Suci melangkah mendekati pintu ruangan sekretaris atasannya yang tepat bersebelahan dengan ruangan Rey.
"Permisi, Pak." ujarnya mendorong pintu, menyembulkan kepala. "Aku diminta, Pak Rey kesini untuk menanyakan apa pekerjaanku."
Seorang pria yang tadi pagi menyapanya di lift dengan sangat ramah, mendongak menatap Suci yang berjalan masuk ke ruangannya.
"Jadi kamu yang akan bekerja disini?" tanya Michael bangkit berdiri dari kursi.
"Iya, Pak. Aku diminta kepala divisi keuangan kesini."
"Baik. Silahkan duduk…," ujar Michael hangat.
Suci mengangguk dan duduk berhadapan dengan pria yang tidak kalah tampannya dengan bos besar mereka di kantor.
Pandangan mata Michael tidak sengaja melihat perban luka di tangan kanan Suci. "Jarimu kenapa?"
"Oh, tidak apa-apa, Pak. Aku hanya tergores sedikit tadi."
"Apa? Kenapa kamu bisa seceroboh itu?" sahut Michael dengan suara yang meninggi. "Apa ada yang melihatmu terluka?"
Suci menggeleng, bingung mendapati pria ini malah bersikap heboh dengan luka goresan di jarinya yang tidak seberapa.
"Hanya Pak Rey yang melihatnya, Pak…."
Michael terlihat menghembuskan nafas lega mendengar jawaban wanita di depannya. "Syukurlah kalau begitu. Lain kali jangan sampai kamu terluka lagi!" ujarnya mengingatkan.
Pria itu bertingkah seperti seorang ayah yang takut anak perempuannya terluka karena sesuatu.
"Baik, Pak." Suci bingung sendiri kenapa dua pria itu malah memarahinya hanya karena luka sekecil ini.
"Kamu bisa mulai mengerjakan ini…." Michael menyerahkan setumpuk berkas di atas meja.
"Nanti kalau ada yang tidak kamu mengerti, kamu bisa menanyakannya padaku!"
Suci melotot melihat banyaknya pekerjaan yang akan dia kerjakan pagi ini. Sebanyak itu mana mungkin bisa dia selesaikan dalam satu hari, pikirnya.
"Lalu di mana aku harus mengerjakan tugas-tugas ini, Pak?"
"Aku pikir Pak Rey sudah mengatakannya padamu?" sahut Michael balik bertanya.
Suci terdiam, mengingat ucapan pria itu padanya. Astaga … jadi benar kami harus seruangan? Aku pikir Pak Rey hanya asal bicara saja tadi, gumamnya dalam hati.
Membayangkan bagaimana perangai pria yang tidak suka dibantah itu marah-marah padanya, membuat Suci lemas seketika. Dia pasti akan selalu diperhatikan mulai sekarang. Bisa-bisa jika dia salah sedikit saja, Rey pasti akan memakannya hidup-hidup pikir Suci.
"Kenapa diam? Aku bertanya padamu Suci?" sentak Michael membuyarkan pikiran wanita itu.
"Ah, iya, Pak. Kata Pak Rey aku akan seruangan dengan beliau."
"Ya sudah, kembalilah ke ruangan Pak Rey. Meja dan kursimu sudah ada di sana."
Suci mengangguk, pamit meninggalkan pria bertubuh tinggi tersebut. Tidak atasannya, tidak bawahannya … mereka ternyata sama saja kesal Suci.
"Tunggu," tahan pria itu.
"Iya, Pak?" Suci berbalik, kembali menatap Michael.
"Jika kamu seruangan dengan Pak Rey, jangan sampai kamu terluka lagi. Mengerti?"
Suci kembali terdiam, mencoba memahami maksud perkataan sekretaris bos besarnya ini. Kenapa memangnya? Apa karena aku memecahkan vas bunga itu dan Pak Rey jadi marah?
"Kamu mendengarku Suci?" tanya Michael lagi.
"Iya, Pak," sahutnya masih dengan rasa penasaran dihati.
Tepat pukul delapan malam waktu setempat, Suci baru saja menyelesaikan tugas yang diberikan Michael tadi pagi.
