Share

FARAH

Samar-samar XL melihat wajah setengah tua itu memandangnya dengan perasaan sayang yang luar biasa.

"Nak, kamu tidak apa-apa, kan?" bisik orang tersebut. Mungkin ia menyangka XL masih tertidur.

Gadis itu memperhatikan bapaknya sudah mulai tua, keriput di wajahnya sudah muncul satu persatu. Begitu juga uban sudah tumbuh di kepala. Laki-laki luar biasa ini sudah begitu banyak pengorbanan demi dirinya. Akan tetapi dirinya merasa belum berkesempatan untuk membalas segala kebaikannya itu.

"Ardhia," Bapak memanggil dengan lirih. Nampak kekhawatiran tergambar jelas di wajahnya.

"Bapak," bisik XL pula. Gadis itu meraih tangan bapaknya dengan sebelah tangan. Menciumnya dengan takzim, gadis itu merasa sesak napasnya karena terharu.

"Bagaimana keadaanmu?" tanya bapak XL.

"Baik, Bapak sudah pulang kerja?"

"Iya, Nak.”

Bapak XLnampak capek habis pulang kerja, orang tua itu bekerja sebagai pegawai negeri sipil di Kecamatan.

"Banyak kerjaan ya, Pak?" tanya Ardhia melihat kelelahan di wajah Bapak.

"Banyak warga tadi bikin e-KTP, lumayan melelahkan," jawab bapaknya.

"Ooh." Xl menjawab singkat.

Bapak duduk di kursi sebelah tempat tidur, membawa bungkusan yang dibawanya, rupanya gorengan yang renyah kriuk-kriuk. Terbit selera XL melihatnya.

"Duh ... Bapak ini gimana, sih? Aku kan ngiler jadinya," ucap Ardhia sambil menelan ludah.

"Emang gak boleh makan?" tanya bapaknya heran.

"Belum boleh, Pak," jawab XL sambil cemberut.

Bapak terkekeh melihat Xl. Rupanya dia tidak lupa dengan makanan kesukaan anaknya itu. Makanya tidak lupa membelinya buat oleh-oleh.

Pintu kamar terbuka pelan-pelan, ada kepala nongol sambil melihat ke dalam. Dengan cepat kemudian ia masuk. Farah, mau ngapain mahluk langka itu ke sini lagi.

Seperti maling gadis itu berjalan celingukan. Ardhia heran, bukankah dia baru saja pulang? Apa ada barang dia ketinggalan?” pikiran XL traveling.

"Hai, Limited Edition, mengapa kau balik lagi?" tanya XL. Dia penasaran dengan gerak-gerik temannya itu.

"Hihihi ... sengaja," jawab Farah. Gadis itu malah cekikikan gak jelas.

"Sengaja bagaimana?" tanya XL. Dia heran melihat Farah malah duduk.

"Tadi nih di luar, aku and the geng mengadakan konferensi meja bundar, kebetulan tadi di sana ada meja bundar," kata Farah sambil menunjuk ke luar. "Keputusannya satu di antara kita harus ada yang menginap, kemudian aku menawarkan diri, jadi ... taraaa aku balik lagi. Hihihi hihihi," ujar Farah sambil terkikik.

"Ooh, kalau begitu, Bapak bisa pulang. Tu si Cucok Rowo katanya mau nginep," ujar XL kepada bapaknya.

"Iya, Bapak pulang gih, ada aku yang akan menjaga anakmu," kata Farah sambil tersenyum sok manis. Farah memang lucu juga orangnya, mungkin karena terkontaminasi teman-temannya yang ceria. Apa-apa selalu dibikin guyonan, jadi bye-bye deh murung-murung dan galau.

Kriuk ... kriuk.

Suara itu menggoda iman, XL mendelik saat melihat Farah sengaja makan dengan tidak memperdulikan perasaannya. Gadis gendut itu benar-benar tersiksa mendengar kriuknya gorengan tempe kesukaannya yang begitu garing dan renyah.

"Dosa, Lo," cerca Xl. Matanya melotot sambil bibirnya cemberut.

"Orang cuma makan, apanya yang dosa? Halal kan, Pak?" tanya Farah tanpa dosa. Dia menoleh ke arah bapak XL sambil mengacungkan tempe goreng.

"Halal, dong, masa tidak halal," jawab bapak XL turut menggoda.

Akhirnya XL hanya bisa cemberut, terpaksa membiarkan mereka makan gorengan di depannya. Farah memang sengaja membuat XL semakin ngiler. Farah termasuk temannya yang tidak pernah jaim, ceroboh, selalu tertutup untuk urusan yang sekiranya memberatkan orang lain, penakut juga, tetapi dia paling setia kawan. Buktinya dirinya rela menginap di rumah sakit kini.

