Share

Bertengkar Hebat

Sejak resmi menikah aku langsung dibawa suamiku untuk pindah tinggal dirumahnya. Semua barangku dibawa menggunakan mobil pickup, termasuk lemari pakaian dan barang-barang daganganku berupa baju, tas dan sepatu.

  Kini seminggu sudah aku tinggal dirumah suami dan kami hanya tinggal berdua. Temannya sudah pindah dari sebelum kami menikah. Orang tua dan keluarga besar suamiku juga telah kembali kedaerah asal mereka tepat setelah acara akad kami digelar.

   Awal menikah kami selalu menghabiskan momen indah bersama, jalan-jalan berdua mengendarai motor berboncengan menyusuri kota. Selalu foto bersama saat sedang apapun. 

Setelah mandi, setelah bangun tidur, sedang mencuci baju bahkan sedang memasak pun selalu di foto. Hem... namanya juga pengantin baru, momen apapun rasanya sayang jika tidak diabadikan.

***

   Hari ini adalah hari senin. Seperti biasa hari senin adalah hari tersibukku karena aku harus mempersiapkan pesanan para pelangganku untuk segera dikirim. Aku harus membungkus baju, tas dan sepatu yang sangat banyak, aku tak mau mengecewakan pelanggan , aku harus bisa segera mengantarkan barang pesanan. 

Saat kulihat jam sudah menunjukkan pukul 11:00 , aku intip dibalik pintu kamar. Kulihat suamiku masih terlelap tidur. 

Aku tak menyangka Kak Doni setelah menikah jadi begini. watak aslinya makin hari makin terlihat. Dia yang dulu saat pacaran amat sangat peduli, suka membantuku, setiap janjian selalu tepat waktu, tak pernah mengeluh, selalu terlihat  baik dimataku.

 Nyatanya setelah resmi menjadi suami malah terlihat malas-malasan, suka mengeluh, mudah marah, dan selalu bangun siang. Aku mulai merasa kesal melihatnya seperti ini setiap hari.

Aku langsung melangkah masuk kedalam kamar.

   "Kak, bangun kak... ini sudah siang lho. Ayo kerja, kerjaanku banyak banget, kak. Bantuin dong... Masak tiap hari bangunnya jam 11 terus sih. Orang-orang berangkat kerja setiap hari dari pagi jam 7. Kakak udah mau Dzuhur masih asik tidur. Inget kak, kan udah jadi suami, harus rajin jangan males-malesan kayak gini..." protesku, seraya menghampirinya dan duduk diatas dipan. Dan terlihat ia membuka matanya dan menatapku dengan wajah kusut.

   "Ah, Adek ni... gak ngerti orang lagi capek. Kakak lagi gak enak badan, dek!" Jawabnya, membela diri. seketika itu ia langsung membenamkan wajahnya lagi ke bawah guling yang ia peluk. Perasaanku pun menjadi campur aduk antara kesal dan marah.

   "Masak setiap hari capek, setiap hari sakit. Terus kapan sehatnya. Kapan serius kerjanya? Inget kak, sekarang status kakak udah bukan bujang lagi.. udah punya istri. Meski kita kerja  dirumah tapi tetap harus disiplin bangun pagi, kerja seperti umumnya orang-orang. Lebih bagus lagi kalau kita tambah jam kerja, lembur setiap malam, biar omset kita bertambah. Bukan malah santai-santai terus, kak." Dengan cepat aku meraih selimutnya dan kulipat seraya melanjutkan ucapanku...

"Setiap hari alasan sakit terus... kita udah 3 bulan menikah, sebulan kakak sehatnya hanya 2 kali sisanya sakit terus, tapi gak jelas sakitnya apa. Minum obat gak pernah. Mungkin itu cuma alasan kakak saja karena malas kerja. Iya kan... sejak nikah justru hidup kita gini-gini saja terus, pengeluaran banyak. tapi gak sesuai dengan pemasukannya. Udah gak ada kemajuan, beda sebelum kita nikah  omset dagangan adek justru besar," Jawabku lagi.

   "Adek ini aneh ya! Gak ada toleransi sama sekali. Namanya orang sakit gak bisa dipaksa, dek!" Sautnya. Seketika itu dia beranjak dari tempat tidur dan langsung melempar bantal guling kearahku, dan melangkah kearah ruang tamu. Sontak aku kaget dan syok. Ah kasar sekali. Aku tak mau kalah aku balas mengambil remote tv yang ada disebelahku dan aku lempar ke arah pintu kamar dan tepat mengenai daun pintunya.

   Taaaakkkk! 

   Ku lihat baterai dan tutup remote tercerai berai dilantai. Dia pun membalikkan badannya dan melihat kearah lantai kemudian melotot kearahku seraya berucap.

