“Dasar, gembel ini!“ Dia membuka ritsleting celana sekolahnya.
Samar-samar mataku memandang apa yang akan dia lakukan. Tanganku mengepal, siap menerima perlakuan yang dilakukan. Kenapa aku selalu sial, padahal aku tidak melakukan kesalahan apa pun. Hanya karena aku seorang anak yatim piatu mereka menindasku, bahkan mereka yang melihatku tidak membantu. Rasa hangat dari pipis yang dia siramkan padaku serasa membakar diriku, aku hanya bisa mengeram. Akan tetapi, bau dari pipis seorang perokok dan kurang minum ini yang benar-benar membuatku muntah. Bahkan mereka tidak membiarkanku menyelesaikan muntah. Satu dari mereka menerjang tubuhku dengan kuat. “Ugh ....” Aku mengerang kuat, kepalaku berputar-putar, tanpa sadar air mataku mengalir. “Hei, kau gembel! Seharusnya bersyukur dengan anugerah yang kuberikan ini.” Dia tertawa kejam. Plak! Kepalaku ditampar oleh dia lagi. Aku semakin tertunduk. “Kalau kau memohon pada kami, kami mungkin akan membebaskanmu.” Mereka berdua tertawa. Aku tidak mungkin memohon maaf dengan menjilati sepatu mereka—kedua sampah ini. Bahkan kata maaf dariku saja tidak pantas untuk mereka. “A-aku tidak mau.”Dia menatap tajam, seolah kedua bola matanya akan keluar. Bibirnya membentuk sudut yang mengerikan. “Dasar, gembel busuk! Mati!”“Mati! Mati kau!”Aku melindungi tubuhku yang diinjak-injak oleh mereka. Kalau begini, aku bisa benar-benar mati. Tubuhku lunglai, napasku berat dan suara pun tidak bisa keluar. Dengan penglihatan samar, aku pun terjatuh dan semuanya menjadi gelap. Hanya terdengar suara-suara pelan dari mereka yang mempertanyakan apakah aku sudah mati?**
Katanya, akan ada kehidupan setelah kematian. Kehidupan yang mungkin saja baik atau mungkin saja buruk untukmu. Saat aku membuka mataku untuk kali pertama, aku berpikir kehidupan baik yang akan mulai terjadi padaku.
Mungkin ini mimpi? Tidak. Minuman yang kupegang ini terasa dingin dan nyata. Bagaimana bisa senyata ini? Aku ingat, terakhir kali ketika mataku masih terbuka, aku sedang mereka pukuli dengan brutal. Aku meremas gelas tanpa sadar dan gelas itu pecah. Aku tersadar kembali. Ini nyata. Lihat apa yang telah kuperbuat ini? “Di mana aku? Apa ini surga?”Tepat saat aku mengucapkan itu, seorang pelayanan tua dengan gaya yang sangat klasik masuk. Mukanya terlihat bingung saat memperhatikanku.Namun, seharusnya yang bingung di sini adalah aku. Apa mereka menculikku? “Ada apa, Tuan Muda?” tanyanya sedikit ragu. Ah, tuan muda. Aku memang hidup kaya dulu, punya pelayan, tetapi tidak satu pun dari mereka memanggilku tuan muda. Tunggu! Bahasa apa ini? Ini bahasa yang sangat baru kudengar. Dan ... dan hebatnya lagi aku memahaminya. Aku mulai takut dengan kewarasanku sendiri. Apa karena benturan di kepalaku, aku menjadi sedikit gila?“Aku di mana?” Aku dengan ragu bertanya. Ah, aku bisa berbicara bahasa yang sama. Secara spontan aku memegang mulutku.Wajah pelayanan itu masih terlihat kebingungan.“Anda ada di ruangan Anda, Tuan Muda.”Aku lebih bingung dari sebelumnya. Seumur hidupku, aku tidak punya ruangan seklasik ini. Sungguh interior yang bisa membuat kagum, kuno dan elegan. Aku melirik ke mana-mana, tepat di sudut kiri bawahku, aku melihat bayangan terpantul. Wajah siapa ini!? Aku memegang wajahku dengan kasar. Ini sungguh aku? Bagaimana bisa kulitku semulus ini? Rambut berwarna blonde, bibir tebal yang sexy, serta rahang yang tajam. Sorot mata ini, aku tidak punya. Ini sorot mata seorang predator. Aku menelan ludah. “Bisa kau ambilkan cermin?”Aku ingin memastikan lagi. Namun, semua keraguan tadi adalah kenyataan. Ini adalah aku dengan wajah yang tidak kukenal.“A-ku ... siapa aku?!” teriakku. Pelayanan itu dengan panik melihatku yang histeris. Dia memanggil bantuan dengan tergesa-gesa.**
