Share

6. Katanya, Dia Bukan Pelacur

Sahara terlihat gelisah saat Roy memintanya duduk di sebelah laki-laki itu. Dia melihat Roy seperti menginginkan sesuatu darinya. Mengingat apa yang selalu dikatakan oleh pengunjung pria club itu padanya, Sahara menebak bahwa keinginan Roy pasti sama saja.

Sahara duduk melengkungkan punggungnya elegan mungkin. Dengan dagu yang sedikit terangkat, ia membalas tatapan Roy. Dia tak ingin kalah oleh laki-laki itu.

Roy Anindra Smith? Nama yang aneh, pikirnya. Nama pria asing dengan sentuhan lokal. Sahara tak pernah mendengar desas-desus tentang pria ini sebelumnya. Orang kaya baru? Atau bukan penduduk negara ini?

Warna cokelat rambut Roy lebih muda dari rambutnya. Dengan minyak rambut yang berkilap, rambut pria itu ditata rapi ke belakang. Lembaran rambut keperakan terlihat berkilau . Cukup tua. Dengan beberapa guratan di sudut matanya, pria di sebelahnya mirip seorang bintang pesebakbola Inggris yang tenar dan sudah pensiun.

“Sudah selesai mengagumi saya?” tanya Roy, memecahkan lamunan Sahara yang sedang memandang lekat pada wajahnya.

“Sorry?” ucap Sahara, mengerling pada Inke yang masih duduk telanjang bulat tak diacuhkan.

Roy merogoh bagian dalam kantung jasnya. “Kamu, Sahara? Langsung saja. Berapa harga keperawananmu? Saya yakin, kamu nggak banyak pilihan sekarang. Ambil ini untuk membayar tagihanmu segera. Lusa, datang ke sini.” Roy menyodorkan selembar cek dan sebuah kartu nama.

Tangan Sahara perlahan bergerak mengambil cek dan kartu nama yang baru disodorkan padanya. Matanya membelalak. Selama ini, tak ada yang menghargainya sebegitu besar.

“Ini—ini uang untuk apa?” tanya Sahara, sedikit tergagap. Pandangannya berpindah antara cek, kartu nama, dan wajah Roy yang menyelidik. Kenapa Roy mengatakan soal tagihan? Apa pria di depannya tahu kalau hutang-hutangnya sekarang menggunung? Sahara mengernyit.

“Itu uang muka pertanda keseriusan saya,” ujar Roy, memandang hidung mancung dan bulu mata lentik yang sedang menunduk di atas kertas.

Dua ratus juta cuma sebagai uang muka? Sahara mendongak menatap wajah Roy lebih teliti.

Selama ini para tamu di sana menawarkan paling banyak lima puluh juta untuk menghargai keperawanannya. Para tamu di sana hanya menganggapnya sebagai gadis imigran dari luar negeri yang membutuhkan perlindungan dan izin tinggal.

Seperti mengetahui isi pikiran Sahara, Roy berkata, “Selama ini pasti kamu dianggap sebagai salah satu dari gadis Uzbekistan yang berkeliaran di club malam. Benar begitu?”

Sahara tak menjawab pertanyaan Roy. Otaknya berputar mencari alasan paling masuk akal pria hampir separuh baya itu datang mengejarnya. Pria itu pasti dengan mudah membayar gadis perawan untuk tidur dengannya. Tak perlu mengeluarkan uang sebegitu banyak. Apa karena ia bisa menari? Meliuk-liuk melakukan lap dance bisa membangkitkan hasrat pria itu?

“Tunggu—tunggu, memangnya berapa jumlah cek itu? Anda memintaku telanjang sepanjang malam sambil menuangkan minuman, tapi kenapa dia yang Anda tawari cek?”

“Sorry? Kamu tetap bekerja di sini seperti biasa. Saya sudah membayar mahal untuk ini. Soal wanita muda ini, bukan urusanmu. Aku tetap memakai jasamu,” ucap Roy, meremas payudara Inke dan mengusap puncaknya dengan ibu jari. Inke seketika terdiam. “Uang nggak bisa cuma-cuma dikeluarkan. Saya juga kerja keras untuk itu. Kamu—harus memberikan layanan yang terbaik kalau mau ikut menerimanya,” bisik Roy, tangan kanannya masih memilin puncak payudara Inke.

“Sir—Om, Pak!” panggil Sahara. Ia sedikit terganggu dengan aksi Roy menggoda Inke. Rekannya terlihat sudah menelan ludah karena sentuhan pria itu. “Maaf, saya bukan pelacur. Saya nggak pernah melayani tamu club di luar jam kerja. Saya—cuma penari biasa. Saya memang penari telanjang, tapi saya bukan pelacur. Untuk ini ... saya nggak bisa terima.” Sahara kembali meletakkan kartu nama dan cek yang diberikan Roy.

Roy tertawa. “It’s okay. Enggak apa-apa. Jangan dikembalikan. Ambil saja buat kamu. Saya sudah bisa menebak kalau kamu pasti menolak. Tapi, saya mau kamu tetap menemani saya di sini. Tetap duduk di sebelah saya dan awasi yang saya lakukan.” Roy mengalihkan pandangannya pada Inke.

“Saya mau kamu ....” Roy mengusap pipi Inke, memasukkan ibu jarinya ke mulut wanita itu. Inke mengisap ibu jari tangan Roy seraya memejamkan mata.

“Sekarang,” bisik Roy, lalu Roy menyandarkan tubuhnya di sofa dan merentangkan kedua tangannya di sandaran. Bola mata cokelatnya menatap Inke sesaat lalu berpindah ke arah resleting celananya yang tengah diturunkan Inke perlahan.

Desahan panjang dan lega terdengar meluncur dari mulut Roy. Inke membenamkan mulutnya di bawah sana dan memberikan sensasi pijatan lembut yang membuat Roy memindahkan tangannya ke kepala wanita itu.

“Kamu harus liat. Ukuran ini nggak akan mengecewakan kamu,” bisik Roy pada Sahara. “Saya bisa beri kamu sensasi layaknya malam pertama yang nggak akan kamu lupakan seumur hidup. Biar saya yang melayani kamu,” ucap Roy seraya meringis.

Sahara diam tak berkutik. Pelan-pelan ia menelan ludahnya. Karena aksi mulut Inke yang berdecak keras, naik turun dengan rakus seakan baru menemukan kejantanan seorang pria, cekungan di antara kedua paha Sahara terasa mulai lembab.

To Be Continued

Komen (42)
goodnovel comment avatar
Mawar Aryanti
udah kebat kebit aja aku kak
goodnovel comment avatar
Asfi Umaroh
yaaa ampun
goodnovel comment avatar
Udin
sayangnya banyak muncul koin.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status