"Apa yang terjadi Rey? Kau ingin membunuh mate-mu sendiri?!"
Michael datang memeriksa keadaan Suci yang terbaring tidak berdaya di atas ranjang.
Setelah wanita itu pingsan, Rey pergi meninggalkan Suci sendirian di dalam kamar mereka. Dia baru datang esok harinya, dan mendapati istrinya belum juga sadar.
"Diamlah, aku tidak sengaja melakukannya!"
Michael menggelengkan kepala mendengar jawaban dingin dari Rey. Hanya dia seorang tabib klan mereka berani memanggil raja Vampire itu dengan namanya.
Mereka tumbuh bersama sejak kecil dan bersahabat baik sampai sekarang. Michael lebih kepada bodyguard, asisten dan tabib kepercayaan Rey.
"Kau harus ingat kalau wanitamu ini tidak sama seperti kita Rey. Walaupun kamu sudah menggigitnya, tapi dia masih setengah manusia. Dia masih bisa mati dan merasakan sakit!"
Michael memberikan sebuah ramuan dalam bentuk cairan infus pada Suci. Wanita itu tidak bisa mendapatkan donor darah karena akan bercampur dengan darah orang lain.
Darahnya tidak akan bisa murni lagi, Rey bisa terkena imbasnya jika dia menghisap darah Suci yang notabene bisa memberikan kekuatan untuknya.
"Berapa lama dia akan tertidur seperti ini?"
"Aku tidak tahu. Jika tubuhnya cukup kuat, dia bisa bangun besok pagi. Tapi kalau tidak, dia bisa tertidur lebih dari satu Minggu."
Rey menghembuskan nafas panjang, duduk di tepi ranjang bawah. Dia sedang memperhatikan wajah Suci yang pucat seperti kapas, dengan tubuh yang sangat dingin.
Karena marah dan kesal dengan penolakan Suci padanya, dia malah hampir membunuh istri belahan jiwanya sendiri. Dia lupa kalau Suci tidak sama seperti mereka.
"Paman Olympus tadi menghubungiku dan memintamu datang ke kastilnya bersama istrimu. Aku sudah selesai, aku harus pergi sekarang."
Rey mengangguk tidak mengalihkan pandangannya dari Suci.
"Ingat untuk jangan menyakitinya lagi Rey, kau harus belajar mengendalikan emosimu sendiri. Aku pergi…."
Dalam sepersekian detik, Michael sudah menghilang dari sana meninggalkan Rey yang masih tertegun menatap Suci.
Luka di tubuh Suci perlahan mulai menghilang. Tulang-tulangnya yang sempat patah, juga sudah tersambung kembali. Ramuan yang diberikan Michael ternyata sangat berguna. Suci kembali sehat hanya dalam waktu beberapa jam saja.
Wanita itu terbangun mendapati Rey tertidur di sampingnya, dan melompat menjauh dari ranjang.
"Ada apa Suci?" kaget Rey ikut bangun.
"Pergi! Menjauh dariku, kau monster!" pekik Suci ketakutan.
Masih jelas dalam ingatannya bagaimana pria ini dengan keji melempar dia ke di dinding.
"Tenanglah Suci, aku tidak akan menyakitimu lagi." Rey mencoba mendekati istrinya perlahan.
"Tidak! Kamu monster. Aku tidak akan mempercayaimu lagi!" Suci berlari menuju pintu keluar kamar, namun berhasil di cegat oleh pria berkulit pucat itu.
"Kamu mau kemana? Jangan membuatku marah lagi Suci?!" bentak Rey menarik tangan wanita itu.
"Lepaskan aku!"
Suci terus berontak hingga Rey menangkup wajahnya, menatap dalam manik mata coklat tua wanitanya.
"Dengarkan aku, dan ikuti apa perkataanku!"
Manik mata biru Rey berubah menjadi merah, diikuti manik mata Suci. Perlahan pandangan mata wanita itu mulai meredup dan terdiam di depannya.
Rey tersenyum dan memeluk Suci dengan erat. Mungkin perkenalan pertama mereka sudah salah dari awal, hingga Suci malah berubah takut padanya.
Jika saja dia masih punya waktu, Rey akan memberikan kesempatan untuk Suci perlahan bisa mengenalnya dengan baik. Tapi Rey tidak mungkin membiarkan kursi raja Vampire terus kosong, setelah ayahnya mundur setahun yang lalu karena merasa sudah tua dan tidak mampu.
Rey bisa menjadi seorang raja jika dia berhasil menemukan mate-nya. Seorang raja tidak akan bisa menjadi pemimpin tanpa kehadiran seorang ratu. Itu adalah salah satu syarat untuk Rey, agar dia bisa menempati posisi kosong tersebut.
