Share

CALON SUAMI?

Tok tok tok.

Suara ketukan halus di pintu itu terdengar lagi. Terasa horor sekali karena hari sudah lewat tengah malam. Tanpa menunggu ada yang membukakan pintu, pintu didorong dari luar karena pintu memang tidak dikunci. Seraut wajah ayu dengan baju putih menyembul dari balik pintu.

"Permisi … cek malam, Mbak," kata seorang suster. Dia mengecek infusan dan memberi XL sebutir pil.

Ahh ... ternyata perawat yang jaga malam. Terlihat Farah dan Dina mengempaskan napas, begitupun XL, mereka mengira hantu yang ingin mengganggu karena menurut yang mereka dengar, makhluk seperti itu banyak terdapat di rumah sakit.

Dina menutup pintu setelah perawat itu keluar, lantas mengelus dada, mungkin merasa lega, karena bukan suster ngesot yang muncul.

"Untung perawat beneran, coba kalau seperti yang di film-film mati berdiri aku, Rek," kata Dina, logat Surabayanya nongol.

"Dikira memang apa?" tanya XL.

"Ya seperti di film suster ngesot lah, suster melayang, tiren atau dokter padahal hantu, tapi dokter kan ganteng-ganteng, ya?" Dina balik bertanya. Otaknya memikirkan sesuatu yang seru jika ada sosok dokter hantu.

"Percuma ganteng kalau hantu," sergah Farah.

"Sudah jangan pada ngoceh terus, tidur ... tidur!" ajak Xl.

"Ayo," ujar mereka serempak.

Tetap saja masih terdengar tawa mereka, entah apa yang lucu. Mereka kadang memang keterlaluan, melihat cicak kejar-kejaran saja mereka akan punya cerita yang membuat terpingkal-pingkal. "Tuh, seperti begitu bila mantan ngajak balikan tidak mau, kejar terus sampai dapat, seperti cicak-cicak di dinding," kata mereka.

**

"Selamat pagi, everybody!" Satu seruan lembut membuat XL bangun. "Bangun ... bangun teman-teman, aku bawakan sarapan special," katanya lagi sambil mengacungkan kantung kresek putih.

"Sonia, kapan datang?" sapa XL basa-basi.

"Baru saja, tapi aku tak bawa apa-apa untukmu, takut salah lagi seperti kemarin, makanan kamu nunggu dari rumah sakit aja, ini buat Farah sama Dina sudah aku belikan bubur ayam langganan kita," kata Sonia.

"Ini baru namanya teman," ujar Farah sambil mendekat. "Amboi wanginya, sambelnya mantap, sedikit saja pedesnya nampol," sambungnya.

Mendengar kata sambel, rasanya air liur XL terbit. Gadis itu adalah penyuka rasa pedas sejati. Lemas rasanya kalau gak makan racikan ajaib itu sehari saja.

"XL mana boleh makan ini, wow maknyus nih," kata Dina sambil mengambil bubur. "Tim diaduk sama tim tidak diaduk, yu balapan makannya!" seru Sonia.

"Hihihi, siapa takut," balas Farah.

"Tidak akan aku kasih resep gemuk, tahu rasa," ancam XL kepada Sonia.

Dulu Sonia memang ingin berteman dengan XL karena badannya yang subur itu. Sonia yang kerempeng putus asa, bagaimana caranya menambah berat badan walau cuma satu kilogram. Mungkin berteman dengan XL lemak-lemak yang ada di tubuhnya bisa pindah kepadanya sedikit. Padahal kalau bisa, mau dipindahin semua juga XL tidak keberatan. Dasar, makhluk yang berteman dengan XL unik-unik semua, edisi terbatas tidak ada lagi.

XL memandangi mereka yang sedang sarapan dengan nikmat. Mulut mereka mendesis-desis kepedasan. Terkadang mereka sengaja biar gadis itu ngiler.

“Memang brengsek,” maki XL dalam hati. Dia hanya memandangi teman-temannya yang sedang menikmati sarapannya.

Tiba-tiba HP XL berdering, ternyata bapaknya yang menelpon.

"Ada teman-teman, Pak, ya sudah tidak apa-apa. Oh iya, nanti siang ya ... iya sore pulang." XL menjawab pertanyaan-pertanyaan bapaknya.

Teman-temannya menatap penuh rasa ingin tahu. XL menjelaskan nanti akan ada teman bapaknya yang datang beserta keluarga.

"Beres-beres, yu, siapa tahu ada perjaka ganteng yang ikut menjenguk Xl," kata Farah sambil membereskan ruangan. Dina dan Sonia ikut membersihkan sampah-sampah bekas makanan mereka.

Siang hari, teman bapak XL akhirnya datang juga, Pak Seno namanya. Dia datang bersama istri dan anak sulungnya, Yudha. Istrinya cantik tetapi nampak agak judes.

"Apa kabar, Ardhia?" sapa Pak Seno.

XL berbasa-basi dengan Pak Seno yang nampak sangat bijaksana. Istrinya mencuri-curi pandang melihat XL, gadis itu tidak mengerti mengapa dirinya begitu diperhatikan istri Pak Seno, mengapa dia tidak ramah padanya.