   "Kurang ajar!" Ia langsung meraih helm berwarna pink yang berada di atas meja ruang tamu dan melemparkan kearah pintu tadi dan mengenai remote hingga terpental ke bawah kaki ku. Seketika aku meraih helm itu, dan berdiri menatap mukanya.

  "Kak! Ini helmku, kenapa tega melempar helm ku. Ini helm kesayanganku kak! aku beli dengan uangku, jerih payahku. Dari sebelum ada Kakak, seenaknya saja kakak melemparnya! Mangkanya kakak jangan kasar duluan... Yang ngajarin kasar Kakak, lempar-lempar bantal duluan..."Air mataku seketika menetes dan terus menetes, aku langsung menyeka mataku dengan kedua tanganku. Hatiku rasanya hancur, tak pernah menyangka akan terjadi keributan seperti ini. Aku tak pernah membayangkan sebelumnya. Ku kira suamiku selembut saat pacaran. Nyatanya hari ini setelah 3 bulan pernikahan watak aslinya terlihat jelas, Aku sangat kecewa.

  Tak hanya disitu, Saat melihatku menagis pun ia tak peduli. Justru ia ganti baju, menghidupkan motornya dan pergi meninggalkanku sendirian. Tanpa pamit dan tanpa pesan sepatah kata pun.

***

   Malam harinya aku hanya sendiri. Ku berkali-kali mengecek ponselku. Sebentar-sebentar aku buka semua mensos ku cek akun suamiku, tak ada pesan tak ada kabar. 

   Jam sudah menunjukkan pukul 00.00 tengah malam. Sejujurnya aku sangat penakut. tidak pernah mau dirumah sendirian. Aku terbiasa di kos-kosan yang ramai ada banyak teman.  Malam ini harus sendirian dirumah cukup besar ini, belum lagi teringat suamiku yang  suka bercerita kejadian-kejadian horor dirumah ini. Aku sama sekali tak bisa tidur. Sejak tadi hanya bersembunyi didalam selimut dan mengecek ponsel dari balik selimut.

  Jam sudah pukul 01.30 dini hari, aku takut sekaligus penasaran. Kemana suamiku pergi. Aku mencoba menelpon salah satu teman akrabnya Anto namanya. Dan ternyata diangkat. Ku pun langsung bertanya.

"Halo, Kak Anto. Suamiku ada disitu gak, ya? Soalnya sejak siang hingga tengah malam gak pulang," Tanyaku.

"Oh iya, Suamimu memang ada disini sejak siang tadi.Tapi barusan udah pulang, mungkin sekarang lagi dijalan." Jawabnya.

"Oh , Makasih Kak," ku langsung matikan telponnya. Bersamaan dengan itu terdengar suara motor Kak Doni. Akhirnya ia pulang.

***

   Pagi harinya, seperti biasa aku bangun lebih dulu. Semalam Kak Doni tidak tidur dikamar utama, ia tidur di kamar satunya. Aku sudah terlalu menahan sabar sedari kemarin.

Kak Doni benar-benar tidak dewasa dan egois.

   Hari ini aku sangat stres , pusing dan bingung. Pekerjaanku kacau balau. Para pelanggan marah karena aku belum bisa mengantarkan pesanan mereka. Mood ku pun drop seketika. Bingung mau mulai dari mana.

   Sebelumnya Diriku maupun usahaku tidak pernah sekacau ini, aku selalu tanggung jawab dalam segala hal. Oleh sebab itu usaha ku selalu berkembang pesat dan lancar. Tapi tidak dengan kali ini. Sungguh sesak hati memikirkan ini. 

  Aku kembali mengintip Kak doni dari pintu, aku buka pelan-pelan.

Hem... masih nyenyak tidur, padahal sudah jam 10 siang. Pikiranku kesal lagi. Rasanya ingin menahan rasa kesal tapi tidak bisa. aku kepusingan sendiri memikirkan semua.

Lantas aku datangi lagi. Aku langsung membangunkannya.

"Kak, Ayo bangun... kerja... pelanggan kita udah pada marah lho, kak."

"Terserah, Dek! Bodo amat. Gak usah nyuruh-nyuruh Kakak lagi. Urusin saja sendiri pekerjaanmu!"

Bentaknya , seraya merubah posisi menengkurapkan badannya dikasur, dan melanjutkan tidur.