Dan kemarin saat bertemu dan merasakan hal yang berbeda dari wanita ini. Rey yakin kalau Suci adalah wanita yang ditakdirkan untuknya. Mereka seperti terikat satu sama lain, dengan bunyi detak jantung yang sama.
Rey tahu kalau Suci adalah mate yang selama ini dia tunggu, untuk bisa bersanding dengannya memimpin klan Vampire mereka.
"Bersiaplah My Lady, kita akan bertemu dengan kedua orang tuaku."
Rey melepaskan pelukannya dan meminta dua orang maid yang kemarin membantu Suci, masuk menyiapkan istrinya dengan baik.
Di bawah pengaruh sugesti Rey, Suci mengikuti kemana pria itu membawanya siang ini.
Rey membawa mobil Lamborghini Aventador berwarna hitam miliknya menuju kediaman orang tuanya, yang berjarak sekitar tiga jam dari kastil.
Mereka bisa saja tiba hanya dalam waktu beberapa menit, tapi Rey tidak ingin membuat Suci makin terkejut dan takut padanya seperti semalam. Pelan-pelan Rey akan memperkenalkan siapa sebenarnya dia pada Suci.
Meski masih dibawah pengaruh sugestinya, Rey yakin kalau alam bawah sadar Suci sedang merekam semua yang mereka lewati selama dua hari ini.
Rey juga berjanji akan berusaha beradaptasi dengan kehidupan Suci kelak, agar bisa menahan wanita itu disisinya.
Tiba di sebuah kastil yang tidak kalah megah dengan kastil milik Rey, Raja Vampire itu membawa Suci masuk ke dalam.
"Bicaralah Suci…." Rey memberi sugesti lagi pada wanitanya sambil menggenggam tangan Suci.
Sejak tadi wanita itu hanya diam dengan pandangan mata yang kosong.
"Ini rumah orang tuamu, Pak?"
"Iya. Jangan memanggilku Bapak lagi. Aku suamimu Suci, panggil aku Rey."
Suci mengangguk. "Baik Rey."
Rey tersenyum mengusap punggung tangan Suci yang dia tarik mendekat padanya.
"Keluarga intiku hadir hari ini, mereka sedang mengadakan jamuan untuk merayakan pernikahan kita. Aku sudah memberitahukan kedatangan kita berdua pada mereka." Suci mengangguk lagi mengikuti langkah kaki Rey.
Di dalam kastil yang ternyata lebih luar biasa megah dari tampak luarnya. Mereka disambut oleh beberapa orang berjubah, yang terlihat mencuri-curi pandang pada Suci.
Mereka tidak mau melewatkan kesempatan untuk melihat sosok ratu baru klan mereka, yang tampak cantik dengan gaun merah maroon selutut yang Suci pakai.
Rey membawa Suci ke sebuah taman yang dipenuhi bunga mawar merah dan hitam. Bunga-bunga itu terlihat berjajar rapi mengitari hampir setiap sudut taman.
Di dekat sana ada sebuah pohon beringin besar, dimana terlihat ada sekitar tujuh orang yang tengah duduk di bawahnya.
"Jika ada yang bertanya padamu, jawab saja apa yang kamu tahu. Kamu tidak perlu menjawab semua pertanyaan mereka."
Rey berbisik di telinga Suci sebelum seorang wanita paruh baya yang terlihat masih sangat cantik dan awet muda, datang mendekati mereka berdua.
"Rey…." sapa wanita itu memeluk Sang Raja Vampire.
"Mommy, berhenti memelukku. Aku bukan anak kecil lagi!" gerutu Rey.
"Terserah, mommy hanya rindu pada anak laki-laki mommy." sahutnya melepaskan pelukan mereka.
"Apa ini istrimu?" tanyanya menatap Suci.
"Iya, Mom. Dia wanita yang ditakdirkan untukku."
Wanita bernama Clara itu tersenyum dan membelai kepala Suci. "Terima kasih sudah mau mendampingi Rey, sayang…."
Suci hanya tersenyum dengan pandangan mata kosong. Clara sempat menatap ke arah Rey karena merasa ada yang aneh dengan wanita di depannya.
Anak laki-lakinya itu hanya tersenyum tipis seakan menjawab kebingungan ibunya.
"Ayo, mommy kenalkan dengan anggota keluarga kita yang lain…." ajak Clara merangkul lengan Suci.
Ibu raja Vampire itu membawa Suci mendekat ke anggota keluarga mereka yang lain.
