Didalam ruangan yang didominasi warna tosca terdapat seorang perempuan yang tengah duduk kursi. Perempuan itu bernama, Sera Capela Louwen. Sera, itulah nama panggilan dirinya. Sera merupakan generasi ke 5 keturunan Louwen. Perempuan itu kini berumur 24 tahun, Sama seperti Arsya.
Sera tengah berkutat dengan laptopnya didalam kamar miliknya yang sangat luas. Sera sangat cantik, rambutnya berwarna abu-abu dengan bola mata juga berwarna abu-abu terang. Kulit perempuan itu putih bersih, tingginya hanya sekitar 160 cm.
"Pokoknya posisi Louwen ngak boleh direbut sama, Giory," gumam perempuan berambut abu-abu itu.
Sera tengah bekerja keras karena posisi keluarganya hampir saja tergeser dengan keluarga Giory. Tidak! Sera tak akan membiarkan hal itu terjadi, Arsya tidak boleh merebut posisinya. Tiba-tiba pintu kamarnya terbuka, masuk lah sesosok wanita paruh baya yang sangat cantik dengan memakai baju rumahan yang mewah.
"Eh, mama," ucap Sera, ternyata mamanya yang datang.
"Sera, lagi apa?" tanya sang mama yang bernama, Citra.
"Sekarang udah ngak ngapa-ngapain kok," jawab perempuan berambut abu-abu itu.
Sera keluar dengan karena tadi, Citra bilang kepadanya jika opanya berkunjung ke mansion ini. 2 perempuan berbeda usia itu keluar dari dalam lift dan menuju ruang keluarga. Disana sudah ada semua keluarga Sera, ada papa Sera dan Opanya. Sera duduk disebelah Opanya yang bernama Rama, perempuan berambut abu-abu itu sangat dekat sekali dengan beliau.
Sera memeluk erat pinggang Fikri yang masih saja gagah diusianya yang tak muda lagi. "Era, kangen opa," ucapnya, memang keluarganya memanggil Sera dengan sebutan Era.
"Opa juga kangen cucu opa ini." Fikri turut mempererat pelukannya, terhitung sudah 2 minggu ia tak bertemu dengan cucu nya dikarenakan ada perjalanan bisnis. Rindu? Ya.. Fikri sangat Rindu, sehari tak bertemu dengan Sera rasanya seperti bertahun-tahun.
"Opa mau kasih, Era hadiah," ucap Fikri, kini pelukan mereka sudah terlepas.
"Beneran?" tanya Sera dengan mata berbinar.
"Tentu saja. Karena cucu opa yang cantik ini udah mertahanin posisi keluarga kita, opa akan membelikan Era kelinci dari jepang yang harganya $3500 dan juga rumah untuk kelinci itu yang harganya $2500," ucap lelaki yang berusia lebih dari setengah abad itu.
Mulut Sera terbuka lebar, kelinci yang dimaksud Fikri adalah kelinci idamannya. Dan juga rumah kelinci yang berbentuk istana dengan harga yang fantastis. Sera mengidam-idamkan itu semua, dan sekarang Opanya memberinya itu semua. Sera sangat bahagia sekarang.
"Terima kasih, Opa," ucap Sera, senyumnya tak pernah luntur dari wajah cantik nya.
"Sama-sama, princess," ucap Fikri, hatinya sangat senang melihat sang cucu yang bahagia. Tak masalah jika harga kelinci dan rumahnya mahal, selagi bisa bikin Sera bahagia mengapa tidak?.
"Kenapa papa kasih, Sera kelinci?" tanya Rama heran, biasanya Fikri akan memberikan Sera hadiah berupa hotel, apartment atau mobil.
"Sera meminta kelinci sudah dari dulu, dan kita melarangnya," jawab Fikri, perkataannya benar. Mereka semua melarang Sera memelihara hewan karena takut hewan itu akan menularkan penyakit.
Rama dan Citra mengangguk setuju menanggapi ucapan Rama. Pasti kelinci yang Rama beli kesehatannya tak main-main. Mereka turut senang melihat Sera yang tak berhenti tersenyum.
"Era, mulai besok akan pantau perusahaan secara langusung," ucap Sera tiba-tiba.
"Beneran?" tanya Citra tak percaya, selama ini Sera bekerja dari rumah. Sera bahkan hanya beberapa kali dalam sebulan datang ke kantor untuk memantau.
Sera mengangguk. "Era, mau lihat cara kerja Arsya. Masak ngak bisa ngalahin keluarga kita," ucap perempuan berambut abu-abu itu.
"Pokoknya kamu harus bisa ngalahin keluarga Giory. Kalau perlu, geser posisinya menjadi paling akhir," ucap Fikri.
"Pasti opa. Sera akan tetap membenci Arsya anak ingusan itu," ucap Sera, tak taukan jika ia dan Arsya seumuran?!.
