Share

Gadis Penari Sang Presdir
Gadis Penari Sang Presdir
Penulis: juskelapa

1. Club Underground Khusus Dewasa

Ingatan Roy sedang meluncur ke tujuh tahun silam. Saat dia mendatangi rumah berdinding papan di pemukiman padat penduduk, dan melihat bocah perempuan duduk menampi beras di depan pintu. Rambutnya yang berwarna cokelat gelap terlihat kusut dan diikat asal.

Tak ada orang di sekitar sana yang melihat Roy memegang dagu gadis itu dan memandang wajahnya lekat-lekat. Bola mata berwarna hazel gadis itu menatapnya dengan tanpa rasa takut. Guratan wajah keturunan campuran, terlihat jelas dari rautnya.

“Om, siapa?” tanya gadis kecil itu, menyingkirkan tangan Roy dari dagunya, lalu kembali melanjutkan pekerjaan.

“Om?” tanya Roy. Dia tertawa kecil. Ternyata usianya yang menginjak 33 tahun sudah tampak seperti om-om di depan gadis itu. “Kamu sekolah kelas berapa?” tanya Roy, berjongkok di depan alat penampi beras. Tangan mungil di depannya bergerak dengan cekatan mencampakkan butir batu kecil ke tanah.

“Aku kelas enam SD. Sebentar lagi SMP. Dua belas tahun. Aku sudah remaja. Kenapa?” Gadis itu mengangkat pandangan dan menatap Roy. Bola mata hazelnya bertemu dengan bola mata abu-abu milik Roy.

Tak mengindahkan pertanyaan barusan, Roy mengusap kepala gadis itu. “Siapa namamu?” tanya Roy.

“Sahara,” jawab sang gadis.

Roy berdiri dari posisi berjongkoknya. Sahara? Nama gurun tandus? Roy melirik kulit wajah Sahara. Kulit yang bagus, tidak tandus seperti gurun. Nama yang kurang cocok, pikir Roy.

“Rara ...!” Seruan seorang wanita terdengar dari dalam rumah.

“Sebentar, Bu ...!” sahut Sahara. Jemarinya dengan cekatan menyeret beras yang sudah ditepikan kembali ke tengah penampi, lalu bangkit.

Tanpa mengindahkan Roy, Sahara memutar tubuhnya. Cepat-cepat Roy menangkap lengan gadis itu.

“Sahara, saya nggak mau jadi Om kamu. Saya bersedia menunggu lama, untuk melihat reaksi ayahmu nanti. Semoga si tua itu tak cepat-cepat menemukan satu anaknya yang tercecer,” ucap Roy, menatap Sahara dengan netra yang tersirat amarah.

Sahara tak mengatakan apa-apa. Gadis kecil itu berbalik menuju ke dalam rumah membawa berasnya. Sudut bibir Roy menarik senyum samar.

Tok Tok Tok

Suara ketukan di pintu membuyarkan lamunan Roy. Dia langsung memutar kursinya kembali menghadap meja. Pintu mengayun terbuka dan Novan muncul dengan raut khasnya. Ramah dan datar.

“Sudah dipastikan, Pak. Kali ini, Bapak tidak perlu keluar-masuk club.” Novan meletakkan amplop putih di atas meja. Tangannya menyatu di depan tubuh seperti seorang prajurit siaga.

Roy memungut amplop, lalu mengeluarkan selembar foto. “Club underground khusus dewasa?” Roy mengernyit, kemudian membalik foto itu. Sebaris tulisan di balik foto itu membuat sorot matanya menajam.

“Sahara Talita, 19 tahun. Penari sensual sebuah club dewasa? Pasti bayarannya menjanjikan,” gumam Roy, meletakkan kembali foto yang dipegangnya.

“Penari cuma bisa dipesan oleh member khusus, Pak. Sangat terbatas. Dan Sahara salah satu gadis penari yang ....” Novan menghentikan ucapannya, berusaha menemukan kata-kata yang lebih sopan.

Roy menaikkan sebelah alisnya, menatap staf pribadi yang masih selalu sungkan mengucapkan hal tabu, meski sudah lama bekerja dengannya.

“Tidak bisa diajak bermalam,” sambung Novan dengan suara pelan.

Roy melirik jam di pergelangan tangannya. “Kita berangkat sekarang,” tukas Roy, berdiri dan menyambar jasnya dari sandaran kursi.

Pintu masuk The Executive Club, terletak di sebuah basement gedung perkantoran. Roy tak ada rencana untuk datang ke sana sendiri, tapi otaknya secara otomatis menghafal ke mana Novan membaca mobil.

Novan menunjukkan sebuah lift tunggal yang terlihat lusuh. Roy masuk tanpa protes, meski hidungnya mengernyit jijik.

“Clubnya benar-benar tersamar, Pak.” Novan mengatakan hal itu setelah melihat Roy mengeluarkan sapu tangan sutra dan menutup hidungnya. Lift itu tidak bau. Roy hanya tak suka mencium aroma apek.

Dengan satu tangannya berada di saku dan sapu tangan menutup hidungnya, Roy melangkah keluar lift dan langsung berhadapan dengan lorong remang-remang. Suara hentakan musik yang teredam, menjalar ke tiap lapisan dinding.

Novan mendahului langkah atasannya menyusuri lorong. Sampai akhirnya dia tiba di depan sebuah pintu yang letaknya paling pojok. Ketika pintu itu terbuka, suasana ruang utama club terhampar di hadapan mereka.

Club yang di Amerika bisa dengan mudah ditemui Roy di tepi jalan atau di gang-gang sempit, di negaranya sendiri ternyata hanya diperuntukkan bagi kaum elit yang menginginkan sensasi.

Suara musik memekakkan telinga, aroma bir, whisky, dan cocktail mahal bercampur menjadi satu. Roy melangkah hati-hati seraya memandang karpet yang diinjaknya. Pria horny dan mabuk berat biasa suka meninggalkan sisa ceceran muntahnya di sana.

Novan menunggu di salah satu meja dengan posisi terbaik. Laki-laki itu harus membayar meja itu sedikit lebih mahal untuk menyingkirkan tamu yang telah memesan tempat jauh-jauh hari.

Roy menarik kursi tinggi, lalu duduk menyilangkan tangan di dada memandang lorong kosong di depan panggung. Lorong yang di luar negeri biasa disebut pervert row—lorong mesum, sebentar lagi akan dipenuhi wanita-wanita muda yang menari seraya melepaskan pakaiannya satu persatu hingga telanjang sepenuhnya.

Lagu Kept Me In The Dark–Rollipso, Eliine, memenuhi ruangan diiringi kedip lampu di langit-langit yang menyorot dengan cahaya berganti-ganti.

Barisan gadis dengan tubuh nyaris sempurna keluar satu persatu. Pakaian mereka hanya potongan-potongan kecil yang menutupi daerah intim.

Roy melirik Novan dengan ekor matanya. Belum apa-apa asistennya sudah menelan ludah.

“Sahara, keluarlah ...,” bisik Roy dalam hati.

To Be Continued

Komen (94)
goodnovel comment avatar
Klara Musiana
Awal yang menarik
goodnovel comment avatar
Wijayanti Yanti
cari kak jus sampai ke sini............
goodnovel comment avatar
🇳 🇱 🇿
tertarik bc krya nte juss yg disini
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status