**

XL masih ingat saat berkenalan dengan Farah. Gadis itu baru saja turun dari angkot, lalu berjalan sambil tertunduk. Nampak takut-takut melewati sekelompok pemuda pengangguran yang sedang genjrang genjreng main gitar sambil menggoda cewek-cewek yang lewat.

"Lagi ngapain sih, orang tua mau pamit malah sibuk melamun," kata Farah mengagetkan Ardhia yang sedang melamun.

"Iya ... iya, Pak," ujar XL tergagap, lamunannya terputus sejenak.

"Lho, Bapak kan belum pamitan," kata Bapak. "Ya sudah, Bapak pergi dulu. Baik-baik ya, besok bisa pulang," sambungnya.

"Dadaaah, Bapak," ujar Farah sambil melambaikan tangannya. Mata gadis itu berbinar ceria saat mengantarkan bapak XL sampai pintu.

Sesaat setelah punggung lelaki tua itu menghilang di balik pintu, Farah mendekati Xl. Dia mengambil bantal lalu menaruh di pangkuan, kemudian kedua tangannya menopang dagu.

"Eh, XL! Tadi lagi mikirin siapa?" tanyanya sambil menaikkan alisnya. "Jangan-jangan, kamu punya gebetan tanpa sepengetahuanku, ya?" tebaknya. Dia tidak akan terima jika XL punya rahasia kepadanya.

"Alah, sok tahu, mana ada laki-laki yang tertarik kepadaku, badanku super keren dan langsing begini," jawab Xl ironi. Jari-jarinya membentuk sebuah gitar.

"Tapi cantik, sumpah," sergah Farah. XL memang cantik di mata sahabatnya itu, apalagi hatinya yang super baik.

"Aku lagi mikirin kamu tahu," jelas XL. Jawabannya itu membuat gadis di depannya melotot.

"Ehh, gak ada kerjaan amat kamu mikirin aku, apanya yang dipikirkan?" tanya Farah penasaran juga.

"Saat dulu kita pertama kenal itu, lucu kan?" XL tertawa kecil, tetapi kemudian meringis karena perutnya terasa sakit.

"Eh, sakit ya? Makanya jangan tertawa-tawa dulu, cobalah menjadi anak manis barang sekejap," kelakar Farah. Dia sangat tahu jika sahabatnya itu mempunyai sifat periang.

"Tapi lucu kan? Aku masih ingat saat kamu diganggu anak berandalan itu, kata-katanya masih kuingat satu persatu." XL kukuh ingin tetap bercerita.

"Masa? Coba kuulang ya! Rasanya aku sudah lupa, tuh," ujar Farah sambil senyum-senyum. Mulailah dirinya bercerita saat dulu diganggu berandalan itu dan berakhir dengan perkenalan mereka.

"De, cantik amat sih, kenalan dong!" Farah menirukan kata-kata berandalan itu, lalu tertawa.

"Teruskan!" suruh XL sambil menahan tawa. Gadis itu tidak berani tertawa terlalu keras.

"Aku diem saja, eh malah mereka menghalangi jalanku, duuh sombongnya, kata mereka, kemudian memegang tanganku."

"Wajahmu sudah pucat pasi kala itu," lanjut Xl.

"Iya bener, itu kan peristiwa yang menakutkan, bagaimana coba kalau mereka menarikku ke lorong yang gelap, lalu ... lalu, aku tak dapat membayangkan," tutur Farah sambil menutup muka dengan tangannya.

"Lalu aku tendang 'burung' mereka," tukas Ardhia sambil tertawa cekikikan.

"Hihihi hihihi, aku sampai melongo melihatnya, rasain! Pasti mules dia," duga Farah sambil cekikikan juga.

"Aku masih ingat, saat tas yang kamu bawa ditarik oleh mereka dan kamu pertahankan, terjadi tarik-menarik seperti lomba tarik tambang tujuh belasan, kemudian tali tasmu putus, dan kamu terjengkang sampai duduk, kaki ngangkang ke atas. CD hitammu kelihatan jelas." Gadis gendut itu tertawa kecil saat membayangkan Farah yang terduduk di gang sempit.

"Dan ... hiaat ... bruk, sebuah tendangan membungkam mulut bau mereka," timpal Farah. Ia berdiri memperagakan tendangan yang mengenai burung mereka, sambil tetap tertawa.

"Hihihi, mukanya sampai pucat menahan sakit, nyampe itu ke ubun-ubun," imbuh Xl.

"Badan gede begini, tapi gesit melayangkan tendangan, kok bisa ya?" Farah bertanya keheranan.

"Dari dulu keles, aku jago berkelahi," kata Xl bangga sambil menepuk dada.

"Benarkah?"

"Iya, sejak TK aku sudah menjadi jagoan, biar badan besar tapi tidak lembek, anti dirundung, selalu jadi super hero dengan kekuatan datang bulan, eh dengan kekuatan bulan," canda Ardhia.

"Halaah, itu sih cerita super hero," sergah Farah.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status