Fikri mengacak rambut Sera gemas. "Hahaha, pintar sekali kamu, Opa yakin jika kamu bisa menghancurkan nama Giory." Fikri tertawa jahat.
Sera mengangguk semangat menanggapi ucapan pria yang usinya hampir setengah abad itu. Padahal dia sendiri tak tau apa maksud mereka menyuruhnya untuk bermusuhan dengan keluarga Giory. Entah mengapa Sera juga membenci sosok Arsya, setiap bertemu mereka akan saling melemparkan tatapan tajam khas mereka masing-masing.
Sera tak tau menahu tentang apa masalah yang dialami 2 keluarga itu, dia. Generasi ke 5. Pasti generasi kesatulah yang tau penyebab masalah ini dan diturunkan dari generasi ke generasi. Bahkan sedari kecil Rama juga diajari untuk untuk membenci Alif selaku orang tua Arsya. Sampai sekarang hubungan Alif dan Rama tak baik.
Perempuan berambut abu-abu itu ingin mencari tau awal mula permusuhan ini tanpa sepengetahuan mereka. Tak mungkin kan mereka bermusuhan tanpa alasan, mengingat dirinya dan Arsya sama-sama generasi ke 5.
Hari ini adalah hari dimana Sera mulai bekerja dikantor. Perempuan berambut abu-abu itu berada didalam mobil, ia duduk dikursi bagian belakang sedangkan 2 orang asistennya berada didepan. Didepan, kanan, kiri dan belakang mobil Sera, banyak sekali mobil-mobil besar yang diisi oleh bodyguard. Masing-masing mobil diisi oleh 4 orang bodyguard."Paman, apa kegitanku hari ini?" tanya Sera kepada dua orang asistennya itu.Anton, selaku asistennya dari kecil menoleh. "Hari ini, nona hanya melihat berkas-berkas saja," jawabnya.Sera mengangguk sekilas, ia memang memanggil dua orang itu dengan sebutan paman karena karena mereka seumuran dengan sang papa. Mereka bersama Sera sejak ia masih kecil. Entah mengapa Rama memilih asisten laki-laki untuknya. Namun Sera juga bersyukur karena kedua asistennya ini tak banyak bicara."Paman, bisa tolong suruh mereka untuk mengikuti dari belakang sa
Setelah pertemuan dengan Arsya kini Sera sudah berada didalam kantornya. Niat hanya ingin membeli es krim ternyata malah ketemu manusia gila kayak Arsya. Apakah mata lelaki itu buta? Mobilnya mahal dengan entengnya dia bilang jika mobilnya butut."Arsya, awas aja kalau kita ketemu," batin Sera, andai dia bisa bicara pakai batin dengan jarak jauh.Pasalnya jika berbicara dengan batin bersama Arsya harus berjarak maksimal 10 meter. Untung saja hanya Arsya yang bisa mendengarkan batinnya, apakah keluarganya akan marah jika dia mempunyai kekuatan yang (misterius?)."Nona, apakah pekerjaan anda sudah beres?" ucap asistennya yang tiba-tiba saja masuk.Sera hanya mengangguk menanggapinya. "Apa aku bisa beristirahat 15 menit?" tanyanya, jujur saja pekerjaannya hari ini sangat melelahkan."Tentu saja, Nona bisa beristirahat selama 1 jam. Tuan Fikri sudah meng
Seorang perempuan tengah berdiri dengan cemas dihadapan layar besar yang menampilkan grafik sesuatu. Perempuan itu adalah Sera, air matanya turun begitu saja sebab beberapa jam yang lalu dirinya telah melakukan perbuatan fatal.Asistennya datang dan langsung menghampiri dirinya yang kini berada diruang kerjanya."Nona tak apa?" tanya Anton, ia khawatir melihat nonanya yang cemas seperti ini.Anton menuntun Sera untuk duduk disofa, Sera pun menurut. Perempuan itu mengusap wajahnya kasar. Anton yang melihat itu langsung mengambil air di dispenser."Silahkan diminum." Sera minum."Sebenarnya apa yang terjadi dengan nona?" tanya Anton."Aku bingung, paman. Semua ini salahku." Sera terus saja menyalahkan dirinya sendiri. Anton duduk didekat Sera dan mengelus tangan perempuan yang sudah ia anggap sebagai anaknya sendiri itu. 
