Aku menyantap makan siangku dengan tenang. Ketenangan ini bahkan tidak kudapatkan beberapa hari belakangan ini. Aku menyelesaikan semuanya, orang-orang datang keluar masuk rumah ini. Lalu pikiranku yang terus bekerja mendapatkan bawahan yang loyal adalah sebuah keberuntungan.
Wine hasil korupsi ini, pun, masih tetap enak dinikmati, walaupun si koruptor telah mati. Untuk mereka yang berani menyerang wilayahku akan kupastikan mereka akan mendapatkan balasannya.
Akion terlalu kaku, sedangkan pikiranku tidak. Beruntung rasanya berada di tubuh Akion dengan kapasitas otakku. Mungkin, sekarang mereka sedang sibuk membuat apa yang kudesain. Aku memutar-mutar gelas wine sambil mengingat kejadian kemarin.
“Kita akan bertani dengan air!”
Wajah mereka tampak tak percaya. Mereka bahkan mengiraku sebagai orang gila. “Tanaman hanya dengan air ... apa kau gila? Pasti tanaman itu akan membusuk!”
“Apa kau pikir ini hanya bunga teratai?” Ya, mungkin seperti itulah jalan pikiran mereka.Tetapi, aku membalasnya dengan menyeringai. Mereka tampak waspada, ada rasa ragu tapi patuh pada penguasa diri mereka.
Wajar saja mereka ragu karena teknologi ini ada di bumi. Sepengetahuanku, mereka ini hidup seperti abad ke enam belas di Bumi. Teknologi mereka tertinggal karena terlalu mengandalkan sihir. Apa -apa semua dengan sihir.
Aku ingin sihir dan teknologi berkembang. Sihir itu mempergampang sesuatu. Memanfaatkannya dengan baik akan membuat hidup jauh lebih mudah jutaan kali.
“Yang terpenting bagi tanaman adalah unsur haranya,” ucapku.
Ekspresi mereka berubah, sebagian mengangguk. Itu pengetahuan dasar bagi petani, tidak ada unsur hara, maka tanaman akan susah untuk tumbuh.
“Dan lebih penting lagi adalah air, bukan?” tanyaku meminta pendapat mereka.
Air adalah pelarut dari unsur hara untuk tanaman agar bisa menyerapnya dengan baik.
“Maka dari itu, kita akan menanam menggunakan air. Jika melakukannya dengan benar, maka tanaman tidak akan membusuk. Oh, ya, bisakah kalian melihat desain yang kugambar?”
Aku memandang mereka dengan penuh keyakinan. Mereka membuka lembar per lembar dengan cepat seakan tidak percaya, lalu memperhatikannya lagi lekat-lekat hingga lama.
“Ini luar biasa. Pemikiran baru!” ucap salah satu pria. Sepertinya pria itu bernama George, dia adalah ketua para petani di sini. Responnya tentu membuatku senang.
“George, ini memang hal yang menakjubkan. Kita bisa menanam tanpa tanah. Ya, tanah di sini sangat tandus!” Pria di sampingnya menepuk pundak George kuat.
Pembicaraan mereka semakin kuat dan ramai. Lima orang itu sibuk berdiskusi sendiri tanpa mengingatku. Aku membiarkannya, kuanggap ini adalah semangat juang mereka yang akan menyanggupi keinginanku. Aku akan membuat hidroponik yang sangat luas dan maju agar wilayahku tidak tertinggal.
Lalu para penguasa itu akan iri dan bergerak kembali.
“Ah! “ George sepertinya tersadar bahwa aku sedang memperhatikan mereka. “Maafkan saya, Tuanku. Aku hanya terlalu kagum dengan konsep ini. Kita bisa menghasilkan jutaan hasil pertanian hanya dengan ini!"
Aku mengangguk.
“Ini adalah penemuan baru yang ditemukan oleh penguasa kita! Seorang jenius!” Mata George berbinar, dia kagum padaku.
