Share

XL, Kubalas Bullyanmu Saat Aku Langsing
XL, Kubalas Bullyanmu Saat Aku Langsing
Penulis: Siti Auliya

JULUKAN XL

Hari ini adalah hari kedua Ardhia terbaring lemas di rumah sakit, setelah mencoba tidak makan demi bisa menjadi langsing. Setidaknya,  bisa turun beberapa ons saja sudah membuatnya senang.

Dia ingat dua hari yang lalu, Ardhia bertahan hanya dengan beberapa gelas air dan potongan buah. Tentu saja sudah dari malam kepalanya pusing cenat-cenut, tapi dia tidak memperdulikannya. Terkadang memang suka minder dengan berat badan yang berlebih, bayangkan saja seratus kilogram dengan tinggi 160 cm, apa gak kelebihan empat puluh kilogram kalau menurut perhitungan berat badan ideal. 

“Debam debum debam debum,” kata anak-anak kompleks kalau Ardhia lewat di gang. Langkahnya memang berhasil menggetarkan dunia, mending saja kalau karena kecantikan dunia ikut berguncang, lah ini ....

"XL !"

Suara teriakan teman-temannya dari balik pintu berhasil mengalihkan dunia, eh lamunannya. Mereka tertawa cengengesan sambil memamerkan bawaannya. Ada parcel buah-buahan dan satu wadah yang diikat pita cantik berwarna pink. XL adalah panggilan kesayangan mereka kepada Ardhia. Dasar teman gak ada akhlak, sudah bagus-bagus dinamain Ardhia oleh orang tuanya.  Eh ... mereka malah memberi nama baru yang artinya besar sekali.

"Taraaa!" teriak Sonia, teman XL yang paling kurus. 

Xl terbelalak melihat dalamnya, wadah berpita pink itu isinya adalah kue coklat kesukaannya. Coklatnya lumer-lumer membuatnya ingin mencolek dengan jari dan menjilatnya.

"Waw!" XL juga ikut berteriak karena senang. Sesaat kemudian tertunduk karena ingat kalau sesungguhnya dia sedang diet.

"Kenapa?" tanya Dina. "Apakah kamu tidak senang dengan pemberian kami?" sambungnya.

"Mengapa kalian tidak mengerti? aku masuk rumah sakit karena diet," kata Xl sambil cemberut. Namun, sumpah matanya tak lepas dari kue coklat. Air liurnya sudah menetes rasanya.

Farah mendelikkan matanya ke atas, sambil bahunya bergerak-gerak lucu.

"Apaaah, diet? Gak salah?" tanya Farah.

"Hahaha ... hahaha." 

Semuanya tertawa terpingkal-pingkal. Adalah berita sangat fenomenal jika XL diet.

"Huss, diam, mengganggu pasien lain tahu," ujar Xl ketus.

Mereka serentak menutup mulutnya, sambil tetap cekikikan. Tentu saja gadis gendut itu semakin kesal, mereka tidak percaya kalau dirinya juga bisa diet. 

“Huh ... teman macam apa sih, kalian? Ingin kusentil hidung mereka satu persatu.” XL membatin.

Melihat XL cemberut, mereka akhirnya terdiam, mungkin merasa bersalah sudah menertawakan teman mereka yang paling baik ini.

"Dengar XL! Kamu itu tidak usah diet, gendut adalah takdirmu, sudah terima saja, kami saja terima kamu apa adanya, masa kamu tidak menerima diri kamu sendiri!" kata Farah sok bijak.

"Eeh ... takdir katamu? Astaga tidak bolehkah aku mengubah takdirku sendiri, hiks ... hiks," sergah XL lalu pura-pura menangis.

Farah berdiri, kemudian membungkuk dan memakai HP-nya sebagai mic.

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, jamaah oh jamaah, Allah tidak akan merubah suatu kaum, kalau--"

"Mulai deh mulai, ustadzah gadungan ceramah," potong Dina.

Mereka kembali cekikikan sambil menunduk, takut kebablasan, ini kan rumah sakit. Ah, kalau mereka sudah berkumpul seperti ini memang apa-apa selalu menjadi bahan candaan. Ini yang XL suka dari mereka. Mereka tidak pernah merasa minder berteman dengannya yang gendut. Eh, jangan salah tapi, wajahnya itu cantik lho, kecantikan alami warisan dari almarhumah ibunya.

"Sudah ... sudah, ayo kita potong kue, mari kita kemon," ajak Sonia sambil mengambil pisau plastik. Gadis itu bersenandung kecil menyanyikan lagu potong kue, yang lain malah ikut-ikutan.

"Potong kuenya, potong kuenya sekarang juga … sekarang juga … sekarang juga, horeeee!" 