   "Tolonglah kak, kebiasaan kakak sebelum menikah jangan dibawa-bawa lagi. Kakak harusnya bisa adaptasi, Aku sejak dulu selalu serius kerja. Gak pernah malas-malasan... masak kakak seorang suami gak malu liat istri yang lebih banyak kerjanya...Mau kakak apa sih, Kalau kakak bosan gak mau kerja beginian Yasudah Kakak cari lagi kerja diluaran sana pasti banyak. Gak masalah kak. Yang penting Kakak serius kerjanya. Pikirkan masa depan kit.... .. .. " 

belum selesai ku berbicara, Kak Doni langsung memotong.

   "Terserah... ! Terserah! Terserah!! Sana keluar! Keluar dari kamarku, aku mau lanjut tidur lagi! Paham! Sana pergi aja yang jauh sekalian!" Hardiknya. Sembari mengacungkan jari telunjuknya kearah mukaku. Aku seketika terdiam menghela nafas panjang, dan mengerahkan seluruh kekuatan hati dan fikiranku. Dengan mulut gemetar dan terbata-bata aku paksakan bicara.

  "O ... Jadi... kakak...  ngusir aku? kak... aku akan segera pergi dari rumah ini hari ini juga... " air mataku membanjiri pipi, sesekali aku menyeka dengan bajuku. aku kumpulkan tenagaku kembali untuk melanjutkan ucapanku.

   Harusnya Kakak sadar diri. Aku kurang baik apa, kurang sabar apa, tunangan dan nikah biaya aku yang tanggung.  Orang tuamu PELIT! MATRE! Nyari menantu saja pakai syarat harus kaya harus berpangkat! Kalau kakak mikir, seharusnya kakak tebus kesalahan orang tua Kakak. Cukup mereka yang jahat. Kakak berlakulah sebaik-baiknya sama aku. Kerja yang bener selayaknya suami, jadilah suami yang lembut, jangan sakiti istri seperti ini, suatu saat Kakak pasti bakal menyesal udah nyakitin hati aku!" 

 Deraian air mataku benar-benar tak mampu di bendung lagi, jatuh beriringan membasahi wajahku.. lagi dan lagi sebagian kekuatanku sudah hampir hilang. Rasanya sakit... hatiku... jiwaku... pikiranku.. semua sakit.

   Aku yang sedari awal ikhlas, tulus. sejak kejadian ini aku berubah. Aku mulai mengungkit semuanya, mengungkit pengorbananku maupun kebaikanku. Ku sadar aku seharusnya tidak boleh begini. Kebaikan apapun yang pernah aku lakukan seharusnya tidak untuk diungkit lagi. Tapi aku terpaksa melakukannya... 

Hanya inilah caraku untuk mengingatkan padanya betapa besarnya pengorbananku untuknya. Betapa relanya aku diperlakukan tidak layak saat pertunangan maupun pernikahan seperti orang2 umumnya. Cukup dulu saja membuat aku hilang harga diri... terlalu mau banyak berkorban atas nama cinta, atas nama laki-laki yang awalnya aku kira sangat baik. namun kini terlihat jelas wujud prilaku sebenarnya. Jahat kejam. Aku tidak boleh menyesal... tapi aku tidak mungkin bisa untuk tidak menyesal karena pernah berkorban untuk laki-laki pecundang seperti dia.

***

   Aku bergegas masuk ke kamar. Dan mengambil tas besar, koper dan plastik besar. Aku masukkan semua barang-barangku. Aku seret tas koperku ke teras depan rumah. semua barangku hampir tak tersisa didalam kamar. Mengemas ini semua benar-benar melelahkan... sangat berat, capek sekali badanku tenaga benar-benar habis. Aku tetap berusaha untuk kuat karena aku sudah bertekad untuk pergi dari rumah suamiku. Barangku semua sudah aku letakkan diluar.

  Diwaktu yang bersamaan, terdengar suara Suamiku yang tiba-tiba menelpon ibunya. Pikiranku jadi makin kacau tidak karuan.  Tamatlah pernikahan kita, pasti setelah ini kita akan berpisah bercerai dan tidak mungkin ada harapan untuk bersama lagi. Tau sendiri bagaimana ibu mertuaku... justru ia yang paling menentang pernikahan kami, dia sangat tidak suka denganku, dia yang paling melarang hubunganku dengan kak Doni.

   Ya Allah... aku pasrah... aku harus siap menanggung segala resiko apapun setelah ini... ucapku dalam hati...

Air mataku kembali menetes membasahi kedua pipiku...

***

Ashya Khoir

Jangan lupa like dan ikutin terus ya bisa juga di share biar ramai yang baca, makasih kk sayang

| 4
Comments (5)
goodnovel comment avatar
Husyanti titik
bagus buat pelajaran bagi kita
goodnovel comment avatar
Ashya Khoir
ok wait ya kk
goodnovel comment avatar
Amil Ma'nawi
lanjutan nya mna
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status