Aku malu dengan pujiannya, karena bukan aku penemu sebenarnya. Maafkan aku, William Frederick Gericke, sang penemu metode hidroponik. Bahkan, semua yang ada di ruangan itu berubah menjadi sangat mengagumiku.“Tuan kita ini seorang swordmaster dan jenius dalam banyak hal. Hidup Tuan muda Akion Naal Sanktessy!”
“Hidup Tuan muda Akio Naal Sanktessy!”
Semua yang ada di ruangan itu berteriak sambil bertepuk tangan. Ada rasa tidak nyaman merayapi punggungku. Aku hanya bisa menerimanya dengan perasaan tidak nyaman itu.
**“ Tuan Akion, untuk pasukan keamanan yang baru, aku sudah menyaringnya dan melatih fisik mereka.” Levian melaporkan pekerjaannya. Aku tetap sibuk mengayunkan pedang kayu ditanganku.
“Kebanyakan dari mereka masih remaja,” lanjut Levian.
“Bagus! Latih fisik mereka lebih keras lagi.”
Muda adalah anugerah. Saat kau muda, apaan pun bisa menjadi mungkin. Kemampuan fisik mereka pun demikian, mereka akan terus meningkat melampaui pikiran mereka.
"Saya sudah mengirim surat ke Melian, Tuan Akion.”
Aku melihat Levian terlihat ragu dari tebasan pedangku yang berayun cepat. “Ada apa?”
“Ada surat dari Tuan Einsh.”
Aku berhenti mengayunkan pedang, kulihat Levian lurus dan kuulurkan tanganku. Surat itu Levian berikan dengan baik, segel masih rapi. Ada gambar hutan kegelapan di atasnya lambang keluarga yang tidak terlalu baik.
Hutan kegelapan lebih cenderung negatif. Bukankah simbol ini seperti mengejek?
Aku mengangkat kedua bahuku tanpa sadar. Kubuka surat itu dan langsung membacanya.
Tahun 1674, bulan Zeus 12
Akion, anakku. Ayah ingin menyampaikan pesan terdesak untukmu.
Ayah mendapatkan surat dari Count Invit, pamanmu, beberapa hari yang lalu. Dia meminta pelunasan hutang. Ayah harap kau mau ke tempat pamanmu. Jarak Aurus dan wilayah pamanmu sangat dekat. Tolong sampaikan bahwa kita meminta tambahan waktu untuk melunasi hutang kita.
Maafkan Ayahmu ini, Akion. Mintalah waktu sampai Harzem kembali.
Salam dari Ayahmu, Baron Einsh Naal Sanktessy.
Aku menyentuh keningku tanpa sadar, napas panjang keluar dari mulutku, memang wilayah yang sangat menderita. Dalam ingatanku, Count Ivnit adalah orang yang congkak dan rakus. Apa yang dilakukan sering kali diluar batas nalar manusia. Bukankah, bahaya kalau pamannya membuat Akion menjadi bawahannya? Aku sungguh tidak mau.
“Tuan muda, apa Anda baik-baik saja?”
Aku melirik secepat peluru pada Levian, raut wajahnya khawatir.
“Kita harus pergi ke wilayah Ivnit dua hari lagi,” ucapku.
Levian mengangguk dengan tenang. Aku berjalan melewatinya dengan kesal yang tertahan.
“Menyebalkan.” Aku setengah berbisik. Namun telinga tajam seorang prajurit seperti Levian, mampu mendengarnya dan itulah yang membuat ekspresinya berubah sedetik.
Akion tidak akan berkata demikian.
**
Aku membuka seluruh bajuku dan masuk ke bak mandi yang sudah disiapkan air hangat dengan wangi segar campuran pinus dan lemon. Dalam bak mandi, pikiranku yang berat terus terkikis, seperti meleleh terkena air hangat ini. Menjadi orang kuat ternyata tidak mudah. Menjadi pemimpin pun juga.
Wajar saat aku di Indonesia banyak sekali orang yang telah menjadi pemimpin terlihat lebih tua dengan rambut yang lebih memutih.