Wanita itu terlalu fokus sampai tidak menyadari kalau atasannya Rey, masih berada di sana menunggunya sampai selesai.
"Pak Rey?" ujar Suci kaget. "Bapak masih disini?"
"Iya, kenapa?" Ketus, pria itu menjawab.
"Tidak, tidak apa-apa, Pak. Kalau begitu aku duluan," sahut Suci bergegas.
"Tunggu!" Langkah kaki wanita itu terhenti dengan dada yang berdetak hebat. Apalagi ini, pikirnya.
Berbalik menatap atasannya, Suci memperhatikan Rey yang sudah berdiri dari kursi dan tengah memakai jas.
"Kita pulang bersama…." sambung Rey mendekati Suci.
"Tidak usah, Pak. Aku bisa pulang naik taksi," sahutnya tidak enak.
"Sudah aku katakan berulang kali jangan pernah membantah ucapanku. Ayo cepat, aku tidak menerima penolakan!" sahut Rey setengah membentak.
Suci sadar kalau atasannya ini adalah orang yang pemarah, seharusnya dia tidak perlu membantah ucapan Rey tadi. Astaga, baru sehari aku bekerja dengannya aku sudah di bentaknya selama beberapa kali hari ini.
Suci pun pasrah mengikuti langkah kaki panjang Rey dari belakang. Pria itu hanya diam sampai mereka masuk ke dalam lift.
"Besok pagi temui aku di apartemenku, Michael akan mengirimkan alamatnya padamu."
Suci mengernyit bingung, dia ingin sekali bertanya namun tidak berani. Takut jika pria berambut putih itu kembali memarahinya seperti tadi.
"Sebelum jam tujuh kamu sudah harus tiba di sana!" sambung Rey berjalan keluar dari dalam lift.
Suci hanya bisa membuang nafas panjang mendengar perintah mutlak bosnya ini. Dia sudah malas menanggapi ucapan Rey, Suci hanya diam hingga pria itu mulai melajukan mobil mengantarkannya pulang.
Dalam perjalanan menuju rumahnya, mobil yang tengah Rey kendarai melewati sebuah jalanan yang sepi. Mobil itu mendadak berhenti saat seorang asing menghalangi jalan mereka.
"Ada apa, Pak?" kaget Suci hampir terbentur dashboard mobil.
"Kamu tidak apa-apa?" tanya Rey khawatir.
Suci menggeleng. "Kenapa berhenti mendadak, Pak?"
"Di depan ada orang yang menghalangi jalan…." tunjuknya. "Kamu tunggu disini, biar aku melihatnya dulu."
Suci mengalihkan pandangannya ke depan dan melihat seorang sosok berjubah hitam tengah berdiri menatap mobil mereka. Matanya tampak menyilaukan terkena cahaya lampu mobil.
Suci tidak sempat mencegah Rey turun, pria itu sudah berjalan mendekati sosok asing di depan sana. Dalam mimpinya sosok tersebut juga ada, bahkan baju yang di pakainya juga sama. Sekilas dia bergumam apakah mereka juga akan melayang sama seperti dalam mimpinya atau tidak?
Larut dalam pikirannya sembari memperhatikan Rey di depan mobil, Suci di kagetkan dengan ketukan di pintu kaca sampingnya.
Seorang pria penuh tato dengan kepala plontos yang dikenal Suci bernama Fourd dalam mimpinya, terlihat tersenyum di balik kaca mobil. Pria itu seperti memintanya untuk menurunkan kaca karena ingin berbicara dengan dia.
Ragu-ragu, Suci menurunkan kaca mobil dan menatap pria itu penuh tanda tanya.
"Turunlah Suci, aku akan membawamu pulang," ujarnya tersenyum hangat.
"Maaf, tapi aku tidak mengenalmu Tuan. Aku diminta Pak Rey menunggunya disini."
Fourd mengernyit. "Kenapa dia memintamu menunggu disini sementara dia malah pergi meninggalkanmu sendirian Suci?"
Wanita itu sontak menatap ke depan dan tidak mendapati atasannya bersama sosok asing yang menghalangi mobil mereka tadi. Kemana mereka? Bukannya tadi Rey baru saja berada di sana?