"Semua … istri Rey sudah ada disini." Clara mulai memperkenalkan satu per satu anggota keluarga mereka yang dimulai dari ayah Rey bernama Olympus, dan saudara laki-laki Rey yang bernama Fourd.
Selain itu ada juga dua orang wanita dengan pasangannya masing-masing, mereka adalah adik dari Olympus.
"Cantik sekali mate-mu, Rey…." puji dua wanita itu bergantian.
Suci lagi-lagi hanya tersenyum dan mengangguk, membalas sapaan mereka. Semua pandangan mata yang ada di sana sontak dibuat bertanya-tanya.
Saudara laki-laki Rey juga ikut menatap Suci dengan pandangan menyelidik. Dia bisa merasakan kalau ada sesuatu yang berbeda dengan wanita ini.
"Ayo duduk Suci, kita makan siang bersama…," ajak Clara mempersilahkan Suci duduk di dekat Rey.
"Selamat datang di keluarga Peorma, Suci…." sambut mereka mengangkat gelas kristal berisi minuman berwarna merah pekat, yang terlihat sangat kental.Masing-masing mereka mulai meneguk minuman tersebut, tapi tidak dengan Suci. Rey tidak mengizinkan istrinya meminum itu, dia malah memberikan sebotol air mineral pada Suci yang entah datang dari mana."Kamu tidak boleh meminumnya Suci," bisik Rey di telinga istrinya."Memangnya ini apa?""Itu darah," sahut Rey dingin.Pandangan mata yang ada di sana semakin aneh mengarah pada Suci. Rey tahu kalau keluarganya pasti akan mencerca dia dengan beribu pertanyaan setelah ini."Kamu tidak minum Suci?" tanya Clara mewakili semua yang ada di sana."Dia tidak minum minuman kita, Mom," jawab Rey lebih dulu.Semua langsung diam dan saling menatap satu sama lain. Keanehan itu te
"Suci … bangun, Nak. Ini sudah jam berapa?" Suara seorang wanita yang tidak asing di telinganya, membangunkan Suci yang tengah tertidur pulas di kamar. Wanita paruh baya yang menyembulkan kepalanya dari balik pintu kamar Suci menggeleng-gelengkan kepala. "Kamu bisa terlambat pergi bekerja Suci, ini sudah jam tujuh. Ayo cepat bangun!" ujarnya lagi menutup pintu. Suci mengerjapkan matanya, mengarahkan pandangannya ke sekitar. Dia sadar kalau dia baru saja bermimpi. Tidak ada lagi kastil atau pria yang diketahuinya sebagai bosnya tidur di sampingnya. Sepertinya benar kalau dia hanya bermimpi selama ini. Suci bangun dan menurunkan kakinya ke atas lantai, baru saja akan menginjakkan kedua kakinya. Suci kembali terduduk karena merasa pangkal pahanya sangat sakit. "Aww…." ringisnya kembali terduduk di atas ranjang. "Kenapa sakit sekali?" 
"Ma-maaf Pak." Suci ragu-ragu mendongak, menatap pria tampan dengan rahang yang tegas di depannya.Pria yang sempat dia ledek waktu itu bersama Olivia tampak sangat tampan dari arah sini.Bayangan wajah pria ini pun begitu jelas dalam mimpinya. Bagaimana pria itu tidur di sampingnya, serta bagaimana pria ini menyetubuhinya dengan sangat lembut semalam. Suci merasa kepalanya sudah tidak waras sekarang."Ambil barangmu dan ikut aku!" ujar Rey lagi berjalan meninggalkan Suci yang masih tertegun dengan ketampanan sosok atasannya."Aku hitung sampai lima, kalau kamu belum juga masuk ke ruanganku. Aku akan memberimu hukuman!" ancamnya.Suci bergegas mengambil barang miliknya yang berserakan di lantai, dan melangkah cepat masuk keruangan Rey."Ternyata kamu cukup sigap untuk seorang wanita." Rey tersenyum tipis melihat Suci yang terlihat takut mendapatkan huku
Suci melangkah mendekati pintu ruangan sekretaris atasannya yang tepat bersebelahan dengan ruangan Rey."Permisi, Pak." ujarnya mendorong pintu, menyembulkan kepala. "Aku diminta, Pak Rey kesini untuk menanyakan apa pekerjaanku."Seorang pria yang tadi pagi menyapanya di lift dengan sangat ramah, mendongak menatap Suci yang berjalan masuk ke ruangannya."Jadi kamu yang akan bekerja disini?" tanya Michael bangkit berdiri dari kursi."Iya, Pak. Aku diminta kepala divisi keuangan kesini.""Baik. Silahkan duduk…," ujar Michael hangat.Suci mengangguk dan duduk berhadapan dengan pria yang tidak kalah tampannya dengan bos besar mereka di kantor.Pandangan mata Michael tidak sengaja melihat perban luka di tangan kanan Suci. "Jarimu kenapa?""Oh, tidak apa-apa, Pak. Aku hanya tergores sedikit tadi."