“Ah, sudahlah.” Aku menenggelamkan seluruh tubuhku ke bak mandi. Berharap merasakan ketenangan. Setelah selesai mandi, dengan menggunakan baju mandi aku berbaring di kasurku. Aku merunut semua tugas, dan membayangkan perjalanan ke wilayah Invit nanti.
Ogre.
Aku pasti akan sering melawan monster itu. Aku hanya pernah melihatnya di televisi dan komik. Sedikit rasa penasaran mengelabui pikiranku dengan cepat, membuatku sedikit bersemangat. Lalu aku ingat tentang kata-kata hukum rimba. Aku tertawa, menertawakan semua ironi ini. “Hukum rimba sialan!” kesalku.
BERSAMBUNG ••••
Besok adalah perjalanaku ke Invit.Di ingatan Akion, Ivnit adalah wilayah yang bagus. Akan tetapi, Count Ivnit adalah orang yang sangat menyebalkan. Itu hal yang paling membuatku malas untuk ke sana.Akion itu patuh pada perintah, dia terlalu kaku akan hukum-hukum kekaisaran. Walaupun dia ingin menyerang pamannya, tidak akan dia lakukan jika dia tidak diserang terlebih dahulu atau atas dasar perintah kaisar. Pikirannya masih murni, takut rakyatnya kenapa-kenapa karena ulahnya.Sehingga Akion sering kali menempatkan dirinya sendiri sebagai tameng.Makanya, Akion membiarkan apa pun yang pamannya perbuat. Karena menganggap status Count lebih tinggi dari Baron.Perjalanan ke Ivnit lebih lama dari pada saat kami ke Aurus, memakan waktu dua minggu. Aku harus melewati hutan kegelapan yang penuh monster dan melewati Gunung Berk yang sudah lama tidak diinjak oleh keturunan Sanktessy.Sudah berapa ratus tahun Gunung
Levian menangkap kelinci monster sebelum aku terbangun, dia membuatnya menjadi sup dengan bahan seadanya.Cuaca dingin yang menusuk, memang yang terbaik adalah sup hangat.Dia memberikanku semangkuk penuh sup monster kelinci itu, anehnya aku memakan tanpa beban. Berbeda saat di bumi dahulu, kelinci biasa saja aku menolaknya untuk makan.Aku menyuap sesendok penuh daging monster kelinci itu, empuk dan berlemak, tetapi sedikit alot juga.“Masakan yang enak, Levian,”Bagiku ini adalah kali pertama aku mencoba masakan Levian.“Ini adalah masakan sederhana, Tuan Akion. Siapa pun bisa membuatnya." Dia tersipu, tetapi bersembunyi dengan membelakangiku.Sungguh pengikut yang pengertian. Kali ini, dia memasak dibandingkan memberiku roti lapis, pasti karena memikirkan udara yang sangat dingin.“Kau hanya merendah, Levian. Jika aku yang memasaknya, maka akan kupastikan itu gosong dengan sempurna.”Dia
“Siapa Tuan yang di sampingmu, Tuan Akion?”“Dia pengawal kepercayaanku,”“Jika begitu, tidak masalah jika aku menjelaskan di depannya juga, kah?”“Tentu."Levian, dia orang yang akan memilih mati daripada mengkhianatiku.Kami akhirnya duduk untuk menerima penjelasan panjang dari Tanka. Aku menyender pada pohon. Levian memilih untuk berdiri dan Tanka duduk di depanku yang terdapat batu besar.“Leluhur Anda, Caesar Naal Sanktessy meminta bantuan kepadaku,”Dia adalah seorang pemimpin yang bijaksana dan berkarisma. Di bawah pimpinannya, Sanktessy sangat berjaya. Itulah yang kubaca dari buku.“Empat ratus tahun yang lalu, dia tahu bahwa hutan ini menyembunyikan sesuatu yang luar biasa dan bahwa keluarganya mungkin dalam bahaya,”“Hutan ini adalah perantara bagi kekuatan yang mengerikan.”Aku menyimak dengan baik. Tem
