Share

5. Pertunjukan VIP

Lagu itu baru mengalun semenit. Harusnya mereka masih bisa menari sebentar lagi dengan pakaian lengkap. Tapi Inke membuat pertunjukan itu amburadul. Sahara baru bekerja di sana lebih dari enam bulan. Dan dia tak pernah diundang ke sebuah ruangan VIP bersama rekan seniornya yang satu itu.

Bisa dibilang, Inke adalah penari senior yang mahal. Para pria kaya harus merogoh kocek mereka sedikit lebih banyak untuk menikmati tubuh bugil perempuan itu.

“Kalau nggak mau nge-dance, tinggalkan aku berdua dengan laki-laki ini.” Bisikan Inke terdengar sangat samar di dekat Sahara.

“Aku akan profesional,” sahut Sahara dengan mulut nyaris tak terbuka.

Inke beringsut dari tiang dan memandang sengit pada Sahara. Tiga puluh detik kemudian, Sahara telah melepaskan atasan dan membelitkan kakinya di tiang.

“Ya, begitu. Kamu harus cerdas,” gumam Roy, lalu menatap tajam pada tubuh Sahara. Dia menyukai tungkai kaki Sahara yang panjang dan bagian mungil milik gadis itu yang terlihat sangat bersih di atas pentas.

Inke menuruti permintaan Roy. Wanita itu bergerak mendekat dan mengisi sebuah gelas dengan sebutir es batu dan sedikit Cognac, sebelum duduk di sebelah Roy.

Musik masih mengalun, Roy tak melepaskan matanya pada Sahara yang sedang menarik pengait roknya dengan perlahan. Selembar g-string menutupi bagian kewanitaannya yang dilapisi sepasamg stocking tipis berwarna merah. Heels super tinggi berwarna hitam yang modelnya seperti wanita kantoran membuat bokong wanita itu terangkat dengan sempurna.

“Kamu?” Roy mengalihkan pandangannya pada Inke yang duduk bertelanjang dada di sebelahnya sambil memegang segelas minuman. “Tuangkan minuman,” bisik Roy dengan nada memerintah.

Inke mengerling sekilas pada Sahara yang sedang menyandari tiang, dan melorotkan tubuhnya ke bawah dengan posisi kaki sangat menantang.

“Mr. Roy, minuman Anda,” ujar Inke menyodorkan gelas pada Roy. Mengalihkan perhatian Roy dari penari muda yang sedang menarik celana dalamnya turun. Dalam tempo dua jam saja, Roy sudah dua kali melihat Sahara menelanjangi dirinya sendiri.

Roy mengambil minumannya dari tangan Inke. “Kamu?” Roy mengangkat alisnya memandang Inke.

“Ya, kenapa?” Inke merendahkan suaranya seelegan mungkin.

“Kamu juga harus profesional seperti dia,” ujar Roy, menunjuk Sahara dengan gelas Cognac di tangannya.

“Tapi, saya lagi meladeni Anda minum.” Inke kembali menjepit sebutir es batu dan memasukkan ke gelasnya sendiri.

“Saya juga suka diladeni seorang wanita telanjang yang menuangkan minuman,” sahut Roy datar.

Bukan membela Sahara, tapi Roy memang tidak suka seseorang yang bermain kotor serta memanfaatkan orang lain. Belasan tahun dia sudah di pertemukan oleh orang-orang seperti itu. Inke memang jauh lebih tua dari Sahara. Sikap senioritas wanita itu pun tak bisa disembunyikan.

Satu lagu sudah nyaris selesai. Sahara menggenggam tiang dan memutari tiang itu dengan kecepatan yang mengibaskan rambut cokelatnya.

“Temanmu sangat cantik,” bisik Roy pada Inke. Dia menunggu reaksi perempuan itu. Inke mengangkat gelasnya lagi dan meneguk minumannya sebanyak mungkin.

“Kalau Anda sedang mencari gadis untuk ditiduri, dia tak melakukan layanan itu. She’s beautiful, virgin, and poor ...,” bisik Inke. Dia sudah terlalu sering mengatakan pada tamu, kalau Sahara cantik, perawan dan wanita miskin.

Roy menarik senyum tipis. Dia sudah tahu kalau Sahara gadis yang cantik, muda, miskin dan perawan. Berusaha mencari uang sebanyak-banyaknya agar perempuan yang sedang terbaring di rumah sakit segera mendapat pengobatan layak.

“Gimana kalau saya menawarkan dia uang banyak?” tanya Roy, menelusuri wajah Inke yang dipenuhi makeup. Pandangannya kemudian turun pada leher Inke yang kelilingi kalung coker hitam dengan bandul kecil di depannya.

“Dia sering mendapat tawaran itu. Tapi selalu ditolaknya. Anda bukan satu-satunya laki-laki yang datang ke sini menawari kami uang.” Inke bangkit dan melepaskan bawahannya dengan santai. Wanita itu lalu melebarkan kakinya dan duduk di pangkuan Roy. Inke sudah setengah mabuk.

Inke melingkarkan kedua tangannya di sekeliling leher Roy. Dia menarik kepala pria itu dan membungkuk untuk berbisik. “Anda ingin layanan apa? Tinggalkan kartu nama aku akan menghubungi.” Inke kembali menegakkan tubuhnya. Membiarkan puting payudaranya menggesek pipi dan bibir Roy.

“Ehem! Pertunjukan selesai. Maaf, kalau aku mengganggu.” Sahara memunguti pakaiannya. Dia membelakangi Roy dan Inke untuk kembali mengenakan selapis demi selapis seragam minim yang tadi dipakainya.

“Apa aku juga harus berpakaian sekarang?” tanya Inke. Kedua tangannya mengacak bagian belakang kepala Roy.

“Kamu nanti aja. Aku perlu ngomong sesuatu ke temen kamu,” ucap Roy. Dia menaikkan alisnya dan sedikit menggerakkan dagu mengisyaratkan pada Inke untuk menyingkir dari pangkuannya.

“Oke, udah selesai. Boleh aku pergi sekarang? Aku—nggak enak mengganggu pelanggan.” Sahara masih merapikan lilitan rok mininya.

“Kalau saya nggak salah, waktu kamu baru selesai satu jam lagi. Miss Nancy belum bilang?” selidik Roy.

Sahara menautkan kedua tangannya di depan tubuh. “Maaf, saya kira—”

“Duduk di sini,” pinta Roy pada Sahara. Dia menepuk bagian kiri sofa untuk gadis muda itu. Inke terlihat tak senang. “Dan kamu … jangan berpakaian. Aku suka cara kamu menuang minuman.” Roy mengangkat gelasnya ke arah Inke.

“Sahara membutuhkan pemicu. Inke harus tetap di sini,” batin Roy.

To Be Continued

Komen (27)
goodnovel comment avatar
Mawar Aryanti
laki laki yang misterius
goodnovel comment avatar
Hafidz Nursalam04
mdmejekdkdkdkdkmf
goodnovel comment avatar
Aam Aminah
wah itu inke udah kepanasan
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status