Akion Naal Sanktessy. Itu namaku. Seorang anak kedua dari Baron Sanktessy, yang tinggal di wilayah penuh dengan hutan kegelapan. Dikenal sebagai swordmaster termuda, mendapatkan gelar itu pada umur enam belas tahun—orang yang ditakuti. Nama lainnya adalah monster dari wilayah tandus, dengan tatapannya yang dingin, orang-orang bisa langsung pingsan“Bagaimana dengan anakku?” Lelaki dengan wajah tegang itu pasti ayah dari Akion. Dia bertanya pada sosok berbaju hitam yang tadi mengobatiku. “Kondisi Tuan Muda baik-baik saja. Hanya saja, sepertinya dia sedikit mengalami hilang ingatan.”Dia menelan ludah dan memegang kedua pundakku secepat mungkin. “Bagaimana bisa?”“Apa kau ingat ini Ayah?”“Ayah?” “Oh, tidak! Sialan!” makinya dengan raut wajah kecewa. “Bastian, tolong antarkan Tuan Penyihir pulang. Dan, kau tahu apa yang harus diperbuat, ‘kan?”Pelayanan tua yang dipanggil Bastian itu mengangguk. “Jangan sampai informasi ini bocor ke kekaisaran.”“Baik, Tuan.” Bastian pamit untuk mengantar Tuan Penyihir. Setelah hanya kami berdua yang tinggal, wajah ayahku berubah menjadi wajah penuh frustrasi. “Aku akan menghancurkan cermin sialan itu,” omelnya, “karena dia jatuh menimpamu, kau kehilangan ingatan!”“Bagaimana nasib kita?”“Ah, apa kita kirim saja Harzem? Ah, tidak, tidak, Harzem itu bodoh.”“Renia itu perempuan.” Dia mengoceh sendiri. Matanya melirik padaku, rasa frustrasinya meluap. “Ayah akan memikirkannya. Kau tenanglah di sini. “ Dia menatap dalam mataku kembali. “Jika butuh apa pun, panggil saja Bastian.”Ayah Akion tersenyum kaku. Kemudian, pergi ke luar meninggalkanku dengan sejuta tanda tanya.BERSAMBUNG•••
Aku sudah paham.Mungkin ini yang disebut isekai. Aku ini murid SMA kelas dua biasa, seorang yatim piatu baru yang ditipu oleh pamannya sendiri. Alih-alih berperan sebagai wali, dia malah mengambil semua hartaku. Kemudian, anaknya yang sama sampah seperti dirinya, menindasku di sekolah.Dia yang menyebabkan aku mati.Leon Wijayah, namaku sebelumnya saat di bumi. Berbeda dengan namaku yang terkesan kuat dan berani, aku hanyalah anak dengan tubuh lemah, dan kurus. Membuat mereka gampang sekali menyiksakuLantas saat ini, aku masuk ke tubuh seorang anak yang sama denganku, umurnya tujuh belas tahun. Dia tertimpa cermin peninggalan leluhurnya, saat benda itu akan dipindahkan.Nama cermin itu Mirror of Dope.Akion sudah dikenal sebagai ahli pedang jenius, seorang swordmaster termuda di seluruh benua. Walaupun wajahnya terlihat kejam, tetapi tidak bisa kupungkiri kalau wajah ini seratus kali lebih tampan dariku di bum
Setelah menemui kesatriaku, aku berjalan ke Taman Baron. Taman yang tidak begitu mewah sesuai yang kupikirkan.Mana mungkin mewah, jika mereka saja sering kali kekurangan. Akan tetapi, Taman Baron cukup hidup.Di tepi danau, aku melihat Renia sedang berpiknik dengan pelayannya.Renia adalah anak bungsu Baron, dan adiknya Akion. Umurnya delapan tahun, mempunyai rambut pendek berwarna sama seperti Akion dan mata berwarna emas yang selalu membuatku kagum akan rupa keluarga ini.Adik atau saudara, aku tidak punya sebelumnya. Yang kupunya hanyalah sepupu brengsek yang ingin kubunuh.Dengan seluruh hatiku, kehadiran Renia membuatku senang.“Renia.” Aku tersenyum lebar pada Renia.Dia bergidik ngeri sendiri.Akion selalu sibuk untuk belajar, berlatih dan berburu monster. Sehingga Renia tidak dekat dengan Akion, dia cenderung takut pada kakaknya itu.Ya, seperti yang ada diingatank
“Tuan Muda Akion, kenapa Anda tidur di sini?”Saat aku membuka mataku, cahaya matahari langsung menyerang retinaku dan membuat buta sesaat. Setelah aku terbiasa, aku sadar Bastian menyelimuti. wajahnya penuh dengan rasa khawatir.“Aku hanya tertidur saat mencari angin semalam.”Wajahnya belum berubah.Aku berdiri dari kursi yang kududuki. Selimut yang sebelumnya dia selimutkan padaku, kuberikan dengan sesopan mungkin. Mungkin kasta di sini bisa saja membuatku bertindak sesukanya, tetapi itu bukan aku.“Tolong, siapkan air mandi untukku, Bastian.”Sekarang, aku harus menjalani hidup sebagai Akion. Tidak perlu banyak berpikir ten
“Boleh aku tambah, Tuan? ”Agnes langsung menyenggol lengan anak laki-laki itu, wajah Agnes terlihat khawatir. Mungkin, sudah sering kali mereka mengalami penolakan.“Silakan! Tambah semau kalian.”Aku memanggil pelayan untuk menambah pesanan.Sejujurnya, makanan di tempat ini sangat tidak enak. Roti yang mereka sajikan keras, tidak berasa, dan sup yang mereka sajikan lebih terasa seperti air bercampur garam saja.Mengingat tempat miskin seperti ini, ini sudah menjadi makanan yang cukup mewah. Sebagai penguasa wilayah, aku sadar betapa menyedihkannya.“Tanganmu kenapa bisa terluka?”