Tanka merengek seperti anak kecil agar bisa ikut denganku. Rengekannya membuatku pusing. Bagaimana tidak, dia berteriak di telingaku meminta agar dia bisa ikut. “Ajak saja Tanka, Tuan Akion.” Wajah Tanka berubah senang, Levian membelanya. Wajahnya menggambarkan bahwa dia mendapatkan sekutu yang mendukung keinginannya. “Bukankah Tanka lebih baik tinggal di sini dan menjaga harta ini?” “Ayolah Tuan Akion, gunung Berk sendiri pun, tidak akan bisa dimasuki oleh sembarang orang.” Wajah Tanka cemberut. “Aku sudah terkurung di sini selama empat ratus tahun. Aku ka
“Tuan Akion, ada urusan apa ke sini?” Levian sedikit merasa terganggu dengan orang-orang berbaju putih yang memandangi kami dengan penasaran. “Bisakah kami ke perpustakaan kuil?” tanyaku lembut kepada seorang pendeta pria yang berpapasan dengan kami. “Y-ya, tentu ....” Dia sedikit terbata. Namun menjelaskan kepadaku dimana letak perpustakaan dengan baik. “Bolehkah saya tahu siapa Tuan?” tanyanya. “Aku Akion Naal Sanktessy.” Matanya sedikit membulat, dia terlihat kaget sebentar. Lalu menyentuh dahinya sedetik. “Maafkan saya jika bersikap lancang sebelumnya.“
Aku sedang memakan sarapanku di cafe terkenal, di Invit. Di Bumi dulu, anak muda suka sekali mengobrol dan menikmati waktu sambil untuk eksplorasi makanan. Aku pun juga sama, menikmati makan pagi dengan menu baru yang ada di Invit. Aku memesan menu bernama Atlantic cod fillet and poached lobster, dan itu sangat enak. Ikan yang lembut dan segar membuat mulutku begitu berair, dan lobster yang kaya rasa sungguh membuatku terbang. “Hmm ....” Tanpa sadar aku mengeluarkan suara karna saking enaknya. Tanka dan levian memperhatikanku yang tampak seperti bocah, “Apakah begitu enaknya, Tuan Akion?" Aku mengangguk. Selama datang di dunia ini, aku tidak pernah memakan hasil laut, hasil laut termasuk la
Aku tersenyum tipis akan tawaran itu, tapi aku belum menyetujuinya. Itu hanya ucapan terima kasih menurutku. Dan inilah namanya berbisnis. Kantong jubahku bergerak, aku tahu Tanka pasti terbangun sekarang. Pembicaraan ini lebih menarik. “Berikan aku setengah dari sahammu.” Aku tersenyum. Senyumanku disambut dengan wajah masam dari Verion. Ekspresi baru yang kulihat dari diwajahnya. “Ayah, itu terlalu berlebihan.” Verion berbisik di telinga kanan ayahnya, tapi ayahnya mengangkat tangan menghentikan semua perkataannya. “Baiklah. Jika anda bisa membawa anakku,. Aku melirik Verion.
Kami tidak mengambil banyak waktu untuk beristirahat. Setelah kami menyelesaikan sarapan, Marquis Kingston dikirim pulang oleh penyihir Madaf. Sebuah portal sihir yang cukup besar berada di desa ini, tampaknya ini semua adalah uang dari Marquis Kingston, sehingga orang-orang yang ada di sini menghormati dan melindunginya. Walaupun, ini desa kecil, tapi mereka tampak makmur. Portal sihir itu menggunakan tujuh buah batu Mana berukuran sebesar telapak tanganku, lalu Madaf merapalkan sihir. Sihir pertama telah dia rapalkan, lalu untuk kali keduanya dia merapalkan sihir lagi. Sihir itu menyatu seperti sebuah roda ya dan membuka portal. “Aku tidak akan melupakan jasamu. Untuk urusan p