Tak lama kemudian muri Jatibuana yang tadi pergi meninggalkan Indra sudah kembali lagi. Dia mengatakan bahwa Mahaguru Waluya bersedia bertemu dengan Indra. Saat itu juga Indra dan dua murid Pancabuana lainnya segera pergi menuju Perguruan Jatibuana. Suara ramai murid yang latihan mulai terdengar dari kejauhan, rasanya suaranya jelas lebih ramai dibandingkan saat dulu Indra datang ke Jatibuana.Setelah sampai di area perguruan, tampak ada puluhan pendekar sedang berlatih gerakan silat di halaman perguruan. Saat melihatnya Indra tersentak kaget sebab tidak hanya ada satu atau dua orang saja pendekar yang pernah dia lihat sebelumnya, kebanyakan pendekar lainnya sama sekali belum pernah Indra lihat. Saat Indra datang tampak semua pendekar mengalihkan pandangannya kepada Indra. Sementara itu di pendopo perguruan terlihat Mahaguru Waluya sedang duduk bersila bersama dengan Darga.“Silahkan temui Mahaguru di sana,” tukas dua pendekar yang mengantar Indra, mereka berdua segera pergi lagi ke d
Waktu berlalu dengan cepat. Dalam jangka waktu tiga hari tiga malam saja Indra sudah sampai di Desa Kowala. Dia juga tak lupa menyempatkan waktu untuk singgah di kediaman Badra dan Surti. Setelah menginap satu malam di sana, Indra kembali melanjutkan perjalanannya ke tepi pantai guna mencari nelayan yang bersedia membawanya ke kapal yang hendak pergi ke Kerajaan Panjalu.Tanpa perlu kesulitan Indra berhasil menumpang di kapal yang pergi menuju ke Kerajaan Panjalu. Dua hari dua malam lebih yang dibutuhkan oleh kapal untuk sampai ke Dermaga Nanggala. Dari Nanggala, Indra bergegas segera pergi ke Kadipaten Mandala untuk singgah di Desa Panungtungan sekalian berziarah ke pusara Braja Ekalawya dan Lingga.Dalam waktu kurang dari tiga hari saja Indra sudah sampai ke Desa Panungtungan, rasa gembira bisa langsung dia rasakan. Risau dan cemas yang sempat terlintas saat dia di Perguruan Jatibuana kini sudah terlupakan. Indra buru-buru pergi ke Pasir Gede untuk menziarahi pusara Braja Ekalawya,
Selamat siang sobat semuanya. Mudah-mudahan sobat semua dalam keadaan sehat selalu. Novel Pendekar Tengil di Tanah Para Jawara akhirnya tamat juga. Cerita novel ini hanyalah fiktif belaka. Karena masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam penulisan saya mohon maaf yang sebesar-besarnya. Mungkin masih ada beberapa misteri yang belum terungkap di novel ini karena masih berhubungan dengan Novel Jawara, jadi di sana ada jawabannya. Jika di sana tidak menemukan jawabannya maka bisa request ke saya di media sosial tentang jawabannya. Saya ucapkan terima kasih banyak kepada sobat semua yang sudah mendukung saya selama ini. Semoga support yang telah sobat berikan kepada saya nanti akan mendapatkan balasan yang berkali-kali lipatnya. Mungkin untuk sementara saya tidak akan membuat novel baru di GN dulu, jika ingin tahu perkembangan karya lama atau karya baru saya selanjutnya silahkan ikuti media sosial saya di bawah. Sampai jumpa lagi. Igagram: @jajakareal Fanebuk: jalanfantasy Yoshzube:
“Hoam..” seorang pemuda yang bernama Indra Purwasena itu menguap lebar. Dengan santainya dia rebahan di atas sebuah dahan pohon kecil, meskipun tubuhnya lebih besar dari dahan pohon, namun anehnya dahan kecil itu mampu menopang tubuhnya. Tiba-tiba saja sebuah cangkir bambu berisi air melesat tepat di atas wajahnya, cangkir itu terbalik hingga airnya tumpah. Namun sekejap mata Indra langsung menggenggam cangkir bambu itu dan menggunakannya untuk menadah air yang sudah menetes di udara. Tidak ada setetespun air dari cangkir itu yang jatuh ke tanah. Baru saja Indra hendak meminum air dari cangkir itu tiba-tiba hembusan angin melesat ke arahnya, Indra melemparkan kembali cangkir itu ke udara. Dia langsung menggerakan tangannya untuk menghalau pukulan dari orang tak terlihat yang menyerangnya. ‘Dakh’ ‘Degh’ Indra beberapa kali beradu pukulan di dahan kecil tempatnya terbaring tadi. Tiba-ti
