Share

Beraninya kau!

Dua hari usai Erland jatuh pingsan di dalam kamarnya, adik Efram itu memtusukan untuk kembali ke asrama kampusnya. Sebenarnya Efram masih tak tega melihat keadaan adiknya yang menderita setelah kepergian ibu mereka. Namun, Erland meyakinkan Efram bahwa dirinya ingin menjalankan kegiatannya kembali agar bisa melupakan kesedihannya.

Efram memeluk Erland setelah mengantarnya sampai depan rumah besar mereka.

“Aku berjanji akan menemukan pelakunya,” ucap Efram pada Erland.

“Tidak perlu. Lagipula, ibu tidak akan kembali.” Erland membalasnya lemah. Tubuhnya masih belum sepenuhnya pulih kembali. Duka yang menyelimuti keluarga mereka belum berakhir.

“Tidak. Kita tidak bisa membiarkan pelaku pembunuh ibu hidup dengan tenang,” ucap Efram tegas.

Erland mengingat bagaimana kakaknya itu menyalahkan Lyra atas semua kejadian yang menimpa keluarga mereka. Sampai-sampai kakaknya itu mengambil rumah yang mereka sewakan kepada Lyra dan ayahnya. Erland menggelengkan kepalanya. Ia belum mau memikirkan semua itu.

Erland menghela napasnya pelan. “Kakak yang memutuskan Lyra untuk tinggal di sini. Kuharap kau tidak melampiaskan kemarahanmu padanya.”

“Kau membelanya?” tanya Efram.

“Tidak,” jawab Erland cepat, mengetahui perubahan air wajah Efram yang mengetat, ia segera meninggalkan topic tentang Lyra.

 “Baiklah, aku harus pergi. Pesawat sebentar lagi akan berangkat.” Erland melihat sekilas jam tangan di pergelangan tangannya. Efram mengangguk padanya.

“Hati-hati. Maaf tidak bisa mengantarmu. Aku ada pertemuan hari ini.”

“Tidak apa-apa.”

Efram menatap punggung Efram yang kemudian hilang usai masuk ke dalam mobil. Setelah mobil yang mengantar Erland meninggalkan pelataran rumahnya, Efram berbalik. Tepat saat itu ia melihat seorang gadis yang sudah berpakaian rapi dengan blouse putih yang menyatu dengan kulit putih susunya, juga rok yang melekat di tubuhnya—Lyra datang menghampirinya.

Entah kenapa Efram begitu kesal dengan senyum yang Lyra tunjukkan tanpa merasa berdosa sama sekali.

Lyra berhenti di depan Efram—memainkan tali gaun yang menjuntai di depan perutnya. Tak lupa dengan senyum manis yang ditunjukkannya sebelum ia melakukan negosiasi pada Efram untuk meminta izin menjenguk ayahnya.

“Efram, hari ini aku ingin menjenguk ayahku, kau mengizinkanku, ‘kan?” tanya Lyra penuh harap.

Efram melengos melewati Lyra. “Bersihkan kamarku dulu.”

Bukannya marah, Lyra justru menjadi antusias. Itu artinya Efram memberinya kesempatan untuk menjenguk ayahnya.

Efram masuk ke kamarnya, meraih handuk dan membersihkan diri di kamar mandi. Ada pertemuan yang harus ia hadiri hari ini. Sebenarnya apa yang dikatakannya pada Lyra hanyalah asal-asalan. Ia tidak serius menyuruh Lyra membersihkan kamarnya. Lagipula, Efram juga yakin gadis seperti Lyra tidak akan mungkin masuk ke kamarnya.

Namun, tanpa sepengetahuan Efram, Lyra benar-benar menganggap serius ucapan Efram. Gadis itu membawa alat pembersih debu masuk ke kamar Efram. Begitu masuk ke dalam, Lyra dibuat takjub dengan interior kamar Efram. Dengan nuansa abu-abu, kamar Efram yang luas didesain dengan simpel, tetapi elegan.

