain, karena dia cuma mencintai ibumu. Sekarang setelah bertemu kamu, dia pasti ingin menebus semua kesalahannya padamu."
"Aku tak mau dia lakukan ini karena rasa bersalah. Aku berharap dia menginginkanku karena… karena rasa cintanya pada Mama. Tapi kenapa aku masih merasa belum siap untuk memanggilnya Papa?" Siena seperti bertanya lebih pada dirinya sendiri.
"Semuanya butuh waktu, Cherry. Nikmati saja sebanyak waktu yang kamu butuhkan. Kita tak perlu harus buru-buru pergi dari kota ini. Kita akan tinggal di sini sampai kamu merasa dekat dan nyaman dengan keluargamu. Dan aku akan selalu bersamamu," ucap Alfonso.
Siena tersenyum. Saat ini hatinya seakan begitu penuh dengan perasaannya pada Alfonso. Dia makin menyukai pria ini dari hari ke ha
Siena melihat Stefano duduk di sebuah sofa panjang berwarna cokelat di bawah gazebo. Gazebo itu terletak di halaman belakang rumah, dekat kolam renang. Udara malam di awal musim dingin berhembus. Langit tampak bersih tanpa bintang. Saat Siena mendekat, Stefano langsung menoleh memandangnya. "Kemarilah, Siena…," sambut Stefano, tangannya menunjuk sofa di sampingnya. Siena duduk di samping Stefano. Dia baru sadar ada sebuah album foto di pangkuan Stefano. "Ini adalah foto kenanganku bersama Sakura. Aku selalu simpan dengan baik, karena ini satu-satunya yang bisa menghiburku kalau aku merindukannya," ucap Stefano dengan suara pelan. Stefano memperlihatkan album foto itu. Siena mengenali wajah sang ibu waktu masih muda, begitu cantik, penuh semangat, dan ceria. Rambut Sakura yang sebahu terurai indah berwarna hitam, membingkai wajahnya yang oval mungil. Senyu
Paginya, Siena terbangun dengan rasa damai di hatinya. Mengingat kembali semua kejadian di hari sebelumnya, ia tersenyum. Kemarin adalah salah satu hari yang paling sempurna dalam hidupnya. Momen indah yang ia nikmati bersama Alfonso di panti asuhan dan di restoran membuat hatinya melayang. Kemudian menyusul pengakuan jujur dari ayahnya. Dan sekarang, dia punya keluarga! Dia adalah bagian dari keluarga De Martini! Semuanya bagaikan mimpi yang tak pernah berani dia bayangkan. Hatinya meluap dengan rasa syukur. Terutama dia sangat berterima kasih pada Adalfo yang telah 'memaksanya' datang ke Kota Gotemba dan Kota Siena. Perjalanan luar biasa ini telah mengubah hidupnya untuk selamanya. "Grandpa, aku rindu sekali padamu. Terima kasih untuk semuanya, Grandpa...," ia berbisik. Setelah mandi, Siena keluar dari kamarnya. Ia melihat Alfonso dan Stefano sudah duduk berhadapan di meja makan. Mereka sedang meng
Sesaat hanya ada keheningan di antara mereka. Entah apakah yang membuat mereka tercengang adalah suara Adalfo, ataukah karena mereka sedang berusaha mencerna makna di balik teks pendek yang dibacakan Adalfo. Akhirnya Guido berdehem. "Ini sebenarnya hanya pesan untuk menemukan tempat petunjuk kelima disembunyikan, bukan untuk menunjukkan lokasi aset Tuan Adalfo." "Apa?" Alfonso dan Siena berseru hampir bersamaan. Seketika Siena merasa lemas. Lagi-lagi petunjuk ganda dari Adalfo! "Oh, Grandpa…. Kenapa dibuat lebih susah? Padahal sudah tinggal satu aset terakhir," keluh Siena dengan suara pelan. Alfonso menatapnya sambil tersenyum. "Tak apa-apa, Cherry…. Seperti kata Tuan Guido, kita nikmati liburan kita di kota ini sambil berusaha pecahkan teka-teki dari Kakek. Tak perlu buru-buru." Guido mengangguk-angguk setuju. "Benar sekali, Tuan
Mendaki Torre del Mangia memang tantangan yang sangat melelahkan, tapi pemandangan menakjubkan yang tersaji di depan mata waktu Alfonso dan Siena tiba di puncak menara membuat mereka seketika lupa dengan semua rasa lelah. "Wow…! Benar-benar luar biasa!" pekik Siena terpesona. Ia berdiri di pinggir menara, menikmati panorama Kota Siena. Kombinasi warna cokelat dan putih dari bangunan abad pertengahan mendominasi pusat kota, sedangkan di kejauhan terlihat hamparan perkebunan menghijau. Biarpun ia masih terengah-engah menarik napas, tapi semua keindahan ini memang hadiah yang sebanding. "Aku jadi teringat waktu di Palma. Pemandangannya juga susah dilupakan," komentar Siena. Alfonso berdiri di sampingnya. "Benarkah? Kamu masih ingat? Waktu itu kita juga sedang cari petunjuk, dan kamu berhasil temukan jawabannya saat kita sedang di atas menara Castell de Bellver. Siapa tahu kali ini
