Share

MELEKAT DALAM INGATAN, SAMPAI MATI

"Lagi ngapain, Lu?" Suara temanku menyapa sambil mencolek pundakku dari belakang.

"Nggak ada, bengong aja," Jawabku, "Mau kemana, Lu?" 

"Mau nyari makan gua, ikut gak, Lu? Kemaren malem gua pergi ama tamu gua. Makanan disitu enak-enak semua, Kiki!" Expresi gemas dia tunjukan sambil mengatakan itu. Belum sempat aku menjawab, kata-katanya sudah keluar lagi.

"Beneran ikh, hayukk! Kalo lu ikut, kita pergi kesana. Kalo lu gak mau, gua cari makan deket-deket sini aja," sambungnya. 

"Lah, kenapa harus gua ikut baru kesana??" 

"Ikh Lu, mah. Tempatnya lumayan jauh. Tapi seru tau! Pemandangannya bagus. Bisa sekalian cuci mata Lu, mah. Daripada Lu bengong-bengong gitu. Hayukk, Ki!" ucapnya penuh semangat.

"Yowes, ganti baju dulu," 

"Ho oh, gua tunggu depan, ya!"

Temanku yang satu itu, memang suka banget jalan keluar. Di kota manapun yang kami datangi, hampir semua tempat seru dan asik buat menikmati suasana dia tau. Berbeda dengan aku, yang memang lebih sering diam di rumah.

Setelah perjalanan lumayan jauh menggunakan motor, kami sampai pada sebuah tempat. Gapura yang kami lewati menuju tempat parkir kendaraan para tamu, terbuat dari semacam batu yang di ukir ala-ala candi. Hanya melihat itu dari photo, orang mungkin akan mengira kami sedang berada di Bali. Padahal kami tidak berada di Kota itu saat ini.

Dengan berjalan kaki, kami masuk ke area dalam restoran yang lumayan luas. Konsepnya out door dengan pemandangan alam sekitar. Ada kolam renang dengan tiga ukuran berbeda sesuai kebutuhan pelanggan. Disini, ternyata di perbolehkan menyewa kolam renangnya saja, tanpa harus makan di restorannya. Tentunya, ada batas waktu dan hari yang di tentukan oleh pihak pengelola.

Kami mengambil posisi tempat duduk yang sedikit ke dalam. Pemandangan terlihat lebih bagus disini, di banding dengan posisi lain.

Tak lama duduk, kami di hampiri seorang Pramusaji dengan beberapa menu yang dibawa. Dia seorang Perempuan muda berkulit kuning. Sekilas saat tersenyum, deretan behel menyembul dari mulutnya. 

Akhirnya kami menikmati makanan dan minuman setelah menunggu beberapa saat. Seperti yang temanku bilang, semuanya memang terasa enak. Pas sesuai harga dan tempatnya.

Selebihnya, aku hanya mendengarkan curhatannya tentang keluarga, kekasih, mantan, gebetan baru, juga cowok yang berusaha mendekatinya tapi dia tak suka.

Karena terlalu banyak yang dia ceritakan, aku sampai tak fokus lagi mendengarnya.

Sampai saat dia bercerita tentang bagaimana mantan suaminya dulu dengan kasar mencumbunya. Pikiranku langsung pergi ke masa dimana hal itu pernah terjadi padaku. Bedanya, aku tidak mengenal orang itu.

Waktu itu, umurku baru sepuluh tahun.

Setelah lepas dari perjuangan berat, untuk bertahan hidup dengan Adikku di Kampung Papa. Mama membawa kami saat kembali ke Jakarta.

Di Jakarta, kehidupanku hampir tak jauh beda dengan saat di Kampung Papa dulu.

Aku masih harus mengurus Adikku, memasak, mencuci baju dan lain-lain. Bedanya, aku tidak membawa serta Adikku saat Sekolah pada siang harinya.

Semakin kesini, sikap Papa padaku juga semakin parah. Dari pertama bertemu, kami memang tidak dekat seperti selayaknya. Dia seperti tidak menganggapku anak, Tapi, setidaknya itu tidak terlalu menggangguku. Tidak seperti kemudian, dimana dia bukan hanya tidak menganggapku anak, tapi juga menganggapku sebagai perempuan dewasa.

Apalagi, Mama tak pernah ada di rumah hingga malam. Papa tiriku itu, sering kali memaksaku untuk melihat gambar-gambar porno koleksinya. Memaksaku menonton video porno dengannya. Bahkan Dia juga mengarang cerita, bahwa aku tertidur dan bermimpi, sambil mengucapkan kata ingin disetubuhi. Ingin memegang perangkat lunak milik lelaki, yang besar dan panjang. Hal itu dia ceritakan juga pada Mama, di hari dimana aku memergokinya, ketika dia ingin melakukan hal kurang ajar padaku. Mama hanya tertawa.

Dari mulai bangun tidur, aku sudah membersihkan rumah dan menyiapkan minuman dan makanan untuk kami semua. Jam 12 siang adalah waktuku Sekolah. Aku sudah siap sejak jam 11:30. Pulang Sekolah tentu saja sudah hampir malam. Saat hari libur, jam sekolah di ganti dengan mencuci baju dan setrika, tentu saja semua pekerjaan aku lakukan bersamaan dengan menjaga Adikku.