Indra berjalan menuruni Pasir Gede sembari bersiul riang, dia memang belum pernah mengikuti sayembara silat sebelumnya. Tapi dia sangat percaya diri dengan kemampuannya, dia yakin bahwa akan pulang dengan membawa kemenangan serta seribu koin emas sebagai hadiahnya.“Mereka pasti senang kalau aku pulang dengan uang banyak. Seribu koin emas, bisa beli berapa ekor sapi ya Hihi..” ujar Indra sambil terus membayangkan wajah murid perguruan Dharmabuana lainnya kalau mereka tahu dia membawa seribu koin emas.Indra terus berjalan menyusuri Desa Panuntungan menuju arah selatan dimana Desa Legokpare berada. Tidak memerlukan waktu lama bagi Indra untuk sampai di Desa Legokpare, kini dia sudah sampai di jalan desa. Tampak banyak sekali pernak pernik berwarna warni di jalanan yang kemungkinan bekas penyambutan Adipati Mangkuwira beserta rombongannya.“Maaf Mang, kalau sayembara silat di mana yah?” tanya Indra
Sarmad menjadi orang pertama yang maju menyerang Indra dengan melayangkan tinju tangan kanannya, tapi Indra dengan lincah segera menahan pukulan lawannya menggunakan telapak tangan kirinya. Indra tersenyum lalu memutar tubuhnya ke belakang, Sarmad terlihat meringis kesakitan karena tangannya yang digenggam Indra dipaksa ikut dengan gerakan Indra.Tapi Sarmad segera menghentakan satu kakinya ke tanah hingga tubuhnya terangkat ke atas, tapi cengkraman tangan Indra tidak lepas sedikitpun padahal Sarmad sudah menghentakan kakinya sekuat tenaga hingga kakinya kini sudah teracung ke atas sementara kepalanya masih dibawah. Indra lagi-lagi tersenyum lalu menarik tangan kanan Sarmad dan menghantamkannya ke tanah.‘Gggbbuukk’Terdengar suara benturan tubuh Sarmad menghantam tanah pesawahan yang sudah dilapisi jerami, Sarmad langsung meringis kesakitan. Tapi dia belum mengaku kalah, Sarmad segera memutarkan tubuhnya den
“Kau cukup hebat pendekar muda, kalau boleh tahu. Siapa namamu?” tanya Tara sambil membuat salam khas pendekar.“Nama saya Indra, kisanak juga kelihatannya pendekar tua yang hebat. Kalau boleh tahu siapa nama kisanak?” jawab Indra sambil tersenyum.“Namaku Tara, sayangnya aku tidak seperti Kusna dan Sarmad. Aku sudah cukup tua untuk mudah terpancing emosi,” tukas Tara sambil mulai memasang kuda-kuda.“Sayang sekali, kelihatannya akan sangat merepotkan,” kata Indra yang juga mulai memasang kuda-kuda khas perguruan Dharmabuana. Kali ini dia sadar tidak akan mudah mengalahkan lawannya, terlebih Tara memang terlihat lebih kuat dari Kusna dan Sarmad.Tara langsung maju dengan tinju tangan kanannya, Indra juga melakukan hal yang sama. Benturan dua tinju pendekar itu terdengar keras pertanda tangan mereka dialiri oleh tenaga dalam. Tatapan mereka beradu seolah
Semua orang di tempat itu tersentak kaget karena sang putri yang memakai pakaian mewah itu kini berdiri di tengah arena bersama dengan Indra. Tatapan Mira dengan tajam menatap Indra yang berdiri di depannya.“Di mana pendekar terakhirnya nona?” tanya Indra sambil tersenyum.“Kau sudah melihatnya sendiri sekarang,” jawab Mira dengan dingin.“Maksudnya? Ah jangan bilang kalau dia berbuat curang dengan menggunakan aji halimunan,” kata Indra sambil berjalan.“Tidak akan ada yang melanggar peraturan di sini, aku pendekar terakhir yang akan kau lawan!” tegas Mira sambil bertolak pinggang.“Tunggu sebentar nona, saya bingung. Jika nona pendekar terakhirnya, lalu siapa yang akan saya nikahi nanti?” tanya Indra dengan serius.“Kau tidak akan menikahi siapapun!” bentak Mira sambil melepas pakaian m