Aku meminta Hayd dan Levian untuk mengumpulkan semua penduduk Aurus. Hanya dengan memberi mereka persediaan makanan untuk sebulan ke depan tidak menyelesaikan masalah ini.Mereka akan kelaparan lagi, dan wilayah ini akan tetap tertinggal. Mereka membutuhkan cara untuk mempertahankan diri sendiri.Seperti kata Alexander Graham Bell, “Sebelum apapun, persiapan adalah kunci menuju kesuksesan.”Levian mengangguk saat melihatku. Sepertinya mereka semua sudah berkumpul di sini.Aku keluar dengan badan tegap, dan tanpa ragu. Saat ini, mereka membutuhkan pemimpin yang terlihat kuat dan mengetahui jalan keluarnya.Aku melihat wajah mereka yang penuh harap, wajah yang juga penuh khawatir akan nasib mereka.“Aku adalah Akion Naal Sanktessy, putra kedua dari Baron Eihns Naal Sanktessy. Aku diperintahkan oleh ayahku untuk membantu wilayah Aurus dan menyelesaikan masalah di sini.”Mereka memandangku tidak perca
Aku menyantap makan siangku dengan tenang. Ketenangan ini bahkan tidak kudapatkan beberapa hari belakangan ini. Aku menyelesaikan semuanya, orang-orang datang keluar masuk rumah ini. Lalu pikiranku yang terus bekerja mendapatkan bawahan yang loyal adalah sebuah keberuntungan.Wine hasil korupsi ini, pun, masih tetap enak dinikmati, walaupun si koruptor telah mati. Untuk mereka yang berani menyerang wilayahku akan kupastikan mereka akan mendapatkan balasannya.Akion terlalu kaku, sedangkan pikiranku tidak. Beruntung rasanya berada di tubuh Akion dengan kapasitas otakku. Mungkin, sekarang mereka sedang sibuk membuat apa yang kudesain. Aku memutar-mutar gelas wine sambil mengingat kejadian kemarin.“Kita akan bertani dengan air!”Wajah mereka tampak tak percaya. Mereka bahkan mengiraku sebagai orang gila. “Tanaman hanya dengan air ... apa kau gila? Pasti tanaman itu akan membusuk!”“Apa k
Besok adalah perjalanaku ke Invit.Di ingatan Akion, Ivnit adalah wilayah yang bagus. Akan tetapi, Count Ivnit adalah orang yang sangat menyebalkan. Itu hal yang paling membuatku malas untuk ke sana.Akion itu patuh pada perintah, dia terlalu kaku akan hukum-hukum kekaisaran. Walaupun dia ingin menyerang pamannya, tidak akan dia lakukan jika dia tidak diserang terlebih dahulu atau atas dasar perintah kaisar. Pikirannya masih murni, takut rakyatnya kenapa-kenapa karena ulahnya.Sehingga Akion sering kali menempatkan dirinya sendiri sebagai tameng.Makanya, Akion membiarkan apa pun yang pamannya perbuat. Karena menganggap status Count lebih tinggi dari Baron.Perjalanan ke Ivnit lebih lama dari pada saat kami ke Aurus, memakan waktu dua minggu. Aku harus melewati hutan kegelapan yang penuh monster dan melewati Gunung Berk yang sudah lama tidak diinjak oleh keturunan Sanktessy.Sudah berapa ratus tahun Gunung
Levian menangkap kelinci monster sebelum aku terbangun, dia membuatnya menjadi sup dengan bahan seadanya.Cuaca dingin yang menusuk, memang yang terbaik adalah sup hangat.Dia memberikanku semangkuk penuh sup monster kelinci itu, anehnya aku memakan tanpa beban. Berbeda saat di bumi dahulu, kelinci biasa saja aku menolaknya untuk makan.Aku menyuap sesendok penuh daging monster kelinci itu, empuk dan berlemak, tetapi sedikit alot juga.“Masakan yang enak, Levian,”Bagiku ini adalah kali pertama aku mencoba masakan Levian.“Ini adalah masakan sederhana, Tuan Akion. Siapa pun bisa membuatnya." Dia tersipu, tetapi bersembunyi dengan membelakangiku.Sungguh pengikut yang pengertian. Kali ini, dia memasak dibandingkan memberiku roti lapis, pasti karena memikirkan udara yang sangat dingin.“Kau hanya merendah, Levian. Jika aku yang memasaknya, maka akan kupastikan itu gosong dengan sempurna.”Dia