Aku tidak punya waktu untuk tidur siang. Bisanya dia mengarang cerita seperti itu! Bahkan kejadian yang sebenarnya saat itu terjadi, aku sedang menyetrika pakaian. Adikku tidur dengan pulasnya di atas kasur.

Dia memelukku dari belakang dan langsung meremas dadaku. Aku melepas pelukannya dan mendorongnya menjauh. Lalu, dia cengengesan dan meninggalkanku. Itu yang pertama kali. Setelah itu masih ada yang kedua dan berikutnya. Hingga yang terparah dan hampir menghilangkan kehormatanku.

Aku takut untuk berada di rumah lagi. Banyak upaya aku lakukan untuk menghindarinya. Salah satunya dengan tinggal di rumah tetangga sampai waktu Mama pulang kerja. Alhasil kerjaan di rumah ada yang tak bisa ku selesaikan seperti sebelumnya. Hal itu membuat Mama marah dan mengomel panjang lebar hampir setiap hari. 

"Ma, aku tinggal sama Mbah aja, ya?" 

Suatu hari aku memberanikan diri untuk bicara.

"Ngapain kamu disana?? Nanti jadi ikutan kapir!" jawabnya.

Mama dan keluargaku yang lain memang beda keyakinan. Sedangkan keyakinanku sama dengan keluargaku yang lain sejak kecil dulu. Mama pindah keyakinan setelah menikah dengan suaminya yang sekarang. Sejak itu, dia seperti menempatkan tembok pembatas antara dirinya dan keluarganya. Meski sesekali datang, tapi tujuan utamanya hanyalah uang. Dia bahkan tidak mau menyentuh makanan atau minuman yang di sediakan keluarganya.

Hari itu aku masih menurut. Meski seperti tak punya harapan lagi, aku tetap tinggal bersamanya. Hingga hal buruk itu terjadi lagi.

Aku mencoba melepaskan diri dari dekapan orang yang tak pantas ku panggil 'Papa' itu. Aku melempar barang-barang yang ada di dekatku ke arahnya saat berhasil lepas. Adikku yang ada disitu juga, menangis kencang melihat kami berkelahi. Sayangnya, tetangga dekat kami sedang tak ada di rumah.

Aku berhasil lari keluar rumah setelah menarik Adikku. Menitipkannya pada tetanggaku yang lain. Kemudian, aku pergi ke jalan tak punya tujuan.

Langkahku terhenti saat aku kelelahan. Aku tak tau berada dimana aku saat itu. Dipinggir jalan, aku duduk menatap kosong ke arah bendungan air. 

Seorang Pria setengah baya menghampiriku, menawarkan sebotol minuman yang dia bawa. Karena aku memang terlalu haus setelah jauh berjalan, akupun menerima botol itu.

Saat itu entah bagaimana, aku menurut saja padanya. Dengan sepeda ontel, dia memboncengku ke tempat yang aku tak tau. Hingga pada area persawahan yang sudah di panen, tak jauh dari pemukiman penduduk. 

Pada aliran sungai kecil, di balik tumpukan batako yang baru di buat. Dia berhenti, menyuruhku turun dan mandi di aliran air sungai itu. Aku menolak. Saat itu sudah sangat gelap, udara di situ juga sangat dingin.

"Yaudah, kamu tunggu. Saya mau kencing dulu," ucapnya. Aku mengangguk dan membalikan badanku agar tak melihatnya buang hajat.

Namun, yang terjadi. Dia mendekapku dari belakang dan dengan napsunya mencium wajahku. Aku sempat melihat, Dia bahkan tak memakai celananya lagi.

Aku mencoba untuk melawannya, sekali aku berteriak saat ada kesempatan. Sebelum kemudian dia membekap mulutku dan memukulku hingga jatuh, dan membekapku lagi.

Dia membuka paksa celana yang ku pakai saat itu, dan melemparnya entah kemana. Dengan satu tangan yang masih menekan kuat mulutku agar tak bisa teriak. Dia memaksakan perangkat lunaknya untuk memasuki area intimku.

Rasa nyeri yang teramat sangat, membuatku teriak dan menangis dalam bekapan telapak tangannya. Aku memukulnya membabi buta dengan kedua tangan. Kemudian tangannya yang satu mengambil tanganku dan menyatukan kedua tanganku ke atas kepala dan di tekannya. Aku menangis sekeras yang ku bisa. Hingga ... terdengar suara orang dari kejauhan.

"Hei! Siapa itu?!" ucap orang yang tak terlihat.

Suara itu menghentikan perbuatan bejatnya. Dengan tergesa-gesa dia memakai celana dan langsung mendorong sepeda ontelnya, bersamaan dengan suaraku berteriak.

Tak jauh dari tempatku terbaring, suara langkah kaki mendekat terdengar olehku yang masih menangis. 

"Ehh itu orangnya. Maling, maling!" suara seseorang berteriak dan kemudian mengejar.

"Astagfirullah Hallajim!" suara lain yang sempat terdengar olehku, sebelum aku tak sadarkan diri.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status