Untuk yang punya tiket vote, boleh dong di bagi buat pasangan ini... Follow IG author @adamvanda untuk visual Rey dan Suci, yah 🤗
Wanita itu sontak menatap ke depan dan tidak mendapati atasannya bersama sosok asing yang menghalangi mobil mereka tadi. Kemana mereka? Bukannya tadi Rey baru saja berada di sana?"Lalu apa yang kamu katakan tadi … kamu bilang kamu tidak mengenaliku?" sambung Fourd lagi. "Apa perlu aku mengingatkan kamu bagaimana pertemuan kita sebelumnya?"Suci beralih menatap Fourd, bingung dengan maksud ucapan pria itu padanya."Turunlah, biar aku menunjukkannya padamu…," bujuk Fourd."Terima kasih Tuan, tapi aku akan tetap menunggu Pak Rey disini!" sahut Suci bersikukuh."Rey mungkin akan lama. Kamu bisa pulang semakin larut karenanya. Lagipula aku ini kakak atasanmu, dia pasti akan merasa lebih aman kalau kamu pulang bersamaku.""Tapi aku—""Kamu bicara dengan siapa Suci?" sela Rey baru masuk ke dalam mobilnya.
Tepat pukul tujuh pagi, Suci tiba di depan pintu apartemen bosnya. Menekan tombol bel cukup lama, pria berkulit tubuh pucat itu akhirnya membukakan pintu untuknya.Rey hanya memakai celana boxer berwarna nude dengan tubuh bagian atas yang polos. Pemandangan itu berhasil mengalihkan perhatian Suci yang kaget melihat perut kotak-kotaknya."Lain kali kamu tidak perlu menekan bel lagi! Password apartemenku adalah ulang tahunmu!" Rey berjalan masuk meninggalkan Suci di depan pintu."A-apa, Pak? Ulang tahunku?" tanya Suci memastikan."Iya. Jangan menggangguku, aku mau tidur sebentar." Rey masuk ke dalam kamar dan membanting pintu cukup kuat.Kenapa lagi dengan pria itu? Suci mengernyit, melangkah masuk ke dalam apartemen mewah bosnya.Apa benar Pak Rey memakai tanggal ulang tahunku untuk password apartemennya? Suci bergumam sendiri, memperhatikan ruangan di depanny
"Bangun Suci…." Suara bariton terdengar di telinga wanita berwajah mulus tanpa noda itu.Manik mata cokelat tuanya terbuka perlahan, dan tertegun menatap wajah tampan di depannya."Ayo bangun, kita sudah sampai…," ujar suara itu lagi.Seakan tersadar, Suci melompat bangun dari tidurnya dan menyadari kalau dia tengah berada di dalam sebuah mobil."Aku di mana?"Rey berdecak menatap Suci tajam. "Tentu saja ada di bumi, kamu pikir kamu ada di bulan sekarang!"Suci menatap ke sekelilingnya, mendapati mobil yang sedang mereka tumpangi berhenti di depan sebuah gedung mewah yang terlihat seperti hotel."Ayo turun!" ajak Rey lagi.Pria berkulit pucat itu keluar lebih dulu meninggalkan Suci yang masih kebingungan di kursi mobil.Wanita itu bergegas turun saat menyadari Rey s
"Kita akan menginap disini, Pak?" Rey mengangguk dan menjatuhkan dirinya ke sofa kamar hotel."Apa aku boleh pulang saja, Pak?" tanya Suci lagi."Kenapa memangnya? Apa kamar yang aku pesan ini tidak cukup bagus untukmu?"Suci mengangkat dua tangan ke atas dada dan mengayunkannya dengan cepat. "Bukan, bukan begitu, Pak. Aku hanya—""Tidurlah disini, kita akan pulang besok pagi!" potong Rey bangkit dari sofa."Tapi, Pak. Aku tidur di mana nanti?""Kamu bisa tidur di sofa kalau kamu mau," sahut Rey santai.Suci melongo, tidak menyangka atasannya akan berkata begitu padanya. Bagaimana mungkin pria berambut putih itu menyuruhnya tidur di sofa? Apa dia tidak bisa memesankan satu kamar lagi untuknya?Kesal, Suci menghentak-hentakkan kakinya ke lantai. Dia ingin sekali protes, tapi Rey sudah lebi