Lyra mulai membersihkan kamar Efram, tanpa ia sadari Efram ternyata berada di dalam kamar mandi. Lyra juga menata rapi empa idur Efram, mengelap debu pada benda-benda di atas meja. Hingga tangannya berhenti ketika  melihat sebuah bingkai foto sepasang kekasih ang engah saling memeluk mesra satu sama lain sera menghadap ke kamera.

Lra meraih bingkai foo iu. Kedua orang di dalam foto itu adalah Efram dan Jessie. Foo iu berhasil membua hai Lyra saki. Efram erliha sanga mencinai Jessie. Sampai-sampai ia menyimpan foto Jessie di dalam kamarnya.

“Lancang sekali kau masuk ke kamarku?!” Lyra ang terlonjak kage mendengar  suara yang tiba-tiba muncul tak sengaja membua bingkai foto iu terlepas dari tangannya. Maana sukses membula kala bingkai foo jauh dan menimbulkan bunyi kaca yang pecah karena terbentur lantai.

Tatapan mata Efram melebar erkejut meliha  Lyra memecahkan bingkai fotonya dengan Jessie.  Dengan langkah lebarnya, Efram yang masih menggunakan jubah mandinya menghampiri Lyra yang berdiri memaung. Efram merampas kain lap di tangan Lyra dan membuangnya.

Lyra yang panik hendak memungut bingkai foo yang jauh iu dikejukan dengan Efram yang mencengkeram kedua lengannya. Merasakan sakit di lengannya, Lyra mendongak—ia menemukan mata Efram yang menatapnya dengan tajam. Lyra merasa malu karena Efram mendekat padanya dengan rambut yang masih basah dan juga laki-laki itu hanya memakai jubah mandi.

“Apa yang telah kau lakukan?! Berani sekali kau menyentuh barang-barangku!” bentak Efram di depan wajah Lyra, membuat nyali Lyra menciuv dibuatnya.

“T —tapi kau bilang kau menyuruhku untuk membersihkan kamarmu, l—lalu kau akan memperbolehkanku menjenguk ayahku setelah itu.” Lyra memberanikan diri. Ia merasa dirinya tidak salah sama sekali. Efram memang mengatakan itu padanya.

“Lalu, apakah aku memang serius mengatakan itu?! Tidak! Seharusnya kau tahu itu bahwa aku tidak pernah mengizinkanmu untuk lancang masuk ke kamarku!”  balas Efram dengan berteriak. Benar-benar tak habis pikir betapa bodohnya gadis di depannya itu. Kemunculan wajahnya di kamarnya, serta apa yang dilakukan oleh Lyra barusan berhasil menyulut emosi Efram.

“Lihatlah ulahmu! Sekarang kau bahkan memecahkan bingkai fotoku dengan Jessie! Sebenarnya apa maumu, hah?!”

Cengkeraman tangan Efram di lengan Lyra semakin menguat, hingga Lyra merasakan kuku Efram sepertinya telah melukai kulitnya. Tak tahan, gadis itu mendongak sembari meringis menatap mata Efram. “Aduh, sakit Efram.”

Efram sempat terdiam sesaat melihat air mata Lyra yang luruh. Namun, ia tak bisa menepis rasa marahnya. Apa yang telah Efram lakukan pada Lyra membua gadis itu kini merasa takut kepadanya.  “Dengarkan aku baik-baik, aku tidak akan pernah mengizinkanmu masuk ke kamarku atau sampai menyentuh barang-barangku!”

Lyra yang tak tahan dengan rasa sakit di bahunya menangis diam-diam. “Maaf,” lirihnya. “Tapi … aku boleh bertemu dengan ayahku, ‘kan?” Lyra masih berani menanyakan hal itu. 

Efram melepaskan cengkeramannya pada Lyra. Gadis itu seketika mengusap bahunya yang masih terasa sakit. “Aku tidak peduli apa yang akan kau lakukan, tapi cepat bersihkan kekacauan yang telah kau buat sekarang juga!”

Lyra menggangguk patuh. Ketakutannya pada sikap Efram membuat pergerakan gadis itu gemetar kala memunguti satu persatu pecahan kaca bingkai foto Efram dengan Jessie.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status