Share

SAAT AKU MULAI LELAH.

Satu tahun berlalu tanpa ada kabar dari Mama.

Aku mulai merasakan seperti di buang. Ada rasa sesal terkadang datang, andai dulu aku tetap bersama Kakekku.

Tiba-tiba rasa rindu menyapa, aku menangis mengingat wajah mereka berdua. Kelembutan Kakek yang masih terasa meski jarak telah begitu jauhnya membuatku meneteskan air mata.

Adik kecilku menghampiri, menggelayut pada pundakku. Aku menarik badannya ke dalam pelukanku. Air mata tumpah, tangisku pecah.

Anak sekecil ini sudah harus merasakan sulitnya hidup. Aku gendong hingga Dia terlelap. Di atas tempat tidur, aku meletakkan tubuh kecilnya dan kami tidur bersama.

Pagi ini, kami berdua sudah selesai mandi. Aku sudah siap menggendongnya untuk pergi ke Sekolah.

Di tengah pelajaran, terdengar suara tangis Adikku yang keras. Pagi tadi badannya memang terasa panas. Aku berlari ke ruang Guru untuk menenangkan Adikku. Ibu Guru yang biasa menemaninya sedang tak ada disana.

Tak lama kemudian, Bu Guru yang lain masuk ke ruangan.

"Adeknya kenapa, Ki?" Tanya Bu Guru.

Aku yang gagal menenangkan Adikku, jadi ikut menangis juga.

"Badannya panas, Bu," Jawabku pada Bu Guru yang sudah mengambilnya dari pangkuanku.

Rasanya ingin menangis saja, hatiku terasa sakit. Aku menoleh ke arah kelas dimana teman-temanku sedang melihat kearahku dari dalam. Kemudian aku menunduk dan menghapus air mataku.

"Kamu kembali ke kelas saja, biar Ibu yang jaga Adikmu," Suara Bu Guru yang tegas tapi lembut, terdengar dari mulut wanita separuh baya yang duduk di depanku. Aku mengangguk dan menitipkan adikku padanya.

Sampai di kelas, aku berjalan menunduk menuju tempat dudukku. Aku tau, beberapa mata mereka masih tertuju padaku.

Bulan demi bulan berlalu, Guru dan Kepala Sekolah tak pernah menyinggung tentang uang Sekolah. Hanya pernah bertanya tentang kabar Mama dan Papa, yang aku jawab tak ada kabarnya.

Ada kala ... rasanya aku ingin berhenti Sekolah, tapi, aku sangat suka belajar.

Bulan berikutnya, saat kami tiba di rumah setelah bekerja. Aku melihat Mama sedang mengobrol dengan perempuan tua itu.

"Mama!" Teriakku memanggilnya.

Aku berlari sambil menggendong Adikku yang terlihat senang melihat Mama pulang. Mama langsung meraihnya dalam gendongan, dan memelukku. 

"Maen dimana? dari siang baru pulang," perempuan tua itu bertanya seakan tidak tau.

Tanpa kata, aku menjawabnya menggunakan jari telunjukku yang ku arahkan asal-asalan.

Sebenarnya di Rumah ini bukan hanya ada kami bertiga. Anak dari Adiknya Papa juga ada. Salah satunya seumuran dan sekelas denganku di Sekolah. Hanya saja perlakuan yang mereka dapat berbeda dengan kami.

Mungkin karena Ibunya selalu memberinya uang. Berbeda dengan Papa yang hampir selalu tak punya Pekerjaan, dan hanya mengandalkan uang dari kerja Mama yang seringnya hampir tak pernah ada sisa setiap bulannya.

Aku duduk di samping Mamaku, mengambil cemilan yang Mama bawa dari Jakarta dan memasukan kemulutku.

"Enak ya, Ki. Nanti kalau Mamaku pulang, aku mau minta beliin itu juga sama Mama," ujar sepupu tiriku. Aku membalasnya dengan lirikan sinis. Tidak di sekolah, tidak di rumah. Aku tetap tidak menyukainya.

Mama tiduran di atas kasur saat aku masuk ke kamar. Adik kecilku tengah memeluknya.

Aku memilih duduk di kursi kayu dalam kamar, menunggu kata-kata apa yang akan terucap dari mulut Mama, 'Bukan kah, seharusnya Dia mengatakan sesuatu?' gumamku.

Beberapa menitpun berlalu, aku mulai jengah menunggu kata-kata yang tak kunjung terucap itu.

"Ma,"

Mama mengalihkan pandangannya ke arahku, "hmm?" jawabnya.