Asem banget kelakuan mereka, Xl dibuatnya tersipu-sipu. Dina memberikan satu potongan kue coklat yang besar. Ada sebuah manisan cherry di atasnya, merah merona warnanya, benar-benar sangat menggoda iman.

"Aduh, kalian mengapa jahat sekali terhadap temanmu yang imut ini," protes Xl sambil menerima potongan kue tersebut. Air liurnya sudah menetes-netes rasanya, tapi kan dia harus menjaga imej biar tidak terkesan rakus. Walaupun rasanya kue itu sudah ingin dicaplok beserta piringnya.

"Cieee ... cie, yang tidak sabar menunggu aba-aba," goda Dina. Dia mengerling nakal kepada XL sambil membagikan kue kepada yang lainnya.

"Sialan ya, masih berani menggoda orang sakit, gantian yo, mau gak?" tanya Xl kepada Dina.

"Dih, ogah amat gue sakit, luntur kecantikanku kalau aku sakit, apalagi masuk rumah sakit gara-gara tidak makan, mau ditaro di mana mukaku ini," sergah Dina.

"Tetep taro situ lah, emang mau dipindahin ke ketek apa? Bau lah," kelakar Xl. Walau sakit jiwa ngebanyolnya tetep ada.

"Sudah belum?" tanya Farah tiba-tiba.

"Apanya?" XL dan Dina balik bertanya.

"Berantem, kan? Kalau sudah, satu ... dua ... tiga, makan!" seru Farah.

Hap!

Potongan kue itu sudah berpindah ke dalam mulut mereka, rasanya endolita banget tentunya. Coklat meleleh di dalam, membuat mood kembali menjadi semangat '45. Sungguh ini lebih indah daripada memandangi artis yang lagi ngetop, begitu pikir mereka.

Mata Sonia mendelik karena seret tenggorokannya makan kue bolu. Dia mendongak, tangannya memegang leher. Dia memang paling tidak bisa makan kue-kue macam ini, cepat-cepat minum sebelum tersedak.

"Payah Lo, baru makan bolu sudah mendelik-delik macam orang kesurupan, apalagi kalau makan paku seperti Mr. Limbad, hahaha," ejek Dina sambil memijit bahu Sonia.

"Kamu pikir, aku tukang debus apa? Makan paku segala, kalau makan teman tuh baru keahlianku," kelakar Sonia

"Huuu, dasar tukang tikung," kata Farah sambil meninju pelan bahu Sonia.

"Hahaha ... hahaha." Semua tertawa mendengar kelakar Sonia.

Bahasa mereka memang amburadul, terkadang memanggil elo gue dalam berkata-kata. Sebagai warga Jakarta itu adalah bahasa sehari-hari mereka, walau bukan asli orang Jakarta, tapi mereka sudah terkontaminasi bahasa Betawi.

"Yang penting bukan pacar kamu, toh, selama janur kuning belum melingkar, sah saja ditikung," kata Sonia lagi.

"Melengkung ... melengkung, ular keles melingkar. Hihihi hihi," sergah Farah, dia tertawa sambil menutup mulutnya.

"Lho ... hiasannya bukannya melingkar-lingkar bulat, yang melengkung tiangnya, kan?" jelas Sonia. Matanya mendelik ke atas mengingat-ingat.

"Sudah ... sudah, piringku menangis minta diisi lagi, nih!" ujar XL memelas.

"Makanya, masuk rumah sakit iya … diet gagal. Ini makan yang banyak!" suruh Dina sambil menyodorkan sisa kue tadi.

XL makan kue itu dengan nikmat, dia tidak peduli lagi dengan berat badan. Tidak peduli lagi dengan diet yang begitu menyiksa, kepala pusing, ulu hati sakit. Kue ini terlalu indah kalau tidak dinikmati.

Sambil hahaha hihihihi cekikikan, mereka ngobrol ngalor ngidul tak jelas arahnya. Terlihat mereka kadang saling cubit, saling dorong. Xl bahagia mempunyai teman seperti mereka.

"Aww!" Xl menjerit sambil memegangi perut. Tiba-tiba rasa perih seperti menusuk lambung Xl. "Tolong ... sakit!" ratapnya.

Teman-temannya sangat kaget dengan keadaan XL. Mereka saling pandang dengan paniknya. 

"Panggil perawat!" suruh Dina. Gadis itu mondar-mandir dengan cemas.

Farah memencet tombol yang ada di atas tempat tidur. Perawat pun datang dengan tergesa, kemudian memeriksa keadaan Xl.

"Habis makan apa ini?" perawat bertanya kepadanya. XL tidak menjawab hanya meringis menahan sakit. Perawat itu memandang curiga kepada teman-temannya, kemudian memandang sekeliling. Matanya tertumbuk pada pita pink.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status