Yudha nampak sok cool di depan teman-teman XL. Sepertinya dia tahu sekali bagaimana harus bersikap di depan cewek-cewek. Teman-teman XL seperti salah tingkah. Mereka memang ganjen, melihat yang ganteng-ganteng sedikit saja, matanya langsung hijau.

Farah mendekati XL pura-pura membenarkan letak selang infus. Dia melirik Yudha dengan malu-malu.

“Ish cari perhatian amat dia,” rutuk XL dalam hati.

Yudha yang mengerti dengan sikap Farah, mengulurkan tangannya kepada XL, mengajaknya salaman. Entah apa maksudnya, mengapa tidak dari tadi.

“Oh, Tuhan … tangannya halus sekali!' jerit XL dalam hati. “Bodo amat aku menjerit, kek, melolong kek, kan dalam hati tidak ada yang mendengar,” batinnya XL

"Anak teman Ayah, cantik juga, tetapi sayang gendut," kata Yudha tanpa tedeng aling-aling. Sialan, sudah muji-muji tapi ujung-ujungnya menyakitkan, seperti diangkat, kemudian diempaskan, sakit tahu. Seperti terbang eh ketemu baling-baling helikopter, kan asem banget rasanya. Ingin rasanya XL menonjok bibir tajamnya itu.

Farah menahan malu juga sepertinya, mau cari perhatian tapi gagal. Mukanya merah merona. Dina dan Sonia menutup mulutnya menahan tawa, kemudian pura-pura memandang keluar.

Setelah mereka pulang teman-teman XL mengelilingi gadis itu, mereka antusias sekali bertanya mengenai Yudha.

"Ciee, yang punya temen ganteng, diem-diem saja nih," ledek Dina.

"Ganteng sih ganteng, tapi tengil," imbuh Farah. Rupanya dia masih merasa kesal tadi dicuekin.

"Dia bukan temanku, dia anak teman bapak. Sorry mory rasa strawberry gue temenan sama orang kayak gitu, amit-amit, apa tadi dia bilang? Gendut ... heh, sekali pelintir juga tangan dia patah!" seru XL berapi-api. "Emosi aku dikatain gendut, walau kenyataannya iya, tapi ya gak usah disebutkan juga kali," imbuh XL masih geram.

"Sabar ... sabar, jangan esmosi dong!" kata Sonia. Hanya dia yang nampak tidak tertarik dengan Yudha.

"Secara penampilan Yudha memang keren, tapi minim akhlak. Masa tadi aja ia tidak menyapa sahabat-sahabatmu, XL. Ibunya tampaknya juga judes , ya?" Farah mulai berghibah minta pendapat tentang Yudha.

"Betul itu, masa dari tadi cuma plarak-plirik doang. Basa-basi kek, siapa tahu jadi menantu ... hihihi," kata Dina sambil mengerling nakal ke arah Farah. Dia cekikikan sendiri.

"Ngeledek nih," cetus Farah sambil cemberut. Rupanya gadis itu pura-pura tersinggung.

"Kalau aku nih, ogah amat punya suami macam Yudha. Ogah pokoknya!" tegas XL sambil bergidik. Baru kenal saja sudah berani membully, apalagi sudah menjadi pacar.

"Karma nanti, siapa tahu itu jodohmu," cetus Farah.

Obrolan mereka terhenti saat perawat datang memberitahukan sudah saatnya pulang. Setelah semua administrasi beres, mereka pulang naik taksi. Bersyukurlah XL punya teman-teman yang selalu siap membantu. Mereka juga sigap membereskan rumah yang berantakan sejak XL sakit. Sebentar lagi bapak XL pulang dari kantornya.

"Farah, masak gih! Aku kan sudah beberes rumah, berkongsi lah … lapar nih kita!" suruh Dina.

"Oke, Boss," ujar Farah sambil memberi hormat.

Mereka makan dengan apa yang dimasak Farah, pintar masak juga dia. Rupanya mereka juga sudah melupakan topik pembicaraan tentang Yudha.

Topik mereka berubah tentang melamar pekerjaan setelah sembuh nanti.

"Rencana mau melamar kerja ke mana kau, XL?" tanya Sonia.

"Pabrik elektronik dekat sini saja, biar tidak ada transport cukup jalan kaki," jawab XL. Tampak dia antusias, dirinya memang sudah bertekad untuk meringankan beban bapaknya setelah lulus sekolah.

"Sudahlah gak usah ngelamar-ngelamar kerjaan, nunggu dilamar saja," sela bapak XLtiba-tiba. Rupanya dia sudah pulang kerja diam-diam.

"Apaan sih Bapak ini, kayak aku sudah punya calon suami saja," kata Xl sambil tersipu. Mukanya merah merona, gadis itu malu digoda-godain seperti itu.

"Lho, yang tadi itu, dia calon suamimu." Ucapan bapak XL yang perlahan terdengar seperti petir yang mengagetkan.

"Apa?" Semua berteriak kaget.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status