Kini tertua dari keturunan Louwen tengah marah besar. Semua barang yang ada disekitarnya dirinya banting. Sedangkan Sera hanya mampu menangis dipelukan Citra sang mama. Sera sudah menceritakan tindakan bodohnya kepada keluarganya, dan sekarang Opa dan papanya marah besar. "Maafin, Era Opa," ucap Sera disela tangisannya. "KESALAHAN KAMU SUDAH FATAL, SERA," bentak Fikri. Laki-laki berusia lebih dari setengah abad itu sangat marah dengan cucu satu-satunya yang lalai. Akibat dari perbuatan Sera perusahaannya kini terancam bangkrut karena dana masuk kedalam nama Giory. "Pa, jangan bentak anak aku." Citra ikut menangis lantaran tak tega melihat Sera seperti ini. Dia tau anaknya berbuat salah, ibu mana yang tega melihat putrinya menangis ketakutan seperti ini?. "Diam Citra." Fikri menatap tajam menantunya itu. Sera bangkit dari duduknya dan bersuj
Sera terbangun, perempuan itu mengerjapkan matanya. Dia sudah sadar sepenuhnya namun kepalanya masih pusing, Sera berada didalam kamarnya yang bernuansa tosca. Perempuan itu menoleh, tepat disebelahnya ada Citra yang tertidur dengan posisi duduk dikursi. Perempuan itu baru ingat jika sebelumnya dia pingsan karena terlalu lama menangis dan ia belum makan dari pagi. Sera menoba untuk duduk dan bersender dikepala ranjang. Papanya juga tertidur disofa, Sera tak bisa melihat pemandangan seperti ini. "Maa," panggil Sera, ia mengelus tangan Citra yang kini tengah menggengam tangan miliknya. Mendengar suara sang anak, Citra terbangun dan terkejut mendapati Sera yang sudah duduk bersender. Perempuan hampir berumur setengah abad itu bangkit dari kursinya dan duduk ditepi ranjang Sera. Tangan Citra masih mengengam kuat telapak tangan Sera. "Kamu udah enakan?" tanya Citra lembut.&
Fikri berjalan dengan langkah panjangnya menuju kamar Sera dengan kedua tangan yang ia masukkan kedalam kantung celana. Lelaki berusia lebih dari setengah abad itu langsung menemui cucunya setelah bertemu dengan Arsya. Perlahan-lahan pintu itu terbuka olehnya, bisa Fikri lihat jika Sera tengah duduk dihadapan meja riasnya. Hati Fikri seolah ditikam benda berat, ia menampar cucunya sendiri. Fikri menyesal telah menampar Sera apalagi menjelek-jelekannya, ia berjalan menuju tempat dimana Sera berada. Fikri mengelus rambut, Sera dan membuat Sera kaget. "Kakek," ucap Sera, perempuan itu langsung berdiri agak menjauh dari posisi Fikri. Sera bingung mengapa Fikri berada di kamarnya. Sementara, Fikri ia termenung melihat sikap Sera. Dulu cucunya itu selalu memeluk dirinya, dan sekarang dia berdiri dengan posisi yang jauh darinya. "Sera, ngak mau peluk Opa?" tanya Fikri mencoba untuk
Hari ini adalah hari dimana Sera akan bertemu dengan Arsya. Perempuan itu tengah menyisir rambutnya dihadapan cermin besar, entah mengapa jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Setelah dirasa penampilannya sudah pas, Sera keluar dari kamar dengan membawa tas slempangnya. Sera memakai pakaian dress formal, ia berjalan menuju ruang makan. Disana sudah terlinat seluruh anggota keluarganya yang sepertinya tengah menunggu kedatangan dirinya. Perempuan itu duduk tepat disebelah Citra. "Pagi semua," sapa Sera, ada sedikit nada canggung disetiap ucapannya. "Pagi," jawab, Citra, Rama, dan Fikri serempak. Citra mengambilkan, Sera makanan dan ternyata hidangannya masih sama seperti dulu. Sera pikir mulai hari ini ia akan makan nasi dan kecap, ternyata dugaannya salah besar. Dimeja makan masih tersedia beberapa jenis daging dan olahan makanan mewah lainya.
Sera berada didalam mobil, ditemani oleh 2 orang asistennya yang tak lain adalah Rudi dan Anton menuju kediaman keluarga Giory. Sera sibuk melihat kearah jalanan, ia tak dikawal bodyguard takutnya wartawan curiga dan malah mengekutinya dari belakang. Mobil yang Sera naiki tergolong kecil, tidak sebesar biasanya. Perempuan itu melihat-lihat HP, ada pesan dari nomor yang tak ia kenal. Sera membaca pesan itu, dikalimat terakhir tertera nama Arsya disana. "Paman, berhenti didepan," ucap Sera, pesan tadi berisikan jika ia harus berhenti dijalan depan dan naik menuju rooftop gedung yang ada disana. "Emang kenapa, nona?" tanya Rudi, ia mengurangi kecepatan mobilnya. "Aku akan dijemput oleh Arsya," ucap Sera. Rudi mengangguk paham lantas dirinya memberhentikan mobilnya tepat didepan gedung. Sera memakai hoodie oversize dan kaca mata hitam, ia seger