"Mama berapa lama disini?" 

"Kenapa?" Dia mengatakan itu sambil membalikkan badannya dan bangun. Dia duduk di sisi kasur dan menghadap kearahku.

"Kiki, gak betah disini, ya?" tanya Mama.

Aku menjawab dengan mengangguk pelan.

"Nanti Mama ke Sekolah dulu, untuk selesein tunggakan uang sekolahmu," Lanjutnya, "Setelah itu ... besok aja di omongin. Kita tidur dulu, yuk?" 

Sekali lagi aku mengangguk, kemudian berdiri dan naik ke tempat tidur.

Sayup-sayup aku mendengar suara orang ngobrol dari dapur.

Aku sendiri baru akan bangun dari tempat tidur. Aku berjalan pelan ke arah suara itu. 

Ada Mama dan perempuan tua itu di sana.

"Nah, akhirnya bangun," celetuk perempuan tua itu.

Dia menyodorkan segelas teh manis hangat kearahku. Kemudian terdengar suara Mama melarangnya.

"Jangan Mak, biar dia mandi dulu," 

"Jam berapa ini baru bangun, Ki? Bangun lebih pagi lagi, bantu Nenek di dapur. Masa Nenek yang harus buatin minuman buat kamu?!" omelnya.

Dalam hati aku menggerutu, entah sejak kapan perempuan tua itu membuatkan minuman untukku? Setiap pagi aku mengurus semuanya sendiri. Dasar munafik! 

Sikapnya itu membuatku semakin tak menyukainya. Entah apa yang sudah di katakan pada Mama. Aku hanya merasa Mama seperti berada di pihaknya. Tanpa berkata lagi, aku meninggalkan mereka berdua dan pergi ke kamar mandi.

Selesai mandi, Mama mengurus Adikku yang di bantu perempuan tua itu untuk pergi ke Sekolahku nanti. Aku memicingkan mataku melihat kearah mereka dengan sinis. Mual rasanya. Sepupu tiriku juga ada disana, mencoba menggoda Adikku untuk bercanda dengannya.

Aku melengos melewati mereka menuju kamar. Melempar handuk ke atas kasur sesampainya di dalam.

Mulutku monyong-monyong menirukan perkataan mereka yang sok manis di luar. Jijik!

Aku berada di koridor menuju kelas. Saat sekilas terlihat Mama menangis di kantor Kepala Sekolah. Dia menunduk sambil mendekap Adikku di atas pangkuannya. Aku penasaran, apa yang mereka bicarakan. Namun, Bel sudah berbunyi tadi dan aku harus segera masuk kelas.

Saat waktu pulang Sekolah. Mama dan Adikku tak ada lagi, "Sudah pulang duluan tadi," Kata Bu Guru yang berada disitu. Akupun langsung menuju pintu gerbang Sekolah dan pulang.

Di kamar, Mama menangis sambil melipat baju, memasukkannya ke dalam tas. Dia menyuruhku untuk makan semangkuk mie instan rebus lengkap dengan telurnya, yang sudah ada di dalam kamar.

"Abisin makanannya! biar susah begini, kalo cuma mie instan aja. Mama masih mampu beliin!"

Nada tinggi dengan suara keras, seperti sengaja dia lakukan agar seseorang bisa mendengarnya. Dengan bingung, aku mengambil mangkok itu dan langsung memakannya tanpa mengganti pakaianku dulu. Sesekali aku melirik kearah Mamaku yang masih menangis sambil melipat baju dan mengoceh. Aku tak berani bertanya.

Selesai makan, aku keluar kamar membawa mangkok kosong di tanganku. Secara kebetulan sepupu tiriku keluar juga dari kamar Neneknya. Membawa beberapa mangkok kosong dan baskom kecil di tangannya, Dan menyapa.

"Ehh, Kiki makan mie juga, ya? Aku juga, enak loh!"

Aku tak menghiraukannya, 'Dasar tukang pamer!' gumamku.

Aku sudah mengganti pakaianku, dan akan pergi ke rumah tetangga yang biasa mengajakku mencari sayuran untuk di jualnya.

"Kemana, Ki?!" 

Mama sudah berdiri di ambang pintu kamar, dengan gorden yang tersingkap di tangannya.

"Pulang Sekolah jangan keluyuran aja! Belajar, jagain Adiknya! Jangan maen terus!" 

Aku menghentikan langkahku. Masih bingung, 'Apaan, sih??' gerutuku. Akhirnya dengan malas aku menghampirinya dan masuk ke kamar.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status