Alfonso dan Siena saling berpandangan. Detik berikutnya, seolah digerakkan oleh pemikiran yang sama, secara spontan mereka langsung bergandengan tangan, dan berlari ke arah tangga turun yang menuju ke dasar benteng. "Ide yang brilian, Cherry! Ternyata ada gunanya juga kita ke perpustakaan tadi!" seru Alfonso sambil terus berlari menuruni tangga. Siena tak bisa menahan tawanya. Dia teringat kejadian yang hampir sama waktu mereka berada di Palma. Ketika itu, mereka juga menemukan jawaban teka-teki saat berada di atas menara Castell de Bellver. Lalu mereka buru-buru berlari turun dari menara, tapi sambil mengomel satu sama lain. Sekarang? Mereka malah saling bergandengan tangan! Betapa berbedanya! "Kenapa kamu tertawa?" Alfonso memandanginya dengan wajah heran. "Oh…, aku cuma…," Siena terus tertawa sambil bicara. "Rasanya seperti déjà vu, tapi ada yang sangat berbeda…." &n
"Petunjuk kelima hilang…!" "Apa?!" Siena mengacak-acak isi tasnya lagi. Kakinya seketika jadi lemas. Memang benar, semua barang-barangnya yang lain ada, tapi tabung berisi petunjuk kelima menghilang! "Ini pasti perbuatan anak-anak itu!" raung Alfonso. Ia berlari ke arah kanan dari trattoria. Seingatnya kedua bocah tadi kabur ke arah ini. Namun orang-orang yang hilir mudik terlalu ramai, tak terlihat lagi jejak kedua bocah itu. Baru saja Alfonso berniat untuk berlari lebih jauh lagi, mendadak sesuatu terlintas di pikirannya. 'Tunggu dulu! Kenapa kedua bocah itu mencuri petunjuk kelima? Pencopet biasa tak mungkin tertarik pada tabung logam, sedangkan dompet dan barang-barang Siena yang lain aman!' Alfonso buru-buru berlari kembali ke Siena. Gadis itu masih berdiri di depan trattoria, terlihat sedih dan bingung.
Brian mengawasi rumah mewah milik Adalfo dari taman umum di seberang rumah. Ia memakai mantel panjang, topi beanie, dan menutupi separuh wajahnya dengan scarf, persis seperti ketika berada di Italia. Saat dia tahu Siena dan Alfonso akan pulang kembali ke LA, Brian pun buru-buru naik pesawat dengan waktu yang hampir bersamaan dengan pesawat pribadi mereka. Lalu dari bandara, dia langsung menuju ke rumah ini. Saat tiba di depan rumah, dia melihat mobil Alfonso masih terparkir di halaman depan. Brian sendiri tak mengerti, kenapa dia melakukan semua hal yang aneh dan gila sejak Gloria memintanya untuk bekerja sama. Dia sudah tak ubahnya seperti seorang mata-mata atau seorang detektif yang mengintai targetnya. "Ini semua demi kamu, Siena," gumam Brian, seakan ingin meyakinkan diri sendiri. Setelah lebih dari satu jam berlalu, Alfonso terlihat keluar dari rumah mewah itu dengan menge
"Kenapa aku tak boleh bertemu Damien?" Alfonso memprotes dengan nada tajam. Satu hari setelah mereka tiba kembali di LA, Siena merencanakan untuk bertemu Damien di kantor pengacara itu, tapi dia meminta Alfonso untuk menunggu saja di mobil. "Karena terakhir kali kamu ketemu Damien, kalian hampir saja ribut. Apalagi kita tiba-tiba pergi tanpa kabari dia. Apa kamu lupa, Alf? Kita ke sini untuk minta bantuan Damien, bukan untuk bertengkar. Aku tak mau ada keributan," tukas Siena dengan cepat. Alfonso tak bisa merasa tenang. Yang diingatnya hanyalah bagaimana Damien mencium Siena ketika berada di rumah sakit di Palma! "Dan membiarkan dia menciummu lagi?" nada suara Alfonso tambah tinggi. "A-apa…? Ka-kamu lihat waktu itu…?" Siena tergagap. Wajah Alfonso sudah merah, tapi dia tak ingin meledak di depan Siena. Kalau saja Siena tahu betapa