"Dari mana saja kamu, hah?!" sentak Rey saat Suci baru saja masuk ke dalam kamar mereka."Kamu mengagetkan aku, Pak." sahut Suci mengusap dada."Aku tanya kamu dari mana?!" tanya Rey lagi."Aku dari bawah, Pak. Mencari makanan untuk kita, tapi aku tidak sempat memesan makanan karena bertemu dengan Tuan Heinze di sana," terang Suci berdiri di depan atasannya."Apa? Kenapa kamu berkeliaran sendirian di sini? Apa aku menyuruhmu ke bawah, hah?!"Rey kembali memarahinya untuk hal yang tidak penting menurut Suci. Apa pria ini memang hobi marah-marah pada orang lain sejak dulu?Dia masih kesal dengan perlakuan tuan Heinze padanya dan kini Rey malah menambah rasa kesalnya? Suci ingin sekali melempar sepatunya ke wajah Rey sekarang."Kenapa kamu diam?!" Rey masih membentak Suci."Lalu aku harus menjawab apa? Aku la
"Kamu mau ke mana Suci?" tanya Susi melihat anaknya sudah tampak cantik dan menawan."Aku akan menemani bosku ke sebuah pesta, Mom."Susi mengernyit. "Kamu mau pergi lagi dengan bosmu malam ini?" Suci mengangguk."Apa kalian sudah dekat sekarang, hm?" goda wanita paruh baya itu."Maksud Mommy apa? Kami hanya sebatas atasan dan bawahan, Mom … jangan berpikir yang tidak-tidak!" elak Susi dengan wajah yang memerah."Mommy hanya bertanya Suci, kamu yang terlalu berburuk sangka dengan mommy.""Terserah Mommy saja, aku pergi dulu. Dia sudah menungguku di luar.""Ya, buat dia terus terpesona denganmu…!" sahut Susi setengah berteriak sebelum pintu depan rumah mereka tertutup.Suci melangkah cepat masuk ke dalam mobil bosnya dengan perasaan bahagia. Entah karena ucapan ibunya, atau karena tahu d
"Ini laporan yang Pak Rey minta." Suci menyodorkan sebuah dokumen ke tangan atasannya."Kamu sudah memeriksanya dengan teliti?"Suci mengangguk. "Sudah, Pak.""Bagus, kalau begitu pesankan aku makan siang." Rey menaruh dokumen di tangannya begitu saja ke atas meja."Bapak tidak ingin memeriksanya lagi?" kaget Suci."Tidak perlu, aku yakin kamu pasti mampu menyelesaikan laporan itu dengan baik."Suci hanya bisa mengangguk, mengikuti apa yang dikatakan pria berkulit pucat itu. Dia kembali duduk di depan meja kerjanya dan menghubungi seseorang untuk memesan makanan untuk Rey."Bapak, ingin makan apa?" tanya Suci lupa bertanya tadi."Darah….""Apa?""Maksud aku daging … steak," sahut Rey merutuki mulutnya sendiri.Hampir saja di
"Kamu sadar dengan pilihanmu ini Rey? Dia manusia, dia bisa membahayakan klan kita dan juga dirimu sendiri! Tolong pikirkan lagi untuk menahan dia disisimu….""Tapi Dad, dia mate-ku. Belahan jiwa dan separuh hidupku. Mana mungkin aku melepaskannya hanya karena dia seorang manusia. Aku mencintainya, bahkan sebelum Suci hadir dalam hidupku. Aku menunggunya selama beratus-ratus tahun Dad, bagaimana mungkin kamu memintaku untuk berpisah dengannya?!"Ayah dan anak itu saling menatap tajam, duduk di ruang keluarga setelah Suci ditemukan pingsan, jauh dari kastil mereka."Lalu bagaimana dengan klan kita? Apa mereka juga tidak sama penting bagimu? Kamu juga harus memikirkan klan kita Rey … kamu mau klan kita hanya tinggal nama saja nanti? Kaum hitam akan terus menyerang klan kita jika kamu masih bersikeras menahan manusia itu!" sahut Olympus bersikeras."Suci, Dad. Namanya Suci! Yang kamu sebut