Wanita itu sontak menatap ke depan dan tidak mendapati atasannya bersama sosok asing yang menghalangi mobil mereka tadi. Kemana mereka? Bukannya tadi Rey baru saja berada di sana?"Lalu apa yang kamu katakan tadi … kamu bilang kamu tidak mengenaliku?" sambung Fourd lagi. "Apa perlu aku mengingatkan kamu bagaimana pertemuan kita sebelumnya?"Suci beralih menatap Fourd, bingung dengan maksud ucapan pria itu padanya."Turunlah, biar aku menunjukkannya padamu…," bujuk Fourd."Terima kasih Tuan, tapi aku akan tetap menunggu Pak Rey disini!" sahut Suci bersikukuh."Rey mungkin akan lama. Kamu bisa pulang semakin larut karenanya. Lagipula aku ini kakak atasanmu, dia pasti akan merasa lebih aman kalau kamu pulang bersamaku.""Tapi aku—""Kamu bicara dengan siapa Suci?" sela Rey baru masuk ke dalam mobilnya.
Tepat pukul tujuh pagi, Suci tiba di depan pintu apartemen bosnya. Menekan tombol bel cukup lama, pria berkulit tubuh pucat itu akhirnya membukakan pintu untuknya.Rey hanya memakai celana boxer berwarna nude dengan tubuh bagian atas yang polos. Pemandangan itu berhasil mengalihkan perhatian Suci yang kaget melihat perut kotak-kotaknya."Lain kali kamu tidak perlu menekan bel lagi! Password apartemenku adalah ulang tahunmu!" Rey berjalan masuk meninggalkan Suci di depan pintu."A-apa, Pak? Ulang tahunku?" tanya Suci memastikan."Iya. Jangan menggangguku, aku mau tidur sebentar." Rey masuk ke dalam kamar dan membanting pintu cukup kuat.Kenapa lagi dengan pria itu? Suci mengernyit, melangkah masuk ke dalam apartemen mewah bosnya.Apa benar Pak Rey memakai tanggal ulang tahunku untuk password apartemennya? Suci bergumam sendiri, memperhatikan ruangan di depanny
"Bangun Suci…." Suara bariton terdengar di telinga wanita berwajah mulus tanpa noda itu.Manik mata cokelat tuanya terbuka perlahan, dan tertegun menatap wajah tampan di depannya."Ayo bangun, kita sudah sampai…," ujar suara itu lagi.Seakan tersadar, Suci melompat bangun dari tidurnya dan menyadari kalau dia tengah berada di dalam sebuah mobil."Aku di mana?"Rey berdecak menatap Suci tajam. "Tentu saja ada di bumi, kamu pikir kamu ada di bulan sekarang!"Suci menatap ke sekelilingnya, mendapati mobil yang sedang mereka tumpangi berhenti di depan sebuah gedung mewah yang terlihat seperti hotel."Ayo turun!" ajak Rey lagi.Pria berkulit pucat itu keluar lebih dulu meninggalkan Suci yang masih kebingungan di kursi mobil.Wanita itu bergegas turun saat menyadari Rey s
"Kita akan menginap disini, Pak?" Rey mengangguk dan menjatuhkan dirinya ke sofa kamar hotel."Apa aku boleh pulang saja, Pak?" tanya Suci lagi."Kenapa memangnya? Apa kamar yang aku pesan ini tidak cukup bagus untukmu?"Suci mengangkat dua tangan ke atas dada dan mengayunkannya dengan cepat. "Bukan, bukan begitu, Pak. Aku hanya—""Tidurlah disini, kita akan pulang besok pagi!" potong Rey bangkit dari sofa."Tapi, Pak. Aku tidur di mana nanti?""Kamu bisa tidur di sofa kalau kamu mau," sahut Rey santai.Suci melongo, tidak menyangka atasannya akan berkata begitu padanya. Bagaimana mungkin pria berambut putih itu menyuruhnya tidur di sofa? Apa dia tidak bisa memesankan satu kamar lagi untuknya?Kesal, Suci menghentak-hentakkan kakinya ke lantai. Dia ingin sekali protes